Wednesday, October 29, 2008

TEGUH MENGHADAPI MUSUH

Kita sudah biasa menerapkan ‘pemberian berbasalan setimpal’ dalam kehidupan sehari-hari. Kalau orang lain memberi hadiah ulang tahun kepada kita, kita merasa tidak enak kalau tidak memberi hadiah pada ulang tahunnya. Hadiahnya pun bisa saja diusahakan agar harganya kurang lebih sama. Kalau orang yang kita undang tidak menghadiri pesta kita, kita tidak merasa apa-apa kalau kita tidak menghadiri pestanya di kemudian hari. Bahkan, hal yang sama bisa merembes ke dalam kehidupan bergereja. Jika seseorang hadir pada saat PA di rumah kita, kita akan datang ke rumahnya pada saat PA berikutnya diadakan di rumahnya dan sebaliknya. Itulah ‘hukum pemberian berbalasan”. Itu pula yang sudah lama terjadi bahkan dihadapi oleh Yesus dalam pelayananNya.

Melihat kenyataan seperti itu, Yesus menantang pendengarnya dulu dan menyapa kita pada saat ini bahwa sikap demikian sebenarnya tidak ada istimewanya. Sebab, orang-orang berdosa pun melakukan hal yang sama. Kita dapat melihat lebih jelas (Luk. 6:32-36):
· Tidak ada istimewanya mengasihi orang yang mengasihi kita, karena orang berdosa pun berbuat demikian (ay 32)
· Tidak ada istimewanya berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, karena orang berdosa pun berbuat demikian (ay 33)
· Tidak ada istimewanya meminjamkan sesuatu kepada orang dengan berharap bahwa kita akan menerima sesuatu dari padanya, karena orang berdosa pun berbuat demikian (ay 34)

Sebagai pengikut Tuhan, kita seharusnya menunjukkan sesuatu yang lain, melampaui kebiasaan umat manusia. Dikatakan dalam ayat 35, “Tetapi kamu, kasihilah musuhmu......” Ini merupakan sesuatu yang sangat sulit dari dulu hingga hari ini. Buktinya? Orang yang mengasihi kita saja terkadang kita tidak sungguh-sungguh mengasihinya. Kita terkadang tergoda ‘memanfaatkan’ mereka, apalagi mengasihi musuh. Amat berat! Pada zaman Yesus, untuk mengatakan mengasihi musuh saja sangat sulit, apalagi melakukannya. Pada waktu itu, orang-orang menghendaki agar musuh-musuh mereka mendapat celaka. Kalau musuh mendapat celaka mereka mungkin berkata, “tahankan biar tahu rasa kau!” “Itu belum setimpal dengan kesalahanmu”. “Kok tidak mati saja dia sekalian!” dan sebaginya.

Bagaimana dengan sekarang? Pengalaman kita menunjukkan, bahwa apa yang terjadi pada zaman Yesus masih merupakan penyakit yang sama hingga hari ini. Itu sebabnya perang terjadi di mana-mana, dari perang urat saraf hingga perang dengan pedang dan senapan. Yesus dengan tegas mengamanatkan, “kasihilah musuhmu...” Amat berat, tetapi tugas panggilan kita adalah untuk menjadi berkat dan sahabat bagi semua orang. Kemauan dan kemampuan kita mengasihi musuh akan melahirkan perdamaian di dunia ini dan itu akan menjadi kemuliaan bagi Tuhan.

Sedikitnya ada tiga hal penting berkaitan dengan mengasihi musuh. Pertama, kebahagiaan untuk diri kita sendiri karena hati kita tidak diracuni oleh permusuhan. Orang yang menyimpan kebencian, sakit hati dan kemarahan tidak mungkin berbahagia. Kedua, menjadi kesaksian bagi orang lain yang dapat menolong mereka untuk bertobat dan berbalik bersahabat dengan kita. Dalam hal ini, mengabarkan Injil bukanlah terutama melalui pengajaran atau pemberitaan dengan kata-kata, melainkan pertama dan terutama melalui keteladanan hidup. Ketiga, Allah kita dimuliakan karena kita anak-anakNya hidup dalam perdamaian dan saling mengasihi. Lagipula, ketika kita bermurah hati kepada orang lain bahkan kepada musuh, sesungguhnya kita telah terlebih dahulu menerima kemurahan hati Allah (Luk. 6: 36). Artinya, kemurahan hati bukanlah dari diri kita sendiri tetapi kita terima dari Tuhan dan kita teruskan kepada orang lain.

Thursday, October 23, 2008

HATI-HATI DENGAN 'KESUKSESAN'


Seringkali orang kehilangan akal sehat ketika keinginan begitu membara di dada. Baru kemudian, sesudah nasi terlanjur menjadi bubur, muncullah perasaan tidak aman. Takut reputasi terpuruk jika perbuatan buruk tersingkap. Kita bisa belajar dari kasus Daud. Ia bekerja sebagai gembala sebelum menjadi raja. Melalui 2 Samuel 11 kita bisa tahu bahwa Daud sudah berada pada puncak ‘karir’. Sekarang hidupnya sukses. Ia juga terkenal. Ia tidak maju lagi berperang. Ia cukup memerintahkan para jenderalnya dan pasukannya maju berperang. Ia pun banyak waktu luang. Dalam ayat 1-2 dikatakan bahwa ia berjalan berkeliling istana dan saat itulah ia melihat Batsyeba dan akhirnya membawa dia jatuh ke dalam dosa. Ia jatuh ke dalam dosa sesudah ‘sukses’. (Hati-hatilah dengan kesuksesan dan kekuasaan duniawi! Dan tidak ada salahnya juga hati-hati terhadap orang yang sukses dan punya kuasa).

Ketika dosanya mulai tersingkap (karena Batsyeba mengandung), Daud mulai merasa tidak aman. Dosanya akan merusak reputasinya sebagai orang terhormat. Ia pun berusaha memoles diri dengan menutupinya melalui strategi yang terbilang amat ‘rapi’ walaupun amat rapuh.

Strategi 1
Uria disuruh pulang dari medan perang (ayat 6-11). Mengapa? Daud mau menciptakan kesan kepada orang bahwa kehamilan Batsyeba adalah hasil hubungannya dengan suaminya, Uria. Tetapi, Uria tidak pulang ke rumah, ia tinggal di istana. Mungkin ia merasa tugasnya lebih penting daripada urusan keluarga. Strategi pertama gagal.

Stategi 2
Daud membuat Uria mabuk dengan harapan, ia akan pulang menemui istrinya. Uria tidak pergi juga kepada istrinya (ayat 12-13). Strategi kedua gagal juga.

Strategi 3
Daud memasuki strategi kekejaman. Ia menyuruh Uria kembali ke medan perang dan berpesan agar ia ditempatkan pada barisan terdepan. Uria pun terbunuh. Daud merasa senang, tetapi Allah tidak senang. Sebab, perbuatan Daud jahat di mata Tuhan (ayat 27). Untuk sementara Daud merasa ‘aman’. Rasa aman yang semu. Ia dapat memoles dirinya seolah tidak bersalah apa-apa.

Rasa aman semu ini tidak bertahan lama. Tuhan mengutus nabi Natan menegur Daud. Tugas nabi Natan ini bukanlah pekerjaan mudah. Sebab, raja punya kuasa dan dapat dengan mudah membunuh Natan. Natan menyampaikan cerita tentang perlakuan tidak adil seorang kaya terhadap si miskin (2 Sam 12: 2-4). Mendengar itu Daud sangat marah dan berkata, “Demi Tuhan yang hidup: orang yang melakukan itu harus dihukum mati” (ayat 5). Kemudian, Natan berkata kepada Daud, “Engkaulah orang itu!”

Kita bisa bayangkan bagaimana Daud mendengar perkataan Natan itu. Mungkin rasanya seperti disambar petir. Dugaan Daud, apa yang dikatakan Natan adalah fakta yang terjadi di lingkungan kerajaannya, sehingga ia mengatakan bahwa pelakunya harus dibunuh. Hukuman kepada orang lain boleh berjalan, kesalahan sendiri boleh ditutupi! Ternyata, pelakunya adalah Daud sendiri. Tetapi akhirnya Daud mengaku, “Aku sudah berdosa kepada Tuhan.” (12:13). Ini adalah pengakuan yang bisa saja berat tetapi ia adalah bagaikan obat. Rasa aman yang sempurna hanya dapat kita peroleh dari kebaikan dan pengampunan Tuhan.

Mungkin ada pertanyaan yang mengemuka, “Bukankah Batsyeba juga bersalah? Mengapa ia tidak menjaga diri ketika mandi supaya tidak dilihat orang lain? Mengapa ia mau memenuhi keinginan Daud? Hal-hal senada sering muncul selama ini secara khusus untuk mengalihkan persoalan atau sedikitnya mengurangi rasa bersalah para pemerkosa. Memang perempuan juga perlu menjaga diri supapa tidak menimbulkan pencobaan kepada laki-laki.Tetapi, dalam kasus Daud, inti masalahnya adalah penyalahgunaan kekuasaan. Daud harus bertanggungjawab atas dosanya. Dan ternyata, Daud sendiri tidak melempar kesalahan. Ia sadar atas dosanya.

Ketika kita jatuh ke dalam dosa, yang bentuknya bisa saja beragam mulai dari yang amat halus seperti kecemburuan dan iri hati, hingga yang amat kentara seperti pembalasan dendam dan sebagainya, kita mesti mengatasinya dengan sikap kristiani. Ketika kita terjatuh memperlakukan orang secara tidak adil dalam pikiran, kata dan perbuatan, kita tidak akan merasa aman jika kita terus berusaha dengan strategi-strategi licik untuk menutupi kelemahan kita bahkan hingga mengorbankan orang lain. Ketika kita jatuh, Tuhan terbuka menerima kita kembali jika kita dengan tulus mengaku dosa dan pengampunan Tuhan mendorong serta menguatkan kita untuk hidup lebih berkenan kepada-Nya.

Monday, October 20, 2008

NATAL: KEMBALI KE MAKNA AWAL


Domba-domba lebih memahami peristiwa Natal pertama ketimbang para imam di Yerusalem. Hal yang sama juga terjadi sekarang.
(Thomas Merton)
********************
Perayaan Natal membakar semangat konsumerisme. Jajaran produksi dan pusat-pusat perbelanjaan sedang menanti tibanya saat Natal. Mereka berusaha menjual lebih banyak dan meraup untung lebih banyak pada Natal tahun ini dibanding tahun lalu. Natal menyuburkan konsumerisme dan konsumersime mengakibatkan pemanasan global

DI MANA KITA BERADA?

Perayaan natal di Indonesia barangkali memiliki kekhususan dibandingkan dengan yang terjadi di negara lain di dunia ini. Misalnya, natal sudah dirayakan sejak awal bulan Desember yang sebenarnya masih masa minggu-minggu Advent. Bagi orang Kristen Batak, mungkin banyak di antara mereka yang mengikuti ibadah natal lebih dari sepuluh kali mulai natal kumpulan marga, kantor atau lingkungan kerja, lingkungan domisili, dan di gereja mulai natal anak-anak sekolah Minggu sampai perayaan natal tanggal 26 Desember. Karena banyaknya, bahkan ada yang merayakannya pagi atau siang hari. Di sini nyanyian ‘malam kudus’ atau dalam bahasa Batak Sonang ni bornginna i juga dinyanyikan sambil mematikan lampu dan menyalakan lilin tetapi tetap terang benderang karena di siang bolong.

Di samping itu, tidak rahasia lagi bahwa bagi sebagian orang perayaan natal tidak bisa dipisahkan dengan menu istimewa. Itu sebabnya ada yang meplesetkannya dalam bahasa Batak, yang inti dalam natal adalah sukacita karena tubu Tuhanta (kelahiran Tuhan) menjadi tu butuhanta (urusan perut). Bagi sebagian orang, Natal tidak lengkap tanpa binda (potong-memotong ternak secara bersama). Kenyataan-kenyataan demikian dapat mengakibatkan perayaan natal hanya menyisakan sedikitnya empat hal yang tidak perlu, yakni:

(1) Sampah, baik sisa dan bungkus makanan maupun bahan dekorasi. Sisa-sisa ini menambah pekerjaan petugas kebersihan kota dan (terutama) menambah kehancuran alam semesta.

(2) Penyakit. Sebab, sejak masa latihan dan perayaan yang begitu banyak diikuti bisa membuat tubuh menjadi lelah, masuk angin (apalagi karena Desember umumnya musim hujan), dan kelebihan kolestrol. Belum lagi, bagi sebagian ibu-ibu yang karena lama menunggu di salon terpaksa malam harinya tidur telungkup supaya riasan rambutnya tidak rusak dan bisa dipakai untuk perayaan natal yang lain besok harinya. Maklumlah, di samping agak mahal biayanya juga terlalu lama menunggu di salon. Kalau tiga malam telungkup, apa tidak menyebabkan penyakit? Ada pula kaum perempuan yang mengubah rambutnya. Yang keriting diluruskan alias direbonding (untuk itu butuh lima jam). Yang rambutnya lurus dikeritingkan. Yang ubanan dicat atau disemir hitam. Yang hitam diubah menjadi warna abu-abu atau merah jambu bahkan ada juga yang berbelang-belang. Agak repot memang.

(3) Hutang.

Baik hutang Panitia yang mungkin tidak berhasil mengumpulkan dana yang dibutuhkan, maupun hutang keluarga-keluarga karena pengeluarannya yang membengkak. Saya mengamati bahwa Dinas Pegadaian di beberapa tempat lebih ramai dikunjungi orang pada bulan Desember. Banyak orang menggadaikan barang-barangnya untuk biaya yang berkaitan dengan perayaan natal. Sebenarnya tidak ada hubungan perayaan natal dengan kursi atau gordin jendela baru. Tetapi bagi sebagian orang, saat natal merupakan waktu untuk membeli semua itu. Tidak salah memang, asal jangan sampai orang Kristen kehilangan sukacita dan damai pada saat perayaan ini, hanya karena faktor-faktor lahiriah.

(4) Perselisihan.

Mengapa? Orang yang lelah biasanya gampang tersinggung dan marah. Perselisihan bisa terjadi di dalam tubuh kepanitiaan Natal, di tengah keluarga dan lain-lain. Amat menyedihkan jika hal-hal inilah yang tersisa, sehingga inti natal sebagai’ sukacita dan damai sejahtera’ menjadi sirna. Agar perayaan natal yang kita lakukan sungguh-sungguh menjadi kemuliaan Tuhan dan sukacita serta damai sejahtera bagi kita, kita perlu berpaling sejenak pada sejarah natal, bagaimana perayaan gerejawi seharusnya dilakukan, dan bagaimana merayakan natal yang bermakna.

SEJARAH PERAYAAN NATAL

1. Tradisi Timur

Perayaan natal pertama dirayakan di Mesir (abad ke-3) dan menyusul di Galilea (tahun 360). Keduanya merayakannya pada tanggal 6 Januari. Ketika itu, pada tanggal yang sama masyarakat sekitar merayakan hari lahir Aion, dewa Yunani yang mewakili ‘waktu yang kekal’. Penekanan makna natal ketika itu ialah “kelahiran yang kekal dari Logos (Bahasa Yunani yang artinya "Firman yang menjadi manusia"). Kemudian, menyusul lagi dirayakan di Konstantinopel (379), Antiokia (386), dan Yerusalem (abad ke-6 atau ke-7). Penekanan perayaan natal pada waktu itu ialah Kelahiran historis Yesus dalam kandang domba. Jadi, 'kesederhanaan' sangat penting dalam hal ini.

2. Tradisi Barat

Di Barat, Natal pertama sekali dirayakan di Roma (akhir abad ke-4), yang dirayakan pada 25 Desember. Pada waktu yang sama juga ada perayaan non-kristen yaitu Pesta Sol Invictus, perayaan kelahiran ‘Dewa matahari yang tidak terkalah-kan’. Penekanan perayaan Natal ketika itu ialah Kelahiran historis Yesus dalam kandang domba. Menghubungkannya dengan 'kandang domba' seperti tradisi Timur juga menekankan unsur 'kesederhanaan'.

MAKNA AWAL PERAYAAN NATAL

Pada awalnya, perayaan natal dirayakan sedikitnya berkaitan dengan tiga hal penting sebagai berikut.

(1) Sarana Kesaksian

Seperti sudah disinggung, pada mulanya perayaan natal berlangsung bersamaan waktunya dengan perayaan non-Kristen Dengan demikian perayaan natal berperan sebagai sarana kesaksian kepada dunia tentang kebenaran sejarah kelahiran Yesus Kristus ke dunia ini, sekaligus mengajak mereka yang belum percaya dalam persekutuan Kristen. Sebab, Yesus yang lahir itu adalah Juruselamat dunia.

(2) Peristiwa Liturgis

Perayaan natal tersebut menekankan peranan ibadah dan penghayatan pentingnya kedatangan Tuhan. Hal ini mengacu pada suasana seperti dalam Injil Lukas: (1) dunia dengan egoismenya; (2) Kesederhanaan kandang domba; (3) Gerak hidup yang dipimpin oleh terang cahaya bintang, yang menekankan pimpinan Tuhan dalam kehidupan.

(3) Sarana Penggembalaan

Perayaan natal dimaksudkan agar warga jemaat tidak campur atau terlibat dalam perayaan yang dilaksanakan oleh orang-orang non-Kristen. Orang Kristen merayakan suatu peristiwa yang jauh lebih besar dari perayaan-perayaan non-Kristen. Mereka merayakan natal di gereja. (Ironisnya, sekarang ini yang lebih merayakan Natal justru 'pasar' atau yang berkaitan dengan bisnis.)

PERAYAAN NATAL YANG BERMAKNA

Menurut Konfesi Augsburg (pengakuan Iman Lutheran), pasal XV, perayaan gerejawi yang dapat dipelihara adalah: · Yang dapat dilaksanakan tanpa berdosa · Yang menciptakan damai dan ketertiban dalam gereja · Bukan alat demi keselamatan · Bukan mengambil hati Allah untuk memperoleh anugerah Bertolak dari makna natal sebagaimana dalam awal sejarahnya dan makna perayaan gerejawi (termasuk perayaan natal) sebagaimana disebut dalam Konfesi Augsburg tadi, berikut ini ada beberapa hal yang menurut hemat saya perlu sungguh-sungguh mendapat perhatian kita, yakni:

1. Hendaknyalah perayaan natal dilakukan sejak 24 Desember dan bisa dilanjutkan hingga minggu pertama Januari. Jika perayaan dilakukan sebelum natal, alangkah baiknya kalau yang dirayakan adalah ‘perayaan penyambutan natal’ atau perayaan ‘Advent’.

2. Yang menjadi penekanan adalah ibadah, perenunungan, kesederhanaan dan aksi konkret, tidak terutama kemeriahan fisik dan ‘pesta makan’. Secara khusus jemaat-jemaat yang menerima berkat lebih banyak, perayaan natal inilah kesempatan membantu saudara-saudara kita yang berkekurangan. Pengeluaran perayaan natal ribuan dollar atau jutaan rupiah hanya untuk diri sendiri (makan, hadiah, dekorasi dsb) sudah menyimpang dari hakekat perayaan natal. Kita perlu mendidik anak-anak untuk ‘memberi’ pada masa natal, bukan hanya menerima hadiah-hadiah.

3. Acara perayaan hendaknya disusun sedemikian rupa, bukan menjadi ajang pamer diri tetapi mengajak semua peserta ibadah merenungkaan makna natal. Tidak terlalu panjang atau bertele-tele, sehingga tidak ada lagi perhatian yang tersisa untuk mendengarkan kotbah atau pemberitaan firman.

4. Toko-toko dan pusat-pusat perbelanjaan di beberapa kota di dunia sudah sibuk dengan berbagai 'simbol-simbolnya' sendiri untuk menarik minat konsumer. Mereka seolah satu bahasa mengatakan "inilah jalan menuju kebahagiaan masa natal: beli....beli.....beli...." . Lebih baik mendekorasi hati kita (dengan kegembiraan, bebas polusi amarah dan kebencian); sinarnya akan lebih menerangi ketimbang ribuan watt lampu natal. Ciuman di kening suami/ istri dan anak-anak dengan ucapan tulus: 'aku sangat mengasihimu' lebih bermakna ketimbang 'hadiah-hadiah natal' semahal apa pun. Karena, sesungguhnya KASIH Allah itulah yang kita rayakan.

5. Kelahiran Yesus adalah dalam rangka ‘Imanuel’ (Allah beserta kita) dan demi damai sejahtera. Karenanya, perayaan natal kiranya menolong kita semua menghayati kasihNya yang begitu besar dan kita sungguh-sungguh memiliki ‘damai sejahtera’ jauh dari ketegangan apalagi perselisihan pada masa-masa perayaan Natal dan selama hidup kita.

6. Khusus untuk tahun 2008 ini hendaknya gereja-gereja mengacu pada Tema Natal Bersama KWI dan PGI 2008 yakni: “Hiduplah Dalam Perdamaian dengan Semua Orang" (Bdk. Roma 12:18). Meski tema ini dimaksudkan mengarah pada pengembangan sikap inklusif dan antikekerasan khususnya dalam menghadapi Pemilu 2009, orang-orang Kristen Indonesia dapat menghubungkannya secara khusus dalam kehidupan bergereja.

Saturday, October 18, 2008

BERKAT, MUJIZAT DAN RAHMAT

Refleksi 44 Tahun Victor Tinambunan
Menurut informasi yang saya terima, saya lahir 44 tahun yang lalu, persisnya pada hari Minggu tanggal 18 Oktober 1964. Saya tidak tahu perisnya bagaimana dan kapan saya lahir. Maklum, saya belum ‘berpikir’ pada saat itu. Ada pula yang mengatakan saya lahir tanggal 18 Nopember 1964 seperti tertera pada semua dokumen-dokumen resmi seperti Ijazah, KTP, dan Paspor. Tetapi saya lebih percaya pada ibu saya yang mengatakan kelahiran saya 18 Oktober. Waktu itu memang tanggal lahir tidak terlalu penting di desa kelahiran saya, yang lebih penting adalah anak yang lahir itu. Belakangan saya tahu, ayah saya mengubahnya menjadi tanggal 18 Nopember sebagai ‘tempat persembunyiannya’. Maksudnya? Ayah saya bekerja sebagai guru agama di Sibolga ketika saya lahir. Dia permisi pulang (yang waktu itu membutuhkan perjalanan panjang) dengan alasan untuk berada bersama keluarga menanti kelahiran saya. Setelah saya lahir, mestinya dia harus kembali ke Sibolga. Tetapi, dia masih memperpanjang liburnya lebih dari satu bulan lagi. Dengan melaporkan kelahiran saya 18 Nopember, keterlambatannya masuk kerja dapat dimaklumi. Jadi, proses pergantian tanggal lahir ini bukan masuk dalam rangkaian mujizat, tetapi sebuat siasat, yang menurut saya sebuah kesalahan. Tapi, tidak ada gunanya lagi membahasnya, ayah saya sudah pensiun dan tidak akan pernah berbohong lagi dalam hal yang sama karena ibu saya sudah 68 tahun dan menurut perhitungan manusia tidak akan melahirkan anak lagi.

Saya percaya bahwa kelahiran dan kehadiran seseorang ke dunia ini, bukanlah secara kebetulan. Allah pasti mempunyai rencana yang baik bagi anak-anakNya. Tempat dan keadaan kelahiran kita berbeda-beda. Pola asuh kita berbeda. Pengalaman hidup kita berbeda. Tetapi ada satu hal yang sama: kita menerima kehidupan dari Tuhan sang Pemberi kehidupan.

Untuk menggambarkan perjalanan hidup saya, ketiga kata 'berkat', ‘mujizat’ dan ‘rahamat’ menggambarkan semuanya.

1. Tenaga Kerja Bayi

Ketika saya masih dalam kandungan, saya sudah bekerja di sawah. Memang tidak memegang cangkul, tetapi saya ikut terjun ke sawah. Saya berada di rahim ibu saya ketika dia bekerja di sawah saat saya dalam kandungannya. Ibu saya juga berkisah, ia amat bergumul karena beratnya kehidupan yang ia hadapi. Ia terpisah dengan ayah saya. Ia harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan setiap hari. Apakah ia pernah ke bidan memeriksa kandungannya? Sama sekali tidak. Ia hanya menunggu belas kasihan Tuhan. Apakah ia melahirkan dengan bantuan perawat atau bidan? Sama sekali tidak. Saya lahir di balik pintu rumah. Ini adalah mujizat.

2. Gizi Kelinci

Masih di kandungan saja sudah bekerja, apalagi sesudah bisa berjalan. Saya sangat cepat ‘dijadikan dewasa’. Usia 6 tahun sudah harus ikut bekerja di ladang, untuk menjaga padi agar tidak dilahap burung pipit. Bagaimana dengan giji? Menurut teori ahli gizi sekarang, yang saya konsumsi tidak layaknya manusia. Menu sudah dibakukan: pagi dengan singkong, nasi, ikan asin; siang: singkong, daun singkong, ikan asin dan nasi, malam ikan asin, nasi dan singkong dan daunnya. Kekecualian makan daging ayam dalam dua kemungkinan (1) Kalau ada anggota keluarga yang sakit; (2) Kalau ayam itu sendiri yang sakit, sayang dibuang. Bagaimana bisa bertahan hidup dengan pola makan seperti itu? Itu adalah ‘mujizat’ juga.

3. Kekerasan Berlapis

Ayah saya seorang yang memiliki temperamen yang cepat memanas. Ia tidak saja keras, tetapi terkadang kasar dan bahkan ada kalanya kejam kepada anak-anaknya, baik melalui kata-kata maupun dengan pukulan telaknya. Ia tidak sungkan memukul dengan begitu keras anaknya yang masih kecil, termasuk saya sendiri. Padahal, ia sangat tekun berdoa dan membaca Alkitab. Setiap malam kami berdoa sebelum makan dan berdoa, bernyanyi dan membaca Alkitab setiap malam. Lama sekali perbuatannya membekas dalam hati saya. Baru empat tahun lalu saya memutus rantai kebencian saya kepadanya dan syukur kepada Tuhan hubungan kami jauh lebih hangat saat ini. Mengapa ayah saya kasar dan terkadang melampaui batas memukul anaknya padahal ia rajin berdoa dan membaca Alkitab? Sekiranya ia tidak rajin berdoa dan membaca Alkitab, mungkin saja dia kalap dan membunuh saya waktu kecil. Berpikir seperti ini lebih tepat dan menyembuhkan. Lagi pula, ayah saya memiliki banyak kebaikan. Fokus pada kebaikan Tuhan melalui hidupnya dan bukan pada kekurangannya merupakan sikap kristiani yang selayaknya.

Di samping kekerasan di dalam keluarga, beberapa kali saya kurang beruntung dari sebagian guru saya mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Hari pertama saya di kelas satu SD, guru memukul kening saya (akhirnya saya berhenti sekolah dan baru melanjutkannya satu tahun kemudian, sesudah berusia 7 tahun). Di kelas 1 SMP guru biologi dengan keras membenturkan kepala saya ke papan tulis karena saya mengetik sendiri lembaran kerja, tidak membeli dari guru ybs. Di SMA guru fisika dengan keras menendang saya dari belakang karena saya memijak tanaman.

Yang lebih mengherankan, di gereja juga saya pernah dilibas oleh dirijen koor. Rumah, sekolah, gereja menjadi arena kekerasan. Itulah yang terjadi jika yang terpenting dalam koor adalah performance (penampilan), menarik perhatian orang bukan terutama pujian untuk Tuhan. Apalah artinya koor mengguncang panggung dan mengundang terpuk tangan riuh tetapi mengerdilkan iman?

Membaca kisah-kisah penjahat yang meringkuk di penjara-penjara Barat, hampir semuanya mereka adalah orang-orang yang mendapat tindak kekerasan di tengah keluarga. Kalau fakta ini dapat menjadi patokan, saya sebenarnya lebih berpotensi menjadi penjahat ulung. Sebab, saya tidak saja menerima kekerasan di rumah tetapi juga di sekolah dan –celakanya—di gereja pula. Tapi inilah saya, dengan segala keberadaan yang disertai keterbatasan dan kelemahan, walaupun agaknya tidak masuk dalam kategori penjahat ulung. Saya tidak melihat keadaan saya sekarang sebagai prestasi saya, tetapi kembali ke ‘mujizat’ yang datangnya dari Tuhan.

4. Tangan Tuhan

Sedikitnya ada tiga peristiwa yang secara khusus mengingatkan saya akan pertolongan Tuhan yang datang tepat waktu melepaskan saya dari maut. Pertama, saya pernah hampir hanyut terbawa arus sungai besar, yang dalam hitungan detik sudah mendekati air terjun. Seorang teman berhasil meraih tangan saya dan selamat. Sampai hari ini, saya tidak mengetahui di mana teman saya ini berada. Dia adalah tangan Tuhan menyelamatkan saya. Kedua, saya pernah mengalami kecelakaan lalulintas. Kabaikan hati supir dan kernet bus yang kebetulan lewatlah yang membawa saya ke rumah sakit. Sampai hari ini saya tidak pernah tahu siapa mereka yang menolong saya. Mereka adalah tangan Tuhan menyelamatkan saya. Ketiga, sudah selama 38 tahun saya lebih lama tidak fit secara fisik. Ketika berusia 6 tahun saya pernah jatuh dan bagian belakang saya membentur pada sebatang kayu. Tidak jelas, apakah rasa sakit yang saya tanggung berawal dari situ, tetapi hingga hari ini saya lebih lama menanggung rasa sakit. Tetapi, saya lebih fokus pada Tuhan dan apa yang bisa saya lakukan dalam hidup ini, sehingga meskipun rasa sakit ada, saya tidak menderita.

5. Pelayanan

Setelah menyelesaikan studi teologi 1989, saya menjalani masa vicar selama dua tahun (di Kantor Pusat HKBP Tarutung, di Kantor HKBP Distrik Medn Aceh dan di HKBP Ressort Sei Agul Medan). 26 Desember 1991 saya menerima tahbisan pendeta. Bukan karena saya layak, tetapi karena dilayakkan. Di sini rahmat Tuhanlah berkerja bukan karena talenta dan bakat saya hebat. Saya diutus melayani sebagai Pendeta HKBP Ressort Sihorbo (1992-1994). Kemudian melanjutkan studi di Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta (1994-1996), The Lutheran Theological College at Philadelphia, USA (1996-1998). Tahun 1999-2001 menjadi dosen di STT HKBP Pematangsiantar. Selanjutnya menjadi dosen di STT BNKP Gunungsitoli atas kerjasama HKBP, VEM dan BNKP (2001-2005). Bulan Juni 2005 kembali menjadi dosen STT HKBP dan sejak 2006 mengikuti studi lanjut sampai sekarang.

Pilihan pada beberapa serpihan kepahitan dalam perjalanan hidup ini sengaja diangkat untuk mengkontraskannya dengan kebesaran dan pemeliharaan Tuhan:

Kehidupan ini adalah BERKAT dari Tuhan,
Peristiwa-peristiwa keseharian adalah MUJIZAT yang dikerjakan oleh Tuhan
Kesalahan, dosa dan ketidaklayakan dihapus oleh RAHMAT Tuhan.
.
Ijinkanlah saya menawarkan yang ini kepada Anda: jika Anda merasa kehidupan Anda berat, jangan tawar hati. Lihat dan rasakan tangan pemeliharaan Tuhan. Fokus pada Tuhan bukan pada beban hidup! Jika kehidupan Anda serba enak, jangan takabur dan lupa diri tetapi bersykurlah sambil memberi yang terbaik untuk Tuhan melalui pertolongan nyata kepada sesama.

Tuhan, terima kasih karana Engkau menciptakaan saya ke dunia ini. Saya percaya, segala rencanaMu indah dan baik. Kiranya hambaMu ini berjalan dalam rencanaMu dan pimpinanMu yang indah dan baik itu sebagai garam dan terang dunia, demi kemuliaanMu dan syalom bagi dunia. Amin.

Thursday, October 16, 2008

KETIKA ANDA DISALAH-MENGERTI


Pernahkan Anda disalahmenegerti? Jika ya, Anda adalah manusia 'normal'. Anda sebenarnya bermaksud 'ini' tetapi orang lain menangkapnya 'itu'. Keadaan bisa bertambah rumit ketika seseorang itu langsung bereaksi berdasarkan kesimpulannya yang keliru. Keadaan semakin rumit lagi ketika Anda berusaha mengklarifikasi tetapi malah semakin membawa Anda mendekati frustrasi.

Bagaimana rasanya disalahmengerti? Tergantung pada keadaan dan karakter kita. Yang jelas, disalahmengerti bukanlah perasaan yang menyenangkan. Kesalahpengertian bisa menguras tenaga, mengganggu tidur dan menghambat kreativitas, hingga memicu perselisihan. Karena itu, kita perlu mengetahui penyebabnya dan berusaha mengindarinya.

Penyebab

Di antara sekian kemungkinan penyebab kesalahpengertian, di sini dapat disebut tiga penyebab. Pertama, kesalahan pada si komunikator (pemberi pesan). Si komunikator salah mengirim ‘sinyal’. Niat hatinya baik, tetapi penyampaiannya kurang tepat. Si pemberi pesan mungkin tidak sepenuhnya memeperhatikan suasana dan cara penyampaian pesan.

Kedua, kesalahan si penerima pesan. Si penerima pesan menafsirkan pesan terutama berdasarkan suasana hatinya. Ia tidak berusaha memahami isi pesan berdasarkan sudut pandang si komunikator. Misalnya, ada orang yang menulis SMS atau email sangat singkat. Ada pula yang menuliskannya agak panjang disertai ungkapan salam, apresiasi, dan pesan yang lebih rinci. Bisa saja yang terbiasa dengan cara yang terakhir ini menganggap orang yang menulis SMS dan email yang singkat sebagai sesuatu yang kurang sopan. Padahal, si pengirim SMS dan email hanyalah mempertimbanagkan efisiensi waktu.

Ketiga, masalah media atau pembawa pesan. Informasi mengalami distorsi atau gangguan pada media atau pembawa pesan. Bayangkan Anda berada dalam kelompok beranggotakan duabelas orang. Bisikkan satu kalimat kepada satu orang dan ia membisikkannya kepada yang lain. Demikian seterusnya hingga pesan itu sampai kepada orang yang terakhir. Lihatlah hasilnya: orang yang ke-12 yang mendengar pesan itu bisa saja sudah mengatakan yang amat berbeda dari kalimat pertama atau aslinya. Pada awalnya kalimat yang disampaikan adalah: Saya dan istri saya pergi mengunjungi keluarga yang bertengkar. Di ujung sana, orang yang ke-12 menangkap pesan: Saya dan istri bertengkar, ia pergi ke keluarganya. Sekiranya diteruskan, maka orang yang kelimapuluh akan menangkap pesan "Keluarga istri saya yang bikin gara-gara sehingga saya dan istri selalu bertengkar."

Menyikapi salah pengertian

Yang paling penting adalah: periksa hubungan Anda. Jika hubungan Anda baik, tentu akan lebih mudah menjernihkannya. Anda tidak punya kendala untuk menemuinya dan tidak ada beban apa-apa untuk mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Dengan santai Anda dapat mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Saling pengertian amat mudah tercipta dalam keadaan seperti ini.

Berbeda dengan keadaan di mana hubungan Anda dengan seseorang itu kurang baik. Dalam keadaan seperti ini, biasanya penjelasan lebih lanjut tidak akan menolong banyak, malah bisa mengeruhkan suasana. Yang penting dalam situasi seperti ini bukan terutama klarifikasi isi pesan, tetapi mengusahakan rekonsiliasi. Hanya ketika hubungan Anda dengan yang salah mengerti terhadap Anda lebih baik, klarifikasi informasi dapat bermanfaat. Dalam keadaan seperti ini, ketika Anda disalahmengerti tenangkan diri Anda. Jangan terburu-buru balik bereaksi. Usahakanlah rekonsiliasi dengan mengambil prakarsa memulainya.

Di dalam semuanya itu, kita perlu senantiasa memohon pimpinan Tuhan dalam menyampaikan sesuatu agar terhindar dari kesalahan memberi pesan dan memohon pimpinan Tuhan bagimana bersikap bijaksana menyelesaikan masalah kesalahpengertian. Tuhan Yesus pun disalahmengerti banyak dari dulu hingga hari ini, tetapi Ia mengasihi semua dan setiap orang --termasuk yang salah mengerti akan Dia.

Saturday, October 11, 2008

LUTHERAN THEOLOGICAL STUDENTS IN SINGAPORE

From left: Victor Tinambunan (Indonesia), Paul Munthe (Indonesia), Bishop The Rt Rev John Tan, Rev. Lu Guan Hoe (LCS), Jimmy (Singapore), Fu Kiong (Singapore), Jennie (ELCA-USA)

It was a wonderful fellowship and unforgettable memory for some of the Lutheran Theological Students who gathering at the Head office of The Lutheran Church in Singapore on Saturday, 11 October 2008. We were so impressed with the hospitality of the LCS Bishop, The Rt Rev John Tan, and The Rev. Lu Guan Hoe (Chairman Education Committee-Lutheran Church in Singapore). The fellowship opened with Bible reading from Psalm, sing some songs followed by a word of prayer by Mr Jimmy, a MMin TTC student. Rev Hoe gave opportunity for Lutheran students to introduce themselves and to share their stories, struggling, hopes as well as their witnesses. The Rt Rev John Tan shared his ministry experiences and told a brief history of Lutheran Church in Singapore.
.
The meeting was followed by a very wonderful lunch in a restaurant with very delicious foods. Most of the foods were the first time I ever eat.

As a theological student, I would like to recommend for each of us to read an insightful book edited by Philip Duce and Daniel Strange, Keeping Your Balance. Approaching theological and religious studies (TTC Library catalog no: BV 4022.K44). I promise you, this excellent book will change your way in dealing with your studies. Find the book here http://ivpbooks.com/9780851114828 and if it is possible please order one for me:-)


Friday, October 10, 2008

ARAH MANA YANG AKAN KUTEMPUH?


Jalan menuju neraka begitu lebar dan arahnya pun jelas.

Berhentilah sejenak. Di jalan mana Anda sedang berada.

Pilih dan jalanilah jalan kehidupan,

bersama Tuhan yang tetap hidup dan bekerja hingga hari ini.





Monday, October 6, 2008

HATI-HATI DENGAN HATI


Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan,
karena dari situlah terpancar kehidupan.
(Amsal 4:23)

‘Hati’ adalah pemberian Tuhan yang amat berharga bagi kita anak-anak-Nya. Sebagai yang amat berharga, kita hendaknya menerima nasihat sehat sebagaimana tertulis dalam Amsal 4:23 di atas. Tidak bisa disangkal bahwa keadaan hati kita menentukan kehidupan kita. Betapa pun lihainya seseorang menyembunyikan isi hatinya, tetapi keadaan hati menentukan kata-kata, sikap, raut wajah dan tindakan manusia.

Yang menyejukkan hati kita adalah kenyataan bahwa kita ada di dalam hati Yesus. Injil Matius beberapa kali memperdengarkan kepada kita bahwa ‘hati Yesus tergerak oleh belas kasihan’ (Di antaranya lihat Matius 9:36; 14:14; 15:32; 20:34). Oh, alangkah meneguhkannya berita sukacita ini. Hidup Anda dan saya detik ini adalah bukti belas kasihan Tuhan yang mengalir dari hati-Nya”.

Dengan ‘hati’ yang mengenal dan mensyukuri belas kasihanNya itu pula, marilah kita memperhatikan sedikitnya lima hal berkaitan dengan ‘hati’ kita.

1. Dengan ‘ hati’ kita percaya kepada Tuhan. Dalam Roma 10:10 dikatakan, “Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.” Hal ini juga mengingatkan kita kepada perumpamaan Tuhan Yesus tentang jenis tanah yang ketiga tempat jatuhnya benih yang ditaburkan itu. “Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan” (Matius 13:19). Tuhan menghendaki hati kita bagaikan tanah yang baik, yang subur, tempat bertumbuh dan berbuahnya firman-Nya.

2. Hati: penggerak sikap dan tindakan. Pengajaran Tuhan Yesus sangat banyak berkaitan dengan hati. Perbuatan dosa juga berawal dari hati: “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.” (Matius 15:19). Pada kesempatan lain Yesus menegaskan: “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Matius 6:21). Jika Kerajaan Allah merupakan harta kita yang terutama, maka hati kita pun akan di sana. Dan jika hati kita berada dalam Kerajaan Allah, maka buahnya juga adalah keadaan Kerajaan Allah itu sendiri yakni kasih, sukacita sorgawi, kebenaran, keadilan, kemurahan dan segala sesuatu yang baik.

3. Peranan hati dalam hubungan dengan orang lain. Keadaan hati kita menentukan hubungan kita dengan orang lain. Hati yang dipenuhi oleh kemarahan, permusuhan, sakit hati, kebencian, kecemburuan, kecurigaan, kesombongan dan sebagainya akan secara serta merta merusak hubungan kita dengan orang lain. Itu sebabnya ditegaskan agar hati perlu dijaga (Amsal 4:23). Artinya, membuang segala sesuatu yang merusak yang tinggal di dalam hati itu sendiri. Membersihkannya bukan dengan pentungan atau tongkat pemukul, tetapi dengan menyambut Roh Tuhan berdiam di dalamnya. Menjaga hati berarti memberi ‘gizi’ yang sehat kepadanya seperti kelemah-lembutan, kedamaian, kejernihan, dan sukacita di dalam Tuhan. Kualitas-kualitas kehidupan seperti ini merupakan dasar yang kokoh dalam hubungan yang sehat dengan sesama manusia.

Dalam kaitan kerukunan kehidupan berjemaat Rasul Paulus menasihatkan, “Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana.....” (Roma 12:16). Sejarah perjalanan gereja telah menunjukkan betapa ketidaksehatian telah merobek persekutuan. Kini saatnya, gereja-gereja membutuhkan perubahan hati.

4. Kebugaran dan kesehatan tubuh. Amsal 14:3 dan 17:22 berkata, “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.” Berkaitan dengan itu, dalam Pengkhotbah 11:10 juga dikatakan, “Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu”. Para ahli kedokteran dan kejiwaan telah menemukan adanya hubungan langsung suasana hati manusia dengan kesehatan tubuh. Tidak berarti bahwa semua penyakit disebabkan oleh karena suasana hati. Yang jelas, susana hati yang damai, tenang dan sukacita memberi sumbangan yang tidak sedikit terhadap kesehatan jasmani atau kesegaran tubuh. Daripada menghabiskan uang untuk membayar dokter dan membeli obat lebih baik menjaga hati agar tetap jernih, bening, damai, dan bahagia.

5. Daya gerak atau semangat dalam melakukan tugas panggilan di dunia ini. Amsal 15:13 berkata, “Hati yang gembira membuat muka berseri-seri tetapi kepedihan hati mematahkan semangat.” Untuk meninggalkan kemuraman di wajah harus dimulai dari hati. Hal ini secara khusus amat bermanfaat dalam pekerjaan dan pelayanan kita. Secara fisik kita mungkin saja lelah dalam melakukan tugas-tugas yang diembankan kepada kita, tetapi dengan hati yang gembira kita tidak terutama memusatkan perhatian lagi kepada kelelahan itu sendiri, melainkan kepada apa yang bisa kita lakukan untuk kemuliaan Tuhan dan kebaikan bagi sesama manusia. Kita juga dapat hubungkan dengan masalah kepedulian dengan sesama yang menderita. Firman Tuhan berkata, “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?” (1 Yohanes 3:17). Kita bersyukur bahwa Tuhan tidak pernah menutup pintu hati-Nya kepada kita. Itulah kiranya mendorong kita untuk membuka hati bagi sesama.

Thursday, October 2, 2008

CUTI 10 MENIT

Apakah Anda sedang merasa penat dan merasa tidak berdaya? Mungkin Anda kelelahan karena beban kerja fisik. Mungkin enerji Anda terkuras deras oleh pikiran Anda: karena memikirkan masalah anak-anak, keluarga, tuntutan lingkungan pekerjaan, tagihan yang melampaui kemampuan, sikap orang yang tidak menyenangkan, perlakuan sesama yang tidak fair, cita-cita yang tidak tercapai, bingung ‘menempatkan’ uang Anda, atau apa saja yang membuat leher Anda tegang, nafas Anda tidak normal dan tidak alami, dan reaksi Anda tidak bersahabat dengan orang lain.

Hadiahilah diri Anda dengan ‘cuti’ sepuluh menit. Mungkin bukan kebutuhan Anda saat ini, tetapi bisa saja nanti, besok atau kapan saja. Cuti ini (1) Tidak perlu mengajukan permohonan ijin ke tempat kerja; (2) Tidak perlu mencari-cari tempat; (3) Tidak perlu mengemasi barang-barang; dan (4) Tidak perlu mengeluarkan biaya. Cuti ini Anda lakukan kini dan di sini. Isilah cuti itu dengan:

1. Percaya dan sadar bahwa Tuhan ada di sini. Ia melihat Anda. Ia mengetahui keadaan Anda (bahkan lebih baik mengetahuinya dari pada Anda sendiri). Ia menghendaki Anda bahagia dan bersukacita saat ini. Tidak perlu bertanya, “mana buktinya Allah di sini?” Hidup Anda detik ini sudah membuktikannya. Tidak ada kehidupan tanpa Allah.

2. Tariklah nafas anda dengan dalam dan keluarkan dengan perlahan. Anda boleh sambil mengatakan kata doa “Tuhan kasihanilah” pada saat menghirup dan mengeluarkan nafas. Katakan “Tuhan” sambil mengirup udara dalam-dalam dan katakan “kasihanilah” pada saat mengeluarkan udara melalui mulut secara perlahan. Bayangkan ketika Anda menghirup udara, Anda sedang menghirup pemberian Tuhan yang menyegarkan, menguatkan dan menyehatkan dan bayangkan ketika mengelurkan nafas Anda mengeluarkan yang berat, yang membuat ketegangan dan segala sesuatu yang tidak baik dari dalam tubuh. Ulangi tarik nafas ini 6-7 kali. Rilekskan otot-otot Anda.

3. Mungkin Anda lebih rileks dan segar sekarang. Itu adalah pemberian Tuhan. Selanjutnya, katakan dalam doa Anda: "Tuhan, inilah Aku anak-Mu, kuserahkan hidup dan pergumulanku kepadaMu”. Hidupilah doa Anda: berusaha sebaik-baiknya tanpa pernah memaksa diri. Jadilah lebih lembut terhadap diri Anda sendiri dan kepada orang lain. Kelemah-lembutan membuat kita kuat.

4. Jika Anda mengalami suatu penyakit, ini bukan menggantikan usaha pengobatan. Anda perlu menjalani pengobatan. Dokter dan paramedis adalah alat di tanagan Tuhan memberikan kesembuhan. Tetapi dengan cuti 10 menit ini, paling tidak pandangan Anda terhadap rasa sakit menjadi berbeda. “Rasa sakit” mungkin saja tetap ada tetapi Anda tidak “menderita” seperti sebelumnya. Penderitaan Anda berkurang meski rasa sakit tidak berkurang!

5. Ini bukan ‘mantra’ yang bersifat magis. Ini hanyalah wahana. Karenanya, jangan terikat kepadanya secara teknis. Anda bebas menemukan dan menciptakan cara yang tepat bagi Anda. Yang paling penting adalah: Allah tidak pernah meninggalkan Anda; jangan tinggalkan Dia.

SELAMAT MENIKMATI CUTI

ShoutMix chat widget