Wednesday, September 10, 2008

YANG TERUTAMA


Andaikan malaikat Tuhan menampakkan diri kepada Anda saat ini dan berkata,
"Minta apa yang engkau kehendaki dari Tuhan, engkau akan menerimanya!"
Apa saja yang Anda minta dan mengapa?


Pertanyaan ini beberapa kali saya ajukan dalam berbagai kelompok persekutuan PA. Jawaban yang paling umum adalah menghendaki Tuhan memberi: kebahagiaan, kesehatan, keberhasilan dalam berusaha, keberhasilan anak-anak dan sebagainya –yang intinya terfokus pada ‘memperoleh sesuatu dari Tuhan’. Tentu kita tidak salah meminta kepada Tuhan. Masalahnya, kalau doa-doa kita fokus pada ‘meminta sesuatu’ kepada Tuhan, sedikitnya ada dua masalah besar. Pertama, kita membutuhkan Allah karena kita dapat 'menggunakan-Nya' untuk memenuhi keinginan kita --yang belum tentu kebutuhan kita. Kedua, kita bisa saja menganggap halal segala sesuatu yang kita terima sebagai berkat atau mujizat dari Tuhan.

Untuk yang terakhir ini, ada sebuah cerita. Seorang perempuan membeli sepasang anting-anting seharga Rp. 12.000. Ia memberikan uang pecahan Rp. 20.000. Tetapi, si penjual memberi uang kembalian Rp. 82.000. Perempuan ini tahu persis bahwa ia menerima lebih dari yang semestinya, tetapi ia mendiamkannya. Dengan wajah amat ceria penuh tawa ia menemui temannya dan berkata, “Puji Tuhan, doa saya dikabulkan Tuhan, mujizat baru saja terjadi!” katanya dengan amat bersemangat. “Mujizat apa?” tanya temannya. Saya membutuhkan uang untuk isi pulsa HP-ku dan sudah tiga hari saya berdoa agar Tuhan buka jalan, eh tadi ketika aku beli sesuatu saya bayar dengan uang Rp. 20.000, penjualnya memberi kembaliannya Rp.82.000! Tuhan menutup mata si penjual itu.” Apakah itu berkat Tuhan? Apakah itu jawaban sebuah doa? Pasti tidak! Ini bukti ketidaksetiaan pada perkara kecil (penjelasan tambahan tentang hal ini masih dijelaskan di bawah).

Dalam Matius 6:5-8 Yesus mengajarkan murid-muridNya dan kita juga ‘bagaimana’ berdoa, bukan terutama memberitahu ‘apa’ saja yang perlu kita minta. Di situ kita temukan “dua jangan” dalam berdoa. Jangan pertama: Jangan seperti orang munafik (ayat 5). Jangan kedua: Jangan bertele-tele (ayat 7). Seruan “jangan seperti orang munafik” bertalian dengan: supaya dilihat orang, pamer kesalehan, unjuk kemamampuan merangkai kata-kata. Sedangkan “jangan bertele-tele" mau menekankan bahwa ‘jawaban’ atas doa bukanlah tergantung pada kata-kata kita. Sebab, Allah mengerti keadaan kita. Seorang teman pernah mengalami sakit diare dan mencret-mencret selama tiga hari. Dia berdoa agar diarenya berhenti. Diarenya pun sembuh, tetapi sesudah itu, ia selama tiga hari tidak bisa buang air besar. Ia berkesimpulan bahwa kata-kata dalam doanya tidak lengkap, karena (menurut dia) ia hanya meminta diarenya berhenti dan Tuhan pun hanya mengabulkan doanya sesuai dengan rumusan kata-katanya itu. Ia perlu berdoa khusus lagi untuk meminta agar ia bisa buang air besar secara normal. Ini adalah sebuah kekeliruan pemahaman. Bukan karena kata-kata dalam doanya yang mengakibatkan penyakitnya. Bayangkan kalau semua kita jelaskan dalam doa kepada Tuhan soal diare yang kita derita: mulai dari dokter mana yang harus menangani, obat apa yang pasti bisa menyembuhkan, naik kendaraan apa ke Rumah Sakit, bagaimana cara duduk atau berdiri menunggu giliran di dokter dan sebagainya, dan seterusnya, kita mungkin membutuhkan satu hari untuk menjelaskannya atau menanyakannya dalam doa. Diare kita bisa saja akan lebih parah.

Tuhan Yesus tidak saja menyebut “dua jangan” tadi, tetapi juga memberitahukan sedikitnya “dua sikap dasar” dalam berdoa. Sikap dasar pertama: Menutup pintu kamar. Ini juga (dan terutama) menutup ‘pintu hati’ dari aneka gangguan atau aneka keliaran pikiran. Sikap dasar kedua: Percaya bahwa Bapa mengetahui yang kita perlukan sebelum kita memintanya.

Dalam Matius 7:7 dikatakan, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Kita mesti memahami ini dengan benar. Janganlah kita dengan mudah mengatakan bahwa semua yang kita terima itu merupakan jawaban Tuhan atas doa kita. Janganlah kita dengan enteng mengatakan bahwa yang kita alami itu mujizat padahal tipu muslihat; kita mengatakannya ‘berkat’ padahal akan mendatangkan laknat. Perempuan di dalam cerita di atas memang berdoa menyampaikan pergumulannya kepada Tuhan, tetapi uang kembalian yang lebih itu bukanlah jawaban Tuhan atas doanya, melainkan sebuah pelanggaran hukum kasih. Sesungguhnya, perempuan itu termasuk ‘pencuri’. Dari peristiwa seperti ini kita dapat lebih mudah memahami apa yang Yesus katakan dalam Mat 7:12: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka”. Jika si perempuan itu menempatkan dirinya sebagai si pedagang, apakah ia menghendaki dirinya rugi? Pasti tidak! Jadi, jika kita menghendaki mendapat untung yang wajar dari usaha dagang kita, hendaklah kita memperlakukan orang lain seperti kita mengharapkan terjadi pada diri kita. Ini juga berlaku dalam hal-hal yang lain.

Di sini Yesus menegaskan, “Bapamu yang di sorga akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya”. Sebelumnya, Yesus sudah dua kali mengatakan bahwa Allah, Bapa kita, mengetahui apa yang kita perlukan (lihat Matius 6:8 dan 32). Jadi, sebenarnya Tuhan menjawab semua doa kita walaupun tidak semua yang kita minta kepada Allah akan diberikan kepada kita. Allah akan memberikan apa saja yang baik menurut-Nya untuk kebaikan kita anak-anakNya.

Jika demikian, apakah kita masih perlu meminta kepada Tuhan dalam doa-doa kita? Kalau Allah sudah mengetahuinya, mengapa kita harus berdoa lagi? Jawabannya, kita tetap berdoa dan meminta kepada Tuhan

- bukan memberi tahu Tuhan apa yang harus Ia lakukan kepada kita
- bukan mengingatkan Tuhan seolah-olah Ia lupa kepada kita atau keperluan kita
- bukan meyakinkan Tuhan dengan alasan-alasan di balik permintaan kita
- bukan memberi tahu Tuhan bahwa kita akan kecewa kalau Tuhan tidak memberi

Tetapi, kita berdoa kepada Tuhan karena kita percaya bahwa Allah mengetahui yang terbaik bagi kita dan kita percaya bahwa Allah mampu memberi segala sesuatu yang Ia anggap baik untuk kita. Dalam hal ini doa-doa kita juga:

- Mengingatkan bahwa kita perlu melakukan sesuatu, bukan berpangku tangan menunggu
segala sesuatu jatuh dari langit.
- Menempatkan kehendak kita selaras dengan kehendak Tuhan
- Melatih kita untuk bersabar menanti pemberian Tuhan sesuai dengan waktu-Nya
- Mengungkapkan sukacita dan pujian kepada Tuhan, apa pun jawaban-Nya atas doa kita.

Jadi, kalau malaikat Tuhan muncul sekarang, dan berkata, “Minta apa yang kaukehendaki, Tuhan akan memberikannya!” Dua hal yang perlu. Pertama, menghendaki kejelasan apakah yang bertanya itu Malaikat Tuhan atau bayangan kita sendiri. Sebab, Allah tidak pernah dan tidak akan pernah memberikan semua yang kita kehendaki. Kedua, mintalah Allah itu sendiri, jangan yang lebih kecil dari Allah seperti sepeda, kesembuhan penyakit, komputer, mobil, rumah, ijazah S3 dan seterusnya. Semua itu mungkin kita butuhkan, tetapi semua itu tidak ada artinya tanap Tuhan. Jika kita memiliki Tuhan, kita memiliki segala-galanya; tetapi walaupun kita memiliki segala-galanya yang ada di dunia ini tanpa memiliki Tuhan, semuanya tidak punya arti apa-apa. Baiklah kita resapkan kebenaran ini dalm hati kita yang terdalam:

Allah tidak dapat memberi
kebahagiaan dan kedamaian terpisah dari diri-Nya sendiri –
Semuanya itu menyatu dalam diri-Nya

Tuhan selalu mempunyai:

Waktu untuk menyambut kita
Pengetahuan sempurna memahami kita dan kebutuhan kita
Pendengaran yang tajam mendengarkan kita
Segala sesuatu untuk kebaikan kita; bahkan diri-Nya sendiri untuk kehidupan dan keselamatan kita

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget