Sunday, April 26, 2009

A N G K A


REFLEKSI SENIN KE-18 2009: 27/4

‘Angka’ berperan penting dalam kehidupan manusia. Tidak ada keraguan dalam hal ini. Dapat kita bayangkan betapa kacaunya penanggalan waktu, perekonomian, sistem komunikasi, sistem transportasi, bahkan kehidupan bergereja tanpa ‘angka’. Khusus dalam lingkungan gereja, ‘angka’ dibutuhkan untuk mengorganisasi ayat-ayat Alkitab dan nyanyian, jumlah warga jemaat dan jumlah saldo atau defisit keuangan.

Seiring dengan perkembangan zaman, ada kesan bahwa ‘angka’ kian mendominasi kehidupan umat manusia. Bagi sebagian orang ‘PIN” (Personal Identity Number) sudah merupakan kebutuhan mutlak untuk ATM, email, kunci gerbang, kunci koper dan sebagainya.
.
Kita perlu memikirkan angka dan angka mestinya membuat kita berpikir. Misalnya, dengan statistik jumlah penduduk dunia yang lebih dari 6 miliar (angka yang luar biasa!), mestinya membuat kita ‘berpikir’ bagaimana seharusnya gaya hidup kita agar bumi ini tidak kiamat sebelum waktu yang ditentukan oleh Tuhan. Ada kecenderungan bahwa seluruh penduduk dunia ingin mencapai gaya hidup orang-orang Amerika. Mari kita pikirkan angka-angka ini: Dengan 5% penduduk dunia, AS menghabiskan 40% sumber daya alam di pasar dunia setiap tahun. Kalau seluruh penduduk dunia mau hidup pada taraf kemakmuran di Amerika, ada dua pilihan yang sama-sama tidak mungkin: mengurangi jumlah penduduk global sebanyak 87,5% atau menemukan delapan bumi baru’.[1] ‘Angka seharusnya membuat kita berpikir –berpikir ulang akan gaya hidup dan cita-cita kita.

Di samping kebutuhan, kita juga menghadapi persoalan seputar angka, mulai dari manipulasi jumlah suara para calon legislatif hingga keyakinan ‘angka keramat’ dan ‘angka keberuntungan’. Banyak orang yang meyakini angka 13 sebagai angka sial. Itu sebabnya di beberapa bagunan bertingkat tidak digunakan angka 13 untuk lantai 13. Penggantinya dibuat angka 12b atau langsung angka 14. Demikian juga kamar hotel-hotel yang tidak membuat kamar 13. Orang-orang Kristen seharusnya melepaskan diri dari keyakinan-keyakinan demikian.

Yang menyesatkan dan paling menyedihkan berkaitan dengan 'angka' sedikitnya ada tiga.

Pertama, angka menggantikan nama manusia. Lihatlah penjara-penjara, kuli pelabuhan atau airport atau antrian. Mereka punya nama, tetapi mereka sering diperlakukan sebagai sekadar angka-angka.

Kedua, segala macam perjudian dengan taruhan. Ketika togel (toto gelap) masih merajalela di berbagai daerah di Indonesia, ‘mimpi’ menjadi sangat penting yang semuanya dianggap sebagai ‘kode alam’ atau petunjuk ke nomor tertentu. Yang mengherankan, ada pula orang yang beribadah di gereja justru pikirannya tertuju pada angka-angka. Melihat banyak 'angka 2' di dalam Tata Ibadah, seseorang menganggapnya sebagai ‘kode alam’ juga. Entah berkelakar atau tidak, pernah ada orang yang mengatakan bahwa dia mendoakan 'angka' tertentu kepada Tuhan agar kiranya Ia memberi kesempatan kepadanya menang undian, dan sebagian hasilnya akan diserahkan ke gereja. Untunglah dia tidak menang, kalau menang mungkin Ia berpikir bahwa Allah juga mengijinkan judi. (Di Singapur, toto atau undian ini legal. Diminati sangat banyak orang. Semoga orang-orang Kristen tidak menyalahgunakan ‘angka’ untuk hal-hal demikian.)

Ketiga, menyuburkan keinginan hingga mengalahkan kebutuhan. Kita bisa perhatikan bagaimana pusat-pusat perbelanjaan menarik perhatian para pembeli. Di Singapaura, misalnya, tidak asing bagi pemandangan kita promosi-promosi sebagai berikut:
  • Up to 70% off (diskon hingga 70%). Angka ini membuat orang tergiur. Padahal, yang menentukan harga sebelum dan sesudah diskon adalah pemilik toko juga. Bisa saja mereka naikkan dulu 70% lalu mereka turunkan sendiri 70%.
  • Last day offer: Only $49.99; UP $100 (Penjualan hari terakhir, hanya $49,00; Usual Price –harga biasanya-- $100. Orang yang tidak berpikir kritis, merasa bahwa itu sudah murah, padahal yang menentukan UP adalah si penjual juga. Angka-angka itu hanyalah untuk menarik perhatian.
  • Buy 3 get 1 free (beli 3 dapat satu gratis). Angka-angka ini juga pasti sekadar mempermainkan pembeli. Harga 4 sudah dimasukkan ke dalam 3. Buy 3 get 1 free, hanya sekadar akal-akalan.

Justru karena banyaknya orang yang terkecoh dengan angka-angka inilah salah satu penyebab begitu banyak barang-barang yang ada beberapa di rumah yang tidak dibutuhkan. Padahal, gaya hidup konsumerisme seperti itu amat mahal konsekuensinya terutama terhadap kerusakan alam yang sudah sangat parah saat ini.

Jadi, dari pada menyalahgunakan angka atau tertipu oleh angka-angka, lebih baik kita gunakan untuk hal-hal yang membangun iman kita dengan ‘menghitung’ segala berkat Tuhan dan menghitung hari-hari hidup kita sebagaimana dilakukan oleh Pemazmur. Tuhan mengetahui jumlah (dengan angka) rambut kita tapi tidak memperhitungkan dosa kita, asal kita mengaku, memohon pengampunan dan bertobat.





[1] Philipus Tule dan Wilhelmus Djulei (eds.), Agama-agama Kerabat Alam Semesta, Ende: Nusa Indah

Wednesday, April 22, 2009

DARI ‘MELAYAT POLITIK’ HINGGA ‘KEBAKTIAN POLITIK’

Sebelum pemilu legislatif yang baru saja berlalu, tanpa direncanakan saya pernah berbincang-bincang dengan calon legislatif untuk satu Propinsi. (Saya mendengar beliau masuk menjadi anggota legislatif). Meskipun beliau seorang calon legislatif, dia sendiri amat prihatin melihat keanehan-keanehan para calon legislatif memperkenalkan diri dan menarik perhatian masyarakat pemilih. Dia mengatakan berkembangnya program “melayat politik”, “kebaktian politik” dan “makan politik”

‘Melayat Poltik’, adalah mereka yang mengirimkan ‘bunga papan’ kepada keluarga yang berkabung dengan menulis nama, caleg partai mana, lengkap dengan nomor urut berapa. Anehnya, ada pula di antara yang mengirim papan bunga tersebut yang sama sekali tidak ada pertalian kekeluargaan atau hubungan dekat apa pun dengan orang yang meninggal tersebut.

“Kebaktian Poltik”, adalah pihak partai atau caleg yang gencar mengunjungi gereja-gereja dengan mengikuti kebaktian dan memberi sumbangan (yang di antaranya juga menyebutkan nama partainya). Mereka diberi kesempatan berbicara di sela-sela ibadah, lengkap dengan 'Jaket Partai'. Dan ada ‘pesan sponsor’ supaya calon tersebut didoakan dalam doa syafaat.

“Makan Politik”, adalah mereka yang memberi makan warga masyarakat, baik secara langsung mapun membagi-bagi sembako yang kemudian sang caleg diberi kesempatan berpidato.

Setelah pemilu usai, berbagai komentar bermunculan dari hampir semua kalangan masyarakat seperti tukang ojek, tukang pangkas, pengunjung tetap warung kopi hingga kantor-kantor pemerintah bahkan konsistori gereja. Tentu, sudah pasti komentar-komentar seru dari para caleg yang menang, apalagi yang kalah.

Seorang teman mengirimkan email kepada saya yang berisikan keluhan seorang calon legislatif sebagai berikut:

“Saya juga punya pengalaman yang menyedihkan melihat para pemilih, rakyat Indonesia yang miskin ini. Mereka menerima semua orang, bahkan mengundang untuk datang ke kampungnya, minta ini dan itu, dengan janji akan memberi suara untuk kita. Saya mengunjungi lebihdari 60-70 komunitas untuk memperkenalkan diri, memperkenalkan visi dan misi. Tetapi ternyata mereka banyak yang membohongi saya, dan memilih orang lain yang memberi uang belakangan dan lebih banyak. Termasuk gereja-gereja meminta-minta uang dari banyak calon legislatif (caleg), tapi juga tidak memilihnya. Keadaan Indonesia telah kacau, tidak bermoral lagi, mungkin oleh budaya kemiskinan. Penghitungan suara belum selesai, tapi saya pessimis bisa duduk di DPRD....... Biarlah, saya serahkan saja pada Tuhan.”

Biarlah ini menjadi pelajaran pendewasaan bagi seluruh rakyat Indonesia, para calon legislatif dan lembaga keagamaan.

(1) Calon legislatif hendaknya lebih mengedepankan kualitas diri dan komitmen untuk perbaikan bangsa. Seorang teman mengatakan kepada saya perlunya setiap pribadi ‘berkaca diri’ sebelum mencalonkan diri untuk menjadi anggota legislatif, bupati, gubernur dan lain-lain.
(2) Kepada gereja-gereja: Gereja tidak hidup karena uang tetapi Gereja yang hidup pasti punya uang yang cukup untuk pelayanan. Karena itu, Gereja seharusnya tidak menyelewengkan keberadaannya sebagai lembaga gerejawi tidak menjadi ajang politik praktis.
(3) Masyarakat pemilih hendaknya “memilih dengan hati dan secara hati-hati”. Pilihan masyarakat ikut menentukan masa depan bangsa.

Sunday, April 19, 2009

TIGA TIPE 'PROBLEM SOLVER'



REFLEKSI SENIN KE-17 2009: 20/4

Selama hidup di dunia ini ‘masalah’ (khususnya karena kelemahan dan keterbatasan manusia) kelihatannya akan selalu menyertai perjalanan hidup umat manusia. Jadi, pertanyaannya bukanlah terutama, “Bagaimana menyelesaikan masalah?”, melainkan, “Apakah mungkin semua masalah diselesaikan?” Pengalaman empiris kita menunjukkan tidak semua masalah dapat diselesaikan. Yang jelas 'setiap masalah' dapat membuat kita lebih berkembang dan lebih dewasa atau jatuh terkulai, tergantung pada bagaimana kita menyikapinya.

Agaknya tipe kepribadian dan karakter seseorang serta tingkat kesulitan masalah yang ada turut mempengaruhi bagaimana seseorang itu mendekati atau menangani masalah yang dihadapi. Secara umum dikenal tiga tipe orang dalam penyelesaian masalah sebagai berikut.

1. Assertif

Orang tipe assertif mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalahnya. Jika masalah ini berkaitan dengan ‘hubungan’ dengan orang lain, ia mengambil prakarsa untuk membicarakannya. Tipe ini boleh dikatakan lebih aktif untuk mencari solusi sesegera mungkin, tanpa menunggu.

2. Meditatif

Tipe ini adalah orang yang duduk dan memikirkan terlebih dahulu dengan seksama dan sejernih mungkin masalahnya. Kadang-kadang jawaban datang kepadanya melalui proses ini. Ia tidak mengambil tindakan dengan segera apalagi tergesa-gesa.

3. Kooperatif

Tipe orang kooperatif percaya bahwa cara termudah untuk menyelesaikan masalah sulit adalah dengan meminta pertolongan orang lain. Pendapat orang lain dapat menolongnya ketika ia tidak menemukan solusi.

Karena masing-masing tipe ini memiliki kekuatan dan kelemahan jika ia berdiri sendiri, maka seseorang tidak perlu masuk dalam satu tipe pendekatan saja secara ketat-kaku. Kita dapat menerapkan ketiganya tergantung pada situasi dan keadaan masalah yang kita hadapi.

Yang lebih terpenting kita miliki adalah ‘hikmat’ dari Tuhan dalam menghadapi setiap masalah kehidupan. Itulah yang dimiliki orang-orang yang menyerahakan diri kepada pimpinan Tuhan sebagaimana kita temukan dalam diri tokoh-tokoh Alkitab dan sejarah gereja sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah yang dapat diselesaikan dan menerima keadaan yang tidak dapat mereka ubah tanpa masalah.

William E. Hulme memahami bagian nyanyian “Ya Tuhan tiap jam ‘ku memerlukan-Mu” demikian:
Aku terus-menerus memohon:
  • hikmat dalam pengambilan keputusan;
  • kedewasaan dalam berhadapan dengan orang lain
  • kesadaran akan kehadiran Allah ketika aku cenderung hanya memikirkan diriku sendiri.

Pemahaman demikian telah berhasil melewati keinginan ‘memanfaatkan Tuhan untuk kepentingan diri’ menjadi ‘memberi diri dipakai oleh Tuhan sesuai rancangan dan rencana-Nya.

Friday, April 17, 2009

ALKITAB TULISAN TANGAN



St. Tangsiun Tinambunan (67) menyalin "Bibel Padan Naimbaru" (Alkitab Perjanjian Baru dalam Bahasa Batak) dengan tulisan tangan khas tempoe doeloe'. Sebelumnya beliau sudah membaca seluruh bagian Alkitab. Beliau dapat menulisnya berhubung beberapa tahun belakangan ini tidak dapat berjalan dengan baik karena dua kali mengalami patah tulang di bagian kaki. 'Masalah' membuatnya berkembang dan lebih kreatif.
.
Jika Anda membutuhkan info lebih lanjut atau mempunyai saran untuk penempatan/ penggunaan naskah ini, mohon kesediaannya menyampaikannya kepada kami.
.

Sunday, April 12, 2009

MEMUTUS MATA RANTAI SAKIT HATI MENAHUN


REFLKESI SENIN KE-16 2009: 13/4

Adakah orang yang menyakiti hati Anda teramat dalam selama ini? Pikirkan sejenak sejak masa kecil hingga kemarin sore. Mungkin orangtua Anda sendiri, mungkin keluarga dekat, mungkin rekan sekerja, tetangga atau yang sama sekali tidak Anda kenal. Saya tidak bermaksud mengungkitnya untuk menambah rasa sakit yang Anda rasakan. Saya hanya ingin menawarkan sebuah anjuran untuk melepaskan akar kepahitan itu agar Anda dapat menjalani hidup ini dengan segala keindahannya tanpa beban non-salib. “Bagaimana mungkin saya melupakannya? Tindakannya begitu amat dalam menggores hati saya?”, mungkin Anda berkata dalam hati. Masalahnya adalah, “Apakah Anda mau bebas dari kepahitan?” Itu sepenuhnya pilihan Anda.

Mungkin lebih baik langsung saja kita bicarakan bagaimana menebas akar kepahitan itu. Ingatlah orang yang menyakiti Anda apa adanya (orangtua, teman, keluarga dekat, guru, pelayan gereja atau siapa saja). Jangan pikirkan semuanya sekaligus. Pikirkan satu orang saja dulu dan lanjutkan kepada orang yang lain nanti atau besok. Ini yang kiranya perlu Anda pertimbangkan:

1. Memahami dengan empati

Sikap dan perilaku seseorang biasanya merupakan hasil dari berbagai ‘pembentukan’ mulai dari masa kecil. Orang yang diperlakukan tidak adil, penuh kekerasan, tidak dihargai, selalu dicela biasanya akan masuk dalam barisan ‘orang-orang sulit’, jika tidak memutus akar kepahitan. (Itu sebabnya kita perlu memutus akar kepahitan ini, supaya kita tidak terjebak dalam perangkap Iblis dengan melakukan dan mewariskan apa yang justru tidak kita sukai). Jadi, kalau ada orang yang menyakiti Anda, berusahalah memahami keberadaan orang itu. Kemingkinan besar ia perlu ditolong. Ia hanya mengeluarkan apa yang ada dalam dirinya. Dengan memahami keberadaan orang yang menyakiti kita, kita akan lebih mudah mengampuninya apakah dia minta maaf atau tidak.

2. Melihat kebaikan

Sejelek-jeleknya manusia, ‘pasti’ ada kebaikannya. Dengan fokus pada kebaikan orang rasa tidak senang bahkan rasa benci akan berkurang jika tidak sirna secara keseluruhan. Kita tidak sempat (mungkin lebih tepat ‘tidak rela’) melihat kebaikan orang karena hati kita begitu kuat dicengkeram kebencian. Dalam keadaan demikian, malah kita ‘membutuhkan’ keburukan orang lain agar dapat kita daftarkan dan sebarkan kepada orang lain sebagai ‘bukti pendukung’ betapa orang itu kejam dan menonjolkan sikap kebinatangbuasannya. Sekali lagi, kali ini lihat dengan jernih kebaikan-kebaikannya. Apalagi kalau orang yang menyakiti Anda adalah orangtua sendiri, Anda tentu lebih mudah melihat kebaikan-kebaikannya meskipun dia memperlakukan Anda dengan keras bahkan kasar di masa lalu dan hingga hari ini setelah Anda berkeluarga masih dianggap anak-anak.

3. Tolak sikap dan perilaku buruknya, terima dan kasihi orangnya

Sulit? Tentu! Bahkan, mungkin salah satu yang paling sulit dalam merawat hubungan baik dengan sesama. Tetapi tidak ada jalan lain. Kita ingat bahwa perubahan Zakheus bukan karena dibenci oleh orang-orang disekitarnya, melainkan karena dikasihi oleh Yesus. Kasihi mengubah orang lain. Sifat pemarah, tidak peduli, pelit, pemfitnah, pembohong, penipu harus kita benci, tetapi orangnya tetap kita terima sebagai manusia dan mengasihinya dengan kasih Tuhan. Dalam hubungan dengan orangtua yang menyakiti kita misalnya, kita tetap “menghormati mereka” tanpa ‘menghormati perlakuan buruk mereka”.
..
4. Renungkan kontribusi Anda

Mungkin Anda tidak suka yang satu ini. Tetapi ia merupakan bagian tidak terpisahkan. Sudah sifat alami kita untuk lebih banyak melihat masalah pada orang lain. Dari kepahitan yang kita alami, kita perlu meneliti hidup kita sejauh mana kita memberi ‘sumbangan’ terhadap kepahitan itu sendiri. Ini tidak dimaksudkan agar kita menyalahkan diri sendiri bahkan benci diri. Sedikitnya dua hal penting di sini. Pertama, dengan melihat ‘kontribusi’ kita pada masalah yang kita hadapi, kita lebih toleran kepada orang lain. Kedua, kita bisa mengubah diri mulai saat ini dalam bersikap dan bertindak.
.
5. Mengingat tanpa memikirkan

Kita tidak berkuasa melupakan sesuatu. Sebab, ketika kita berusaha melupakan sesuatu, justru pada saat yang sama kita mengingatnya. Sama halnya dengan perbuatan orang lain yang menyakiti kita, mungkin sulit atau bahkan tidak mungkin kita lupakan. Tidak apa-apa! Yang penting ialah, jangan ‘pikirkan lebih jauh’. Jangan ulas secara rinci apalagi menambahkan bumbu ke dalamnya sehingga semakin enak dan asyik memikirkannya. Iblis pasti bertepuk tangan jika Anda mengolahnya terus dalam benak Anda. Ketika Anda mengingat sesuatu yang menyakiti Anda, pikirkan yang lebih bermanfaat. Anda punya ‘kuasa’ untuk memilih mana yang Anda pikirkan. Jangan mau menjadi budak masa lalu Anda. Itu akan melumpuhkan kehidupan Anda hari ini dan mengaburkan masa depan.

6. Melayani Tuhan tidak mungkin mengikuti ego

Pikirkan hal ini secara mendalam. Anda mungkin mengklaim diri sebagai pelayan Tuhan. (Sesuai dengan Ef 4:11-12, semua orang percaya terpanggil mengemban tugas pelayanan gereja. Fungsi pelayanan memang berbeda, tetapi semua adalah pelayan). Bagaimana mungkin Anda ‘melayani’ Tuhan dalam waktu yang sama Anda ‘mengikut’ ego sendiri. Pelayan Tuhan mestilah pengikut Tuhan. Agar pelayanan kita berbuah sebagaimana diharapkan oleh Sang Pemilik pelayanan itu, marilah kita minta pertolonganNya untuk ‘menjinakkan’ ego kita yang rewel itu.

7. Nafas pengampunan

Secara teknis, Anda boleh melakukan latihan pernafasan pelepas asap kebencian dan kemarahan. Sadarilah pernafasan Anda. Hirup udara secara perlahan melalui hidung. Rasakan betapa sejuknya pemberian Tuhan yang masih gratis ini (Mudah-mudahan tidak akan pernah kita bayar seperti layaknya listrik dan air). Anda menghirup kebaikan Tuhan yang menghidupkan. Resapkan hal ini dalam hati. Keluarkan udara melalui mulut. Rasanya hangat. Bayangkan yang keluar itu seperti ‘asap’ --asap kebencian, kemarahan dan kepahitan. Dan yang paling penting, mari kita undang Roh Kudus diam dan bertakhta dalam hati kita. Segala kepahitan pun akan dengan sendirinya tidak tahan mendekati kuasa Roh yang berkuasa dan bertahta dalam hidup kita.

Wednesday, April 8, 2009

PEMILU INDONESIA DI SINGAPURA


Pagi ini, 09 April 2009, orang-orang Indonesia (kalau tidak salah total orang Indonesia yang tinggal di Singapura sekitar 165.000) mendatangi Tempat Pemungutan Suara di kompleks Kedutaan RI di Singapaura. Sangat ramai. Ini menunjukkan antusias warga bangsa Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik. Memakan waktu sekitar 45 menit antri hingga memasuki bilik suara. Pagi hari lebih ramai. Ada juga yang hanya 35 menit antri. Kecuali jam 2 siang ke atas, pemilih tidak perlu antri.

Pelaksanaan pemilu di Singapur sangat tertata rapi. Para petugas terkesan melakukan persiapan dengan sangat matang, dibantu dengan penggunaan teknologi canggih. Kita pantas mengacungkan jempol kepada para petugas pemilu. Terima kasih banyak kepada bapak/ibu/sdr yang sudah berlelah. Harapan semua rakyat pemilu ini jujur.

Ada yang sedikit ganjil. Dua orang kenalan yang saya tanya secara terpisah apakah sudah punya pilihan, keduanya menjawab, “SBY lagilah!”. “Tapi sekarang belum pemilihan presiden, bukan?” saya balik bertanya. “Jadi?”, kata mereka. “Setahu saya kita masih memilih anggota DPR”, jawab saya.

Mungkin sosialisasi pemilu tidak sampai ke orang-orang Indonesia. Maklumlah, karena kesibukan masing-masing, mungkin tidak sempat mendapat penjelasan seperlunya.

Bagi wakil-wakil rakyat yang terpilih hari ini, ‘Selamat!’ Tuhan menguatkan dan memperlengkapi Anda semua mengemban tugas yang berat ini untuk kebaikan bangsa Indonesia. Jangan lupa pada janji-janji Anda ketika kampanye.
Bagi Anda yang belum terpilih, “Selamat!” Anda akan menemukan yang terbaik. Tidak perlu stress berlebihan apalagi putus asa. Keluarga dan sahabat-sahabat Anda membutuhkan kehadiran Anda. Anda juga tetap dapat berbuat sesuatu untuk kebaikan bangsa Indonesia dari kursi Anda sendiri tanpa harus dari kursi di parlemen.


Ada Felix Hutabarat yang
bekerja keras mensukseskan pemilu


































DOA UNTUK BANGSA




Ya Allah, Bapa dan Pencipta kami.
Engkau adalah Pencipta dan Pemilik Indonesia.
Engkau adalah Pencipta dan Pemilik semua orang Indonesia.
Kami bersyukur atas segala sesuatu yang Tuhan
telah anugerahkan dan kerjakan untuk bangsa Indonesia.
Sesungguhnya Engkau memberikan cukup untuk kebutuhan kami, cukup untuk setiap orang untuk hidup sejahtera dan bahagia.

Terima kasih karena Engkau menganugerahkan kemerdekaan politik kepada bangsa Indonesia setelah ratusan tahun terjajah.
Terima kasih karena Engkau menyelamatkan bangsa ini dari berbagai bencana yang silih berganti.

Ya Tuhan, peliharalah bangsa ini seturut kemurahanMu
Kuatkanlah setiap komponen bangsa untuk mengedepankan kebaikan bersama, sebagaimana Engkau menghendaki kebaikan bagi umat manusia ciptaan dan milikMu.

Secara khusus dalam pemilihan 9 April 2009, kiranya pemilu ini boleh menjadi alat di tangan Tuhan mewujudkan keadilan, kebenaran, kesejahteraan dan rasa persaudaraan bagi bangsa Indonesia.

Kami tidak tahu motivasi para calon legislatif.
Kami tidak tahu apakah mereka menjalankan kampanye dengan adil dan jujur
Kami tidak tahu semurni apa komitmen mereka
Kami tidak mengenal mereka semuanya.
Tetapi kami percaya Engkau mengenal mereka dengan sangat baik, bahkan Engkau mengenal mereka lebih baik ketimbang mereka mengenal diri mereka sendiri.
Engkau mengetahui dengan jelas motivasi, komitmen dan kekurangan mereka.
Tetapi Engkau adalah Pengasih dan Penyayang, ampuni mereka ya Tuhan.
Murnikan motivasi mereka jika ada yang ternoda dan tergoda untuk pementingan diri.
Perlengkapilah mereka dengan hikmat dan pengetahuan sorgawi.
Kuatkanlah mereka mengemban tugas pelayanan merawat bangsa ini seturut kehendakMu.

Dan, Engkaulah kiranya menghibur dan memberi yang terbaik bagi mereka yang tidak terpilih untuk tidak jemu-jemunya memperjuangkan kebenaran dan keadilan meski mereka hanya duduk di kursi sendiri bukan di kursi parlemen.

Berilah hati yang bijaksana kepada seluruh pemilih untuk memilih dengan hati nurani yang bersih. Sebab, hanya dengan nurani bersihlah kami dapat membersihkan borok-borok bangsa ini untuk kesembuhannya.

Allah yang baik, Engkau tidak akan meninggalkan Indonesia.
Kami berjanji, tidak akan meninggalkan Engkau.
Engkau senantiasa merawat Indonesia. Kuatkanlah kami untuk seirama dengan Tuhan merawat Indonesia dengan segala sesuatu yang Tuhan anugerahkan kepada kami.

Amin.

Tema serupa “Allah dan Indonesia, silahkan klik di sini: http://victor-tinambunan.blogspot.com/2008/07/allah-dan-indonesia.html

Tuesday, April 7, 2009

SEBUAH ULAH DALAM ACARA ULTAH

Klik tanda panah untuk play video.

Matius 19:14: Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga."

Yang Yesus maksudkan adalah 'ketergantungan orang percaya sepenuhnya kepada Allah, sama seperti ketergantungan anak kepada orangtua". Jadi, bukan sikap kekanak-kanakan: selalu campur atas urusan orang lain, tidak bisa membedakan antara 'keinginan' dan 'kebutuhan'; menangis kalau keinginan tidak terpenuhi dengan caranya sendiri dan waktu yang ditetapkan sendiri".

Lihatlah peristiwa dalam video di atas. Yang ulangtahun sebenarnya adalah Dorothy Christi Lois. Ketika itu, baru tiga bulan di Singapura pada 30 September 2006. Belum tahu di mana mencari lilin. Jadilah lilin raksasa ini dengan menempelkan kertas bertuliskan angka 6 pertanda ultah ke-6.

Ada masalah serius. William merasa dirinya yang berulangtahun. Ketika lilin ditiup oleh kakaknya, William protes dan menangis. Diambillah 'win-win solution'. Lilin akan dinyalakan kembali dan yang akan meniup adalah William. Masalahnya, korek api tidak ada. Ibunya mengambil secarik kertas bekas dan mengambil api dari kompor. Sayang, apinya sudah tewas dalam perjalanan dari dapur sebelum menjangkau lilin. Kali ini justru lilin yang bertemu dengan kompor di dapur. Akhirnya lilin menyala juga. Jadilah William meniup lilinnya.

Apa yang William ambil dan santap dari bawah lilin? Entahlah.....

Saturday, April 4, 2009

R E A K S I


REFLEKSI SENIN KE-15, 2009: 6/4

Jangan relakan diri Anda menjadi mangsa dari keadaan dunia sekitar, jadilah tuan atas situasi (S.I. McMillen)

Ingat “prinsip 90/10” dari Stephen Covey? Prinsip ini mau mengatakan bahwa 10% adalah apa yang terjadi dalam hidup kita dan 90% adalah keputusan kita bagaimana bereaksi atau menyikapi. Kita tidak dapat mengontrol yang 10% --apa yang terjadi kepada kita. Kita tidak dapat menghentikan hujan. Kita tidak bisa berbuat apa-apa pada tetangga yang ribut berteriak-teriak, kita tidak dapat menghentikan mesin cuci, sterika, kompor gas dari kerusakan, kita tidak dapat mengontrol lampu merah di jalan raya. Kita tidak punya kuasa menghindari PHK. Berbeda dengan yang 90% lagi. Kita yang menentukannya: melalui reaksi kita.

Celakanya, ada orang yang reaksi negatifnya sudah otomatis untuk setiap kenyataan yang dihadapinya, tanpa pernah mengubahnya. Misalnya:

  • Anak menangis – reaksi: berteriak dan memukul
  • Majikan cerewet – reaksi: diam, wajah cemberut dan langsung sakit perut
  • Pengendara sepeda motor menyalip di jalan –reakasi: mengumpat
  • Orang yang dibenci muncul di layar TV –reaksi: taruh kaki di layar TV, persis di mulut orangnya.
  • Orang terlambat datang –reaksi: diam dan menunjukkan rasa sebal melalui raut wajah.
  • Jalan macet dan banyak berhenti di lampu merah –reaksi: ‘aahhhh’, sambil gelisah!
  • Hujan turun, --reaksi: mengatakan, ‘sial!
  • Guru matematika masuk ruang kelas –rekasi: mengutuki dalam hati dan langsung pusing kepala.

Meyer menyebutnya sebagai adiksi emosional: reaksi seseorang yang sudah terformat atau tidak berpikir lagi untuk merespon sesuatu. Sekiranya ‘otomatisasi reaksi’ ini bersifat positif, tentu masih ada harapan akan keadaan yang lebih baik. Misalnya:

  • Reaksi saat seorang anak menangis: “Ada yang bisa saya bantu?”
  • Reaksi kepada majikan yang cerewet: “Saya lebih tenang bekerja kalau ibu mengatakan sesuatu dengan ramah”.
  • Reaksi ketika pengendara sepeda motor menyalip di jalan: Mengatakan dalam hati “Semoga engkau selamat sampai di rumah”.
  • Reaksi ketika melihat seseorang muncul di layar TV yang perilaku dan janji-janjinya tidak kita sukai: mengatakan dalam hati, “Saya akan berusaha memperbaiki diri dan menepati janji”. Daripada marah dan menyalahkan orang, lebih baik membaharui komitmen pribadi.
  • Reaksi saat jalan macet dan banyak berhenti di lampu merah: tenang dan menggunakan waktu untuk ‘meditasi’ singkat.
  • Saat hujan turun tiba-tiba, “bersyukur atas pemberian Tuhan”.
  • Menyambut guru atau pengkotbah yang pengajarannya dan kata-katanya sulit kita mengerti, ‘lebih konsentrasi’.

Dengan reaksi seperti ini, Anda lebih menikmati kedamaian dan juga akan mampu membagikan keteduhan di mana pun Anda berada.

Dalam Amsal 15:1 dikatakan, “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah”. Firman Tuhan ini secara khusus berkaitan dengan ‘reaksi’ melalui kata-kata. Di sini dikontraskan reaksi yang ‘lemah lebut’ dengan yang ‘pedas’. Tidak sulit kita mengertinya. Kelemah-lembutan memang sangat penting dalam kehidupan ini. Jika seseorang mengatakan yang tidak mengenakkan atau yang mungkin melukai perasaan kita, itu masuk dalam yang 10%. Kita tidak dapat mengontrolnya, karena sudah terjadi. Yang paling penting adalah pilihan ‘reakasi’ kita. Apakah kita balik memaki dan menyakiti? Atau, kita diam tetapi mengutuki di dalam hati? Orang yang disakiti cenderung bereaksi dari luka hati mereka ketimbang bertindak sesuai dengan hikmat dan firman Tuhan. Kalau kita marah atau mengutuki, hari kita akan kelam sepanjang hari meski matahari bersinar terang. Kita akan murung sepanjang hari bahkan hingga terbawa tidur. Tidak ada gairah. Berjumpa dengan orang lain pun kita menjadi berbeda. Mereka kena imbasnya. Singkatnya, kita kehilangan sukacita.

Akan tetapi, jika kita menyikapi dengan pikiran jernih, hati damai dan kata-kata lembut, kita akan tetap menjalani hidup tanpa gangguan emosional. Kalaupun yang menyakiti kita tidak berubah, paling tidak kita tetap tenang dan bebas dari beban yang tidak perlu. Hal yang sama juga berlaku pada saat-saat menghadapi berbagai kesulitan atau hal-hal yang tidak kita inginkan dan tidak dapat kita kontrol. Tetapi ‘reaksi’ kita yang selalu bertolak dari hubungan yang baik dengan Tuhan akan memungkinkan kita tidak kehilangan kedamaian dan kegembiraan.








Wednesday, April 1, 2009

MENGHADAPI ORANG-ORANG SULIT

Untuk sementara, saya berharap Anda memikirkan masalah ini lebih dahulu. Terus terang saya masih bergumul dalam soal yang satu ini. Yang dimaksud dengan 'orang-orang sulit' pun saya belum begitu jelas. Saya memang sudah pernah mendengarnya. Bahkan, kalau tidak salah, ada buku khusus membahas masalah ini. Intinya, 'orang-orang sulit' merupakan sebuah label 'negatif', yang sulit dihadapi, sulit diajak bersepakat, sulit berubah, sulit dipercaya dan sebagainya.

Sekiranya Anda mempunyai pemikiran seputar masalah ini, atau Anda mengetahui sumber yang dapat digali untuk memahami dan mengatasi masalah ini, mohonlah kesediaan Anda memberi masukan. Sampai ketemu minggu depan.

===========
Hari ini, Rabu, 8 April 2009 'topik sulit' ini belum bisa saya masuki. Untunglah ada masukan dari Pdt Wissel Siregar dari Duri yang mengatakan seperti ini:

Judulnya saja menghadapi orang sulit. Karena itu menjelaskannya juga sangat sulit. Tidak mudah melakukan survey tentang topik ini karena menemui orang-orang seperti ini juga sangat sulit. Pokoknya serba sulit deh semuanya. Jadi daripada susah karena orang-orang ini lebih baik kita mengalah saja kepada orang sulit. Dan tidak usah memperpanjang lebar membicarakan mereka. Karena biasanya orang-orang sulit juga sangat mudah tersinggung.

Masih ada pendapat yang lain? Sambil menunggu pendapat Anda, cobalah pikirkan:
- Apa ciri-ciri orang sulit?
- Bagaimana menghadapi orang sulit?
- Jangan-jangan kita termasuk orang sulit!

ShoutMix chat widget