Tuesday, September 30, 2008

MENEBAS AKAR PERSELISIHAN DALAM JEMAAT




Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya,
apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!
(Mazmur 133:1)

Kebanyakan persoalan di dunia ini disebabkan oleh keinginan manusia menjadi 'orang penting'.
(T.S. Eliot)



Satu hal yang amat menyedihkan dalam kehidupan ini adalah semakin banyaknya perpecahan dan permusuhan yang terjadi mulai dari hubungan persahabatan perorangan, kehidupan keluarga, kehidupan masyarakat, bahkan (ironisnya) termasuk dalam kehidupan bergereja. Ada apa di balik semua ketidakrukunan dan perselisihan ini? Salah satu penyebab utama adalah: keegoisan manusia. Jadi, karena pada dasarnya kita manusia ini cenderung ‘mementingkan diri’, maka kita harus mendisplinkan diri dan mendidik diri kita sendiri dalam kebaikan terhadap orang lain. Rasa persaudaraan dan persahabatan yang sehat tidak berkembang secara alami. Ia harus dipupuk dengan sungguh-sungguh dan dirawat dengan hati-hati sama seperti memelihara tanaman.

Hidup rukun dengan orang lain, sebenarnya harus dimulai dengan ‘rukun terhadap diri sendiri’. Artinya, menerima diri sendiri sebagaimana Tuhan kehendaki; tidak benci diri dan tidak pula melebihkan diri. Pemazmur dengan indah mengatakan begini: “Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku“ (Mzm 131:2). Hanya ketika kita tenang dan damai dalam perlindungan Tuhan, kita dapat memberi ketenangan dan kedamaian kepada orang lain, sebagai bagian tidak terpisahkan dari kerukunan. Ketika hati kita dipenuhi oleh kebencian dan kepahitan, itu juga akan menular kepada sesama kita dan sekaligus menghancurkan kerukunan.

Berbicara tentang dampak buruk kebencian, kepahitan dan sakit hati, McMillen dengan sangat tepat mengatakan demikian:

Pada saat saya mulai membenci seseorang, saya menjadi budaknya. Saya tidak dapat menikmati pekerjaan saya lagi, sebab ia juga menguasai pikiran saya. Sakit hati saya menghasilkan begitu banyak ketegangan dalam tubuh saya dan saya menjadi sakit kepala sesudah bekerja beberapa jam saja. Pekerjaan yang tadinya saya nikmati berubah menjadi sesuatu yang membosankan dan melelahkan. Bahkan, hari libur atau waktu luang saja pun tidak lagi memberi ketenangan dan kesenangan kepada saya. Orang yang saya benci itu seolah-olah terus mengikuti atau ‘mengejar’ saya ke mana pun saya pergi. Saya tidak dapat lepas dari cengekeraman penjajahannya.

Sakit hati dan kepahitan yang tersembunyi telah menghancurkan kemampuan berbuat baik bahkan merusak kesehatan begitu banyak orang dari dulu hingga saat ini. Di tengah keadaan demikian, Yesus memanggil kita agar dalam segala situasi kita ‘menyangkal diri’, membuang kesombongan, membuang sakit hati dan mengusahakan perdamaian dengan semua orang. Memang ada kalanya kita seolah mengalami kebuntuan. Kita sudah berusaha dengan sebaik-baiknya untuk mewujudkan perdamaiaan dengan orang lain tetapi sesama kita mengeraskan hati dan sulit berdamai. Dalam situasi seperti itu kita jangan tawar hati dan menyerah. Jika kita sudah berusaha dengan sebaik-baiknya, selebihnya kita harus serahkan segalanya kepada Tuhan.

Ketidaksediaan orang lain mewujudkan kerukunan jangan sampai membawa kita terjerumus pada perangkap Iblis. Rasul Paulus menegaskan, bahwa kita perlu mengampuni “supaya Iblis jangan beroleh keuntungan atas kita” (2 Korintus 2:11). Dalam kaitan ini, Sigurd Bratlie dengan amat mengesankan pernah berkata, “Firman Tuhan menasihatkan agar kita tidak dikalahkan oleh kejahatan tetapi mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (Roma 12:21). Ketika seseorang memperlakukan kita secara tidak adil atau berbuat yang tidak baik kepada kita, ia sedang melayani dalam kerjaraan Setan. Jika kita membalas yang jahat dengan yang jahat dan tetap memelihara sakit hati atau tidak mau mengampuni, pada saat itu kita sudah mulai melayani kerajaan Setan juga”.

Betapa bodohnya kita jika kita mau dipekerjakan dalam kerajaan Setan oleh karena perbuatan buruk orang lain. Baiklah kita ingat bahwa pada saat orang banyak mengutuk dan mengolok-olok Yesus di kayu salib, mereka sedang melayani Setan. Tetapi Yesus melayani Bapa, sehingga Ia dapat berdoa, “Bapa, ampunilah mereka”. Jadi, ketika kita berhadapan dengan orang yang tidak bersedia mewujudkan kerukunan, itu tidak berarti bahwa “karena kita benar maka sikap pahit kita kepada orang lain adalah benar juga.” Yang sangat perlu kita pikirkan adalah: siapa yang akan kita layani: Setan atau Allah. Layanilah Allah.

Kita amat sering dalam keadaan bahaya pada saat-saat di mana kita tahu bahwa kita benar dan pihak lain salah. Sebab, dalam situasi-situasi seperti itu kita dapat dengan mudah membenarkan diri a la Farisi (yang menganggap diri paling benar sambil menghakimi orang lain). Mungkin saja kita benar dalam hal permasalahan yang sedang mengemuka, tetapi salah dalam bersikap –melayani kerajaan Setan ketimbang kerajaan Tuhan-- dengan kesombongan bukan dengan kerendahan hati.

Perlu ditegaskan bahwa demi memelihara kerukunan bukanlah terutama menyangkut faktor lahiriah di mana orang saling berbasa-basi dalam menyapa satu-sama lain. Itu adalah 'kerukunan semu. Kerukunan kristiani adalah kerukunan yang dilandasi kebenaran. Kerukunan semu terjadi ketika kita hanya mengandalkan 'pendekatan psikologis' untuk menyenangkan (ego) orang sambil mengorbankan kebenaran. Dalam kekristenan, jika harus memilih antara 'kerukunan semu' dengan 'kebenaran', kita harus tegas memilih 'kebenaran', yang bisa saja mengandung konflik. Artinya, ada kalanya kita harus mengorbankan ‘kerukukan' jika kerukunan sudah tergelincir pada kerajaan Setan. Sebab dalam kerajaan setan pun ada juga ‘persahabatan’, yakni: persahabatan yang siap membabat bukan menjadi berkat.

Dalam persekutuan Gereja, mengapa perselisihan terjadi? Kata-kata Zac Poonen berikut ini kiranya boleh mengubah hidup kita:

Satu hal yang pasti, karena ‘keakuan’ masih bertahta dalam hidup kita. Kita menganggap diri kita begitu penting dan kita merasa bahwa orang lain harus menghargai kita dan selalu meminta pendapat atau nasihat kita. Kita merasa bahwa yang lain harus berperilaku dan berbuat sebagaimana kita inginkan. Kita mengharapkan orang lain bersikap baik, berhati-hati kepada kita, memperhitungkan jasa atau prestasi kita dan memuji kita. Perasaan-perasaan dan harapan-harapan seperti itu adalah bukti nyata bahwa kita tidak memahami dan menghidupi salib. Hidup kita sepenuhnya berpusat pada diri kita dan masih didominasi oleh pementingan diri.

Persekutuan Kristen yang benar tidak akan pernah dialami di antara orang percaya jika kasih salib itu tidak dijadikan sebagai dasar sikap dan perbuatan dalam hubungan mereka. ‘Persekutuan’ apa pun yang ada di dalam gereja yang terpisah dari kasih salib itu, yang ada hanyalah paguyuban sosial dan bukan persekutuan tubuh Kristus yang benar. Paguyuban sosial seperti itu juga dapat kita temukan dalam klub-klub duniawi juga. Sedihnya, banyak jemaat-jemaat dan kelompok-kelompok Kristen yang tidak lebih baik dari klub-klub duniawi.

Hidup dalam dan dengan kasih salib mewujud melalui kehidupan yang berpusat pada Kristus, kehidupan yang menyangkal diri (membuang kesombongan dan pementingan diri sendiri). Dalam kaitan dengan gembala atau pemimpin jemaat dengan anggota jemaat, secara konkret dapat disebutkan dua hal. Pertama, para pelayan gereja hendaknya tidak terutama menggunakan pendekatan psikologis kepada warga jemaatnya hanya untuk sama-sama menyenangkan. Misalnya, pelayan gereja memberi tugas memainkan musik dalam ibadah kepada orang yang sebenarnya kurang mampu memainkan musik dengan baik, padahal ada orang yang benar-benar mampu memainkan musik dengan baik. Janganlah seorang gembala atau pimpinan jemaat memberi tugas pelayanan ini hanya untuk 'mengambil hati' warga jemaat dengan mengorbankan ibadah. Contoh lain, memberi tugas berkhotbah atau memimpin kelompok Pemahaman Alkitab atau tugas pelayanan lain tertentu kepada warga jemaat hanya untuk 'mengambil hati'. Janganlah kita korbankan kehidupan bergereja hanya untuk menjalin persahabatan semu. Sebelum mendelegasikan tugas kepada warga jemaat, berilah waktu sejenak menjawab pertanyaan, "apakah pendelegasian tugas ini suara Tuhan dan demi pelayanan itu sendiri, atau untuk kepentingan diri sendiri (mengalihkan tanggung jawab, supaya yang ditugasi ini menjadi 'kawan' --bukan lawan, dan sebagainya). Gembala atau pelayan jemaat perlu melakukan 'motivation check-up'.

Kedua, semua warga jemaat hendaknya melaksanakan tugas panggilannya di dalam kehidupan bergereja sesuai dengan talenta, milik dan keberadaannya dalam keteraturan. Ya, 'dalam keteratuan'. Artinya, setiap gereja memiliki tradisi dan tata gereja masing-masing. Pelayanan ini bukanlah sekadar sarana menyalurkan hobbi atau bakat atau menampilkan diri melainkan pelayanan untuk kemuliaan Tuhan dan damai sejahtera di bumi. Ketika kita diminta untuk melakukan tugas tertentu oleh pihak gereja, beri waktu Anda bertanya 'ke dalam', apakah itu suruhan Tuhan atau hanyalah sekadar 'alat' memanfaatkan Anda untuk kepentingan yang amat dangkal.

Untuk itulah kita perlu merelakan hati kita didiami oleh Roh Tuhan, agar Ia bertahta di sana. Roh itu jugalah yang menuntun kita untuk bersikap, berkata, bertindak, menggantikan apa yang mungkin sudah kita format (terformat tanpa sadar) dan secara otomatis keluar dari dalam diri kita tanpa pertimbangan apakah itu membuahkan kebaikan atau justru menghancurkan. Sesungguhnya, Roh Tuhan senantiasa siap sedia berdiam dalam diri kita. Kini saatnya, kita sambut kehadiran-Nya. Ia sanggup mengubah hidup kita untuk kebaikan kita sendiri, jemaat dan dunia ini. Tuhan sendiri yang menebas akar keegoisan yang merasuk dan merusak kerukunan yang benar di dalam persekutuana jemaat; jika kita merelakan diri dipenuhi dan dipimpin oleh Roh Kudus.

Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung

Monday, September 29, 2008

MEMBUAT BAHAGIA TANPA MEMANJAKAN


Di bawah ini adalah ungkapan hati kami kepada putri kami Dorothy Christi Lois pada ulang tahunnya yang kedelapan. Semoga ada manfaatnya bagi Anda.
***************************
Christi yang baik,
Hari ini 30 September 2008, kami mengingat dan mensyukuri peristiwa yang amat bersejarah dalam hidup kami orangtuamu. Delapan tahun yang lalu, engkau lahir ke dunia ini, oleh kasih dan rahmat Tuhan. Ibumu mengandung engkau selama sembilan bulan. Dr. Silitonga adalah tangan Tuhan untuk membantu engkau lahir di Pematangsiantar.

Christi yang kami kasihi, engkau adalah anak kami, tetapi engkau bukanlah milik kami. Victor Tinambunan memang bapakmu dan Tima Warni adalah ibumu. Tetapi ada satu persamaan mendasar dalam diri kita, yakni: kita adalah sama-sama anak Allah. Kita sama-sama milik-Nya. Dia memelihara hidup kita sama seperti seorang ibu memelihara anaknya.

Dalam ulang tahunmu ini, kami tidak terutama mengingat bagaimana perilakumu yang lumayan banyak juga yang tidak menyenangkan orangtua. Semuanya itu bukan kesalahanmu saja, ada juga karena keterbatasan dan kelemahan orangtuamu. Ada kalanya kami terlalu menuntutmu bertingkah sebagaimana layaknya orang dewasa, padahal engkau masih anak-anak. Hari ini kami lebih memusatkan perhatian pada apa yang Tuhan anugerahakan dan bagaimana Ia dengan kasihNya yang besar terus menuntun engkau hingga hari ini. Mari kita jalani hari-hari pemberian Tuhan ke depan ini dengan lebih baik lagi dengan tetap bersandar pada pimpinan-Nya.

Jadilah dirimu sendiri sebagaimana Tuhan menghendakinya. Jangan memaksa diri menjadi seperti orang lain yang pasti akan membawa ketegangan. Banyak yang mengasihi kita yang amat berharap agar Christi berbeda atau lebih baik dari anak-anak yang lain, karena --kata mereka-- Christi adalah ‘anak pendeta’. Tetapi saya baru sadar bahwa sesungguhnya, engkau bukan ‘anak pendeta’ karena pendeta tidak punya anak, sama seperti presiden, ephorus dan lain lain tidak punya anak. Engkau adalah anak Victor Tinambunan dan Tima Warni Pangaribuan. Memang bapakmu seorang pendeta, tetapi engkau lahir bukan karena bapakmu pendeta. Jadi, jadilah anak yang baik, bukan karena engkau anak pendeta, tetapi karena engkau adalah anak Tuhan. Jangan menjadi baik supaya 'berbeda' dengan anak-anak lain, tetapi jadilah baik karena itu dorongan suara Tuhan dari dalam dirimu. Kami mengharapkan engkau anak yang baik, bukan supaya kami dipuji orang sebagai yang 'berhasil' mendidik anak, tetapi supaya setiap orang memuji Tuhan Sang Pemberi hidup.

Dorothy Christi Lois yang kami kasihi di dalam Tuhan, mari kita syukuri bersama ulang tahunmu pemberian Tuhan ini dan kita memohon kiranya Tuhan senantiasa menganugerahkan kesehatan dan panjang umur buat Christi.

Dari yang mengasihimu: Bapak, Mama dan William

Christi di depan Rumah Keluarga Amang dr Silalahi/ br Sihombing
Perum Duta Mas-Batam (awal 2008)



Sunday, September 28, 2008

MENGATAKAN KEBURUKAN ORANG, BOLEH?

Jika Anda menikmati penuturan seseorang akan kekurangan-kekurangan orang lain atas kebencian, ingat: itu akan menyuburkan kebiasaannya menjadi sebuah 'hobbi' yang pada gilirannya, kekurangan-kekurangan Anda sendiri yang akan ia sebar-luaskan dalam 'iklan' yang ia disain sendiri

Apakah boleh mengatakan keburukan orang lain? Jawabannya: Ya dan Tidak.

Jangan mengatakan keburukan orang lain jika:

1. Hanya demi kekurangan itu
2. Untuk merendahkan dan mempermalukan.
3. Memberi ‘cap’ seolah-olah kekurangan itulah yang dominan dalam diri orang lain, padahal banyak kebaikannya.
4. Membuktikan bahwa kita yang terbaik di dunia atau sedikitnya dari orang itu.
5. Karena kita cemburu dan iri hati
6. Mengajak orang berpihak kepada kita atau kelompok kita
7. Mencegah orang lain bersahabat dengannya

Boleh mengatakan keburukan orang:

  1. Sebagai pelajaran bagimana dampak sesuatu keburukan dalam kehidupan sekaligus mendorong komitmen kita untuk bebas dari keburukan serupa.
  2. Mendoakan yang bersangkutan dan berusaha dengan pimpinan Tuhan membantu untuk perubahannya.
  3. Mencegah agar kekurangan yang bersangkutan tidak menular dan berakibat lebih buruk kepada yang lain, secara pribadi atau persekutuan yang lebih luas.
  4. Menolak bahkan membenci kekurangan atau perbuatan buruk orang lain, tetapi dengan setulus hati mengasihi orangnya dan menghormati keberadaannya sebagai sesama manusia.

Bagaimana sikap menghadapi orang yang mengatakan keburukan Anda?

Jika apa yang mereka katakan benar, maka:

  1. Terima dengan lapang dada dan ucapan syukur. Mungkin pahit rasanya, tetapi banyak obat yang rasanya pahit. Ketika seseorang memuji dan menyanjung Anda dan Anda dengan bangga menerimanya, ingat ia bagaikan memberi gula kepada yang berpenyakit gula: rasanya enak tetapi mencelakakan.
  2. Tidak perlu persoalkan apa motivasi orang lain mengungkapkan keburukan Anda. Karenanya, tetap perlakukan sebagai sahabat.
  3. Jangan mencari alasan (apalagi alasan asalan) untuk merasionalisasi atau membenarkan diri.
  4. Jangan mengalihkan persoalan dengan menuduh orang lain 'memburuk-burukkan' Anda, padahal ia hanya mengatakan keburukan Anda yang sebenarnya.
  5. Tidurlah dengan nyenyak pada waktunya, tidak perlu larut dalam kesedihan dan benci diri.

Jika yang mereka katakan tidak benar, maka:

1. Tidak perlu marah atau pusing kepala. Yang memburukkan Anda perlu ditolong, ia punya masalah dalam dirinya.
2. Boleh membela diri dengan argumen tanpa menyerang orang yang memburukkan kita.

Dengan sikap di atas, kita akan menolong diri kita sendiri dan orang lain untuk hidup dalam kedamaian, kegembiraan sorgawi dan saling meneguhkan dengan sesama.

Monday, September 22, 2008

R O K O K

MATIKAN ROKOK SEBELUM IA MEMATIKAN ANDA
Sekiranya Tuhan menghendaki manusia ciptaan-Nya itu menjadi perokok, maka Ia pasti menciptakan lubang hidungnya mengarah ke atas seperti cerobong pabrik

****************
Ada kisah menarik soal kalkulasi biaya membeli rokok. Seorang istri sudah dua puluh tahun bergumul dan berusaha dengan segala cara agar suaminya berhenti merokok. Sayang sekali, ia selalu gagal. Terakhir, dia mengambil kalkulator dan menghitung. Rp. 10.000/ hari x 30 = Rp. 300.000/ bulan x 12 = Rp. 3.600.000/ tahun x 20 = Rp. 72.000.000 dalam waktu 20 tahun. “Bapak membakar uang Rp. 72.000.000 selama 20 tahun. Lebih mahal dari rumah kita ini”, kata istrinya menyadarkan suaminya.

Suatu ketika, suaminya sedang keluar. Istrinya memasak makanan di rumah. Karena tiba-tiba ia dipanggil oleh temannya untuk membicarakan gossip yang sedang beredar, ia pun keluar meninggalkan rumahnya. Sayang sekali, ia lupa mematikan kompor. Kompor itu pun meledak dan dalam sekejap rumahnya habis dilahap sijago merah. Ia benar-benar frustrasi. Bukan saja karena rumahnya habis, tetapi juga memikirkan reaksi suaminya terhadap kejadian itu. Ia tahu bahwa suaminya seorang pemberang, yang emosinya lebih cepat memanas dibandingkan dengan kompor minyak tanah. Dalam keadaan pilu dan takut itu suaminya datang. Tapi, mengherankan, kali ini ia tenang. Tidak ada nada marah atau wajah memerah. Istrinya heran tidak kepalang. Sebelum istrinya menjelaskan duduk persoalannya, si suami langsung berkata, “Tidak apalah Ma, kita sama-sama punya kesalahan”. Bedanya, saya membakar Rp. 72.000.000 dalam tempo dua puluh tahun, Mama membakarnya dalam tempo dua puluh menit.

Pesan dari cerita di atas bukanlah soal kesabaran seorang perokok ketika menghadapi musibah sebagai kompensasi kesalahannya tetapi kiranya mendorong kesadaran kita bahwa sesungguhnya rokok benar menghancurkan paru-paru dan ‘merobek kantong’ juga. Cerita itu juga menyingkapkan kenyataan betapa sulitnya seseorang berhenti merokok dengan berbagai alasan. Berikut ini adalah berbagai alasan (‘asalan’) para perokok yang sangat umum dan apa respon singkat terhadap setiap alasan tersebut.
--
ALASAN:
Tidak ada di dalam Alkitab larangan merokok. (Ini salah satu alasan ‘asalan’ yang paling sering saya dengar).
RESPON:
Alkitab juga tidak ada menganjurkan merokok, bukan? Alkitab sangat menegaskan pentingnya manjaga kesehatan tubuh dan kesehatan ‘kantong’. HKBP telah secara eksplisit mencatumkan dalam Konfesinya (pasal 14) agar warga HKBP tidak dikuasai oleh rokok. Itu sebabnya, kepada para pengkotbah sering saya katakan, “Khotbah yang dipersiapkan dengan tenaga asap, sangat sulit meresap”.

ALASAN:
Rokok perlu untuk pergaulan
RESPON:
Pertanyaan, “apakah sahabat perokok jauh lebih banyak dan berkualitas dengan yang mereka yang tidak merokok? Mengapa persahabatan dibangun dengan hal yang menghancurkan kehidupan. Buatlah persahabatan dengan minum jus bersama dan sebagainya.

ALASAN:
Tidak bisa konsentrasi dan mendapat inspirasi tanpa rokok.
RESPON:
Inilah masalahnya, kalau orang sudah kecanduan, orang akan menggantungkan diri pada perusaknya sendiri. Konsentrasi adalah masalah pilihan kita sendiri. Inspirasi (yang bisa diterjemahkan: dimasuki atau didiami Roh Tuhan) justru terhalang karena dihadang oleh asap rokok.

ALASAN:
Takut berat badan naik kalau berhenti merokok.
RESPON:
Bukankah ada begitu banyak cara mempertahankan berat badan dengan cara yang sehat dan hemat?

ALASAN:
Ah, orang tidak perokok pun mati juga, ada perokok yang umurnya panjang sedangkan yang tidak merokok umurnya pendek.
RESPON:
Mengapa membandingkan diri dengan orang lain? Perokok seharusnya tidak membandingkan dirinya dengan orang lain berkaitan dengan kesehatan dan usia. Ia harus membandingkan dirinya dengan harapan hidupnya sendiri. Andaikan Tuhan mengehendaki Anda hidup 100 tahun. Karena rokok, Anda memangkas sendiri menjadi 60 tahun, itupun sesudah batuk-batuk, berdahak pula.

ALASAN:
Tutup saja pabrik rokok.
RESPON:
Mana lebih mudah: berhenti merokok sehingga pabrik rokok tutup, atau tutup pabrik rokok supaya orang berhenti merokok? Kalau kita lebih memikirkan tanggung jawab kita sendiri, maka langkah yang kita tempuh adalah berhenti merokok, industri rokok akan gulung tikar sendiri.

ALASAN:
Dengan merokok, kita membantu banyak orang yang bekerja mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, pedagang rokok, pemasang iklan dan semua orang yang terkait dengan industri rokok.
RESPON:
Anda terkesan sangat penderma. Tetapi, jika Anda benar-benar penderma, Anda tidak perlu menyalurkannya melalui bisnis rokok, bantulah melalui Gereja, LSM, Panti Asuhan dan sebagainya.

ALASAN:
Devisa negara amat besar dari industri rokok –penting untuk menjalankan roda pemerintahan.
RESPON:
Di samping devisa ada penyakit berbisa akibat rokok. Benar, negara berhasil menarik devisa triliunan rupiah dari industri rokok, tetapi sayangnya banyak anggota masyarakat yang sengsara akibat rokok, bukan hanya si perokok itu sendiri tetapi juga mereka-mereka yang dijajah oleh si perokok seperti anggota keluarga di rumah-rumah, penumpang angkutan umum, bahkan di gereja dan ruang konsistori. Kita harus sadar bahwa ada begitu banyak orang yang tersiksa pada saat naik angkutan umum di Indonesia di mana para perokok sama sekali tidak peduli dengan terus mengepulkan asap rokoknya. Memang Permen 225 sudah menetapkan di areal mana saja seseorang boleh dan tidak boleh merokok, tetapi peraturan nampaknya ada sekadar untuk dilanggar. Walaupun hampir setengah juta manusia mati per tahun karena penyakit yang disebabkan oleh rokok[1]. , kita masih terus mendukung insdutri tembakau dan rokok. Amat menyedihkan memang.

Masih ada alasan lain? Mungkin masih banyak, tetapi semuanya pasti alasan 'asalan' juga. Yang jelas, fakta-fakta sudah menunjukkan bahwa merokok menimbulkan berbagai penyakit. Bagaimana caranya berhenti merokok? Sangat mudah. Prinsip dasar: kasihilah diri Anda. Dengan demikian, jangan beli rokok dan sama sekali jangan pegang. Dan yang terpenting: karena Allah mengasihi Anda semua yang merokok, sambutlah kasihNya dengan mematikan rokok sebelum semuanya amat terlambat.



[1] John F. Kavanaugh, Following Christ in a Consumer Society (Maryknoll: Orbis Books, 2006), 19

Sunday, September 21, 2008

MASALAH 'MEMBERI KESAN'


Sebongkah batu besar dan kokoh tidak akan goyah oleh hembusan angin sepoi-sepoi maupun tiupan angin kencang. Demikianlah orang berhikmat tidak akan bergerak karena pujian maupun celaan.



Ketika kita melihat ke dalam diri kita untuk mengetahui siapakah diri kita, seringkali yang pertama kita temukan adalah ‘kecurigaan’ yang akhirnya menimbulkan aneka pertanyaan. Kita menemukan bahwa motivasi kita sering tidak semurni yang kita harapkan.Apakah saya penderma? Saya memberi bantuan ke panti asuhan, kepada panitia pembangunan gereja dan sebagainya. Tetapi, apakah saya memberinya sebagaimana adanya, atau apakah saya memberinya supaya mereka yang memintanya tidak mengganggu saya? Apakah saya memberi sebanyak yang saya mampu dan seharusnya, atau apakah saya memberikannya untuk memberi kesan dan memoles reputasi saya? Apakah saya memberi lebih banyak kali ini karena saya ingin meningkatkan reputasi saya di mata orang lain dan saya dapat berbicara dengan orang lain untuk memberi kesan positif tentang diri saya?Kehidupan bergereja kita juga perlu kita periksa dengan seksama. Apakah saya rajin bergereja terutama untuk menjaga citra saya terhadap sesama warga gereja? Kita takut Tuhan tidak akan memenuhi permintaan saya kalau tidak rajin beribadah? Kita merasa tidak enak kalau orang lain mencap kita bukan warga gereja yang baik? Apakah saya terus berkeliling mencari gereja yang menyediakan nyanyian, tata ibadah, khotbah dan sebagainya yang cocok dengan selera saya atau saya bergereja di sini karena saya percaya Tuhan menepatkan saya di sini tidak terutama untuk kepentingan saya tetapi untuk menjadi saksi-Nya?

Dari pengalaman kita bisa belajar bahwa intropeksi terhadap motivasi yang ada di balik sikap dan tindakan-tindakan kita memberi lebih banyak ketidakpastian ketimbang kepastian. Kita selalu dapat bertanya terhadap diri sendiri, tetapi kita tidak akan dapat yakin apakah kita sungguh-sungguh mengenal diri kita sendiri.
.
Salah satu hal yang perlu kita periksa adalah mata rantai kehidupan kita sekarang dengan masa lalu yang mungkin tanpa sadar amat mempengaruhi kehidupan kita saat ini. Misalnya, ada banyak anak yang dibesarkan dalam mental ‘hadiah’ atau ‘hukuman’. Jika anak menyenangkan, memenuhi selera orang tua maka ia akan mendapat hadiah. Jika tidak memenuhi selera orangtua (tidak peduli apakah salah atau benar) anak mendapat celaan, ‘cap negatif’ hingga mendapat hukuman. Pola itu terus melekat hingga seseorang itu dewasa. Itu sebabnya ada orang yang tidak pernah ‘menjadi dirinya sendiri’, tetapi selalu bergerak berdasarkan ‘rayuan’ maupun ‘ancaman’ dari luar dirinya. Itu juga bisa menimbulkan semangat persaingan, kecemburuan, iri hati dan sejenisnya. Itu juga mengakibatkan seseorang tidak siap menerima keberadaan diri sendiri dan sekaligus tidak berbahagia melihat keberadaan dan keberhasilan orang lain. Adakah ikatan masa lalu kita membelenggu hidup kita hari ini?
.
Dalam hal ini kita membutuhkan evaluasi diri, bukan untuk benci diri apalagi menghukum diri melainkan untuk kembali ke tujuan hidup kita sebagaimana Tuhan kehendaki. Tuhan mengenal kita lebih baik ketimbang kita mengenal diri sendiri. Mohonlah pertolonganNya untuk memperkenalkan diri kita kepada diri kita sendiri. Pertanyaan-pertanyaan ini dapat kita ajukan dan jawab dengan sadar. Bagaimana perasaan saya ketika orang memuji saya? Bagaimana perasaan saya ketika orang mengkritik saya? Sejauh mana perasaan-perasaan itu menentukan sikap dan tindakan kita sehari-hari?
.
Jika jawaban Anda jernih terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas, maka Anda tidak akan memberi perhatian serius pada pujian orang karena bakat Anda, prestasi yang Anda raih dalam berbagai bidang, kebaikan hati Anda, penampilan fisik Anda. Demikian halnya kalau ada orang yang mencela Anda, Anda akan memikirkannya ala kadarnya saja. Janganlah terlalu serius dengan semua itu. Mengapa? Sebab, baik orang yang memuji maupun mencela kita lebih mencerminkan suasana hati mereka. Jika Anda menerima pujian orang lain, sesungguhnya Anda menyerahkan diri dikontrol atau dikendalikan oleh orang lain. Anda akan berusaha menjaga citra, penampilan dan ide sebagaimana diharapkan orang lain. Anda akan menyesuaikan diri dalam banyak hal terhadap selera orang yang memuji Anda. Anda akhirnya terpenjara oleh pujian itu sendiri.

Jadi, kalau orang lain memuji Anda katakanlah dalam hati, "orang ini memuji saya sesuai dengan suasana hatinya." Ketika orang lain memuji kita, kita seharusnya lebih menikmati persahabatan kita ketimbang pujian itu sendiri. Sebaliknya, kalau orang lain mengkritik atau mencela Anda, lihat ke dalam diri sendiri. Kalau kritik itu benar, syukurilah karena itu merupakan obat bagi Anda meskipun rasanya pahit. Jika celaan orang itu hanyalah mengungkapkan keadaan diri mereka yang serba negatif atau karena cemburu, iri hati, sombong dan sebagainya, merekalah yang mempunyai masalah. Karenanya, jangan bereaksi berlebihan, apalagi menjadi berang sambil membalas. Perlu kita sadari bahwa emas yang dilemparkan ke dalam kotoran sapi pun, tidak akan berubah kadar keemasannya. Janan peduli dengan 'nama baik' menurut ukuran dunia ini, yang seringkali mengutamakan pemolesan dari luar. Hidup kita pun akan bebas dan apa adanya. Kita tidak dikendalikan oleh orang lain, tetapi digerakkan oleh Roh Tuhan yang mendiami inti kemanusiaan kita.

Thursday, September 18, 2008

MENJADI BERKAT BUKAN MENJADI HEBAT

Ada saja yang terasa agak aneh dalam kehidupan keseharian kita. Sebut saja soal ‘kehebatan’ dan ‘kejagoan’ yang terkadang diidentikkan dengan ‘keberanian’ melawan tatanan kehidupan yang baik atau aturan yang berlaku. Di beberapa kota di Indonesia, mereka yang ‘berani’ naik sepeda motor tanpa menggunakan helm pengaman sambil bonceng tiga dan menerobos lampu merah pula, justru dianggap orang atau menganggap diri sendiri ‘hebat’ atau ‘jago’. Saya jadi teringat ‘cerita’ Ayub Yahya tentang seseorang yang menerobos lampu merah di jalan raya. Ketika polisi menghentikan dan bertanya, “Mengapa Anda menerobos lampu merah? Anda tahu apa artinya merah?” Dengan entengnya si pengendara sepeda motor menjawab, “Tahu Pak Polisi. Merah artinya “berani”.

Kita juga dapat melihat bagaimana keanehan serupa terjadi dalam hubungan jabatan dan kekayaan. Jarang sekali --kalau tidak mau dikatakan sama sekali tidak ada-- pejabat negara yang kaya di Indonesia yang menjadi kaya kalau bukan karena korupsi. Tetapi, anehnya (lebih tepat celakanya) justru mereka itu yang dianggap hebat dan berhasil. Mereka pun disambut meriah, didaulat sebagai orang terhormat dalam berbagai kegiatan masyarakat. Tidak heran mengapa banyak orang yang ingin seperti mereka. Tetapi jangan kita membenci mereka. Kita boleh membenci perilaku buruk atau kekurangan orang lain, tetapi kita mesti tetap mengasihi dan menghormati orangnya. Kita perlu membantu mereka dengan mendoakan, menegur dengan cara hormat dan bersahabat.

Selain dalam konteks kehidupan masyarakat dan bernegara, baik juga kalau kita melihat diri sendiri sebagai gereja. Kecenderungan serupa juga bukan pengalaman asing dalam kehidupan bergereja. Sepanjang sejarah gereja kita menemukan orang-orang yang membelokkan ayat-ayat Alkitab untuk mengabsahkan konsep, sikap dan perbuatan tertentu yang justru bertentangan dengan kehendak Tuhan. Tidak sedikit orang yang membusungkan dada tatkala berhasil melanggar tata gereja tanpa merasa risih apalagi bersalah. Kita tidak perlu menguras tenaga membahas itu semua. Cukup bagi kita melihat fakta-fakta itu tanpa mengingkarinya sambil melangkah dalam menapaki kehidupan, menekuni pekerjaan dan pelayanan keseharian dalam pimpinan Tuhan dan dalam semangat pertobatan. Ketika kita disebut berhasil dalam melakukan yang baik pun kita bukanlah orang hebat, apalagi kalau ‘keberhasilan’ kita justru mengaburkan dan menguburkan kebenaran demi pengejaran kepentingan kita. Sesungguhnya, Tuhanlah yang hebat, kita dipanggil untuk menjadi berkat.

Tuesday, September 16, 2008

MEMILIH: SULIT ATAU KITA PERSULIT?

Manusia memiliki pilihan bebas tetapi tidak memiliki kehendak bebas. Hanya Tuhan yang memiliki kehendak bebas
***********
Setiap hari kita harus membuat pilihan. Sejak bangun tidur hingga istirahat malam, kita harus membuat pilihan, mulai dari yang sangat sederhana hingga hal-hal yang luar biasa sulit dan rumit.
**********
Pernahkan Anda mengalami kesulitan memutuskan sesuatu meskipun Anda sudah berdoa memohon petunjuk Tuhan? Jika pernah Anda tidak sendirian. Bagaimana Anda bisa mengambil kesimpulan? Di bawah ini disebut beberapa hal yang masuk dalam lingkup pilihan kita.
**********
1. Pilihan yang tidak terutama berkaitan dengan 'benar-salah', yang salah dalah pada cara atau langkah penetapan keputusan. Berikut ini sebuah contoh. Satu keluarga merencanakan untuk melakukan liburan. Mereka mempunyai beberapa pilihan, yang kemudian mengerucut menjadi dua pilihan: Phuket (Thailand) atau Genting (Malaysia). Karena tidak ada kesepakatan semua anggota keluarga, mereka memohon petunjuk Tuhan. Mereka berdoa agar Tuhan menunjukkan kehendakNya melalui undian yang mereka akan lakukan. Mereka pun mengundi dengan melempar koin ke atas setelah sepakat bahwa jika sisi koin bagian depan menghadap ke atas itu berarti Phuket dan kalau sisi sebaliknya yang menghadap ke atas berarti Genting. Lemparan pertama dilakukan. Hasilnya: Phuket. Karena mereka semua belum sepenuhnya yakin, maka mereka melempar koin kedua kalinya, dan astaga, justru Genting yang muncul. Apa kesimpulan mereka? Ada yang mengatakan, "kalau Tuhan saja tidak konsekuen, bagaimana mungkin kita manusia?" Dari pengalaman ini, apakah Tuhan yang tidak konsisten? Kalau mau bepergian, tidak perlu mengundi, tinggal pilih ke tempat mana yang dapat dikunjungi dengan kemampuan biaya, lebih bermanfaat untuk keluarga dan sebisanya menjadi berkat bagi orang lain. Jadilah saksi Kristus di tempat yang kita kunjungi.

2. Pilihan yang berkaitan langsung dengan konsekuensi keberadaan kita. Yesus sendiri sudah menyatakan dengan jelas bahwa kita adalah “garam dan terang dunia”. Kita tinggal memilih mewujudkannya atau tidak. Akibatnya jelas. Dalam Matius 7:24 dan 26 dikatakan, "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.” Apakah kita selama ini memilih membangun di atas batu atau di atas pasir? Sekiranya di atas pasir, saat inilah waktu yang tepat memulai “memilih” membangun di atas batu.

3. Pilihan yang tidak membutuhkan ‘pemikiran atau pertimbangan’ mana yang benar dan mana yang salah. Semuanya sudah jelas. Yang masalah adalah untuk memilih yang kelihatan ‘aman’ tetapi bertentangan dengan kebenaran, atau memilih menerima sebuah keadaan yang mungkin tidak menyenangkan bahkan penderitaan karena berpegang pada kebenaran. Contoh yang baik dalam hal ini adalah Yosua dalam pilihannya yang tegas dengan mengatakan, “Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah ....... Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yosua 24:15) Kita juga mengetahui keputusan Sadrakh, Mesak dan Abednego yang memilih tetap setia menyembah Allah dan tidak memilih menyembah Nebukadnezar. Pilihan serupa juga ditempuh oleh para martir sepanjang perjalanan sejarah gereja. Bagaimana jika Anda ditawari dua pilihan dalam lingkungan kerja: (1) Meninggalkan Agama Kristen dan tidak naik jabatan, atau (2) Pindah agama, tinggalkan Tuhan Yesus dan akan mendapat jabatan lebih tinggi, bergengsi dan mengantongi gaji yang lebih besar?

4. Pilihan yang membutuhkan pertimbangan matang dengan menggunakan nalar sehat dan hati jernih. Misalnya untuk memilih pemimpin, baik dalam kehidupan berbangsa maupun bergereja. Memilih partai politik dan calon legislatif, memilih presiden, gubernur dan sebagainya, membutuhkan pemikirkan yang lebih matang, tidak terutama didasari sentimen dan kepentingan sesaat dan kepentingan kelompok. Hal yang sama juga berlaku di gereja. Misalnya, baru saja HKBP melaksanakan pemilihan Pimpinan HKBP. Cara-cara yang berlangsung terkesan seperti pola-pola Pilkada, yang di dalamnya sedikit banyak menumpang kepentingan pribadi, kelompok (termasuk kelompok marga). Masalahnya tidak saja pada para pendeta tetapi juga sebagian warga jemaat khususnya mereka yang memiliki uang dan pengaruh. Mereka menggunakan pengaruh dan uangnya mengongkosi peserta sinode untuk memilih calon tertentu. Kita harapkan kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi ke depan ini.

Masih dalam kaitan pertimbangan matang, memilih’ calon suami atau istri juga masuk dalam kategori ini. Masalahnya, untuk yang satu ini tidak bisa ‘coba-coba’. Coba saja dulu menikah dengan si anu, kalau cocok jalan terus, kalau tidak ya putus! Sikap seperti ini amat sangat berbahaya. Dewasa ini, ada begitu banyak keluarga yang kandas pada ‘perceraian penuh’ dan “semi-cerai”. Perceraian penuh adalah keluarga yang benar-benar berpisah baik yang menikah dengan yang lain maupun yang tinggal menjanda atau menduda. Yang termasuk dalam ‘Semi-bercerai’ adalah yang masih tinggal satu rumah –yang secara formal dan legal tidak bercerai—tetapi selalu berada dalam pertengkaran, penyelewengan seksual, dan sebagainya. Bukankah mengherankan dan tidak dibenarkan mengatakan dalam hati, “jangan-jangan suami atau istri saya ini bukan jodoh saya”. Kata-kata seperti ini seharusnya tidak muncul dalam benak setiap orang yang sudah berkeluarga. Juga, tidak ada alasan membenarkan diri dengan mengatakan, “ah dulu dia bukan pilihan saya, saya mau menikahinya hanya untuk menyenangkan orangtua saja”. Itu sama sekali tidak benar. Mungkin orang tua ‘memilih’ calon, tetapi keputusan akhir memilih suami atau istri adalah si suami atau si istri sendiri.
*******************
5. Pilihan sulit. Misalnya, seorang dokter berkata kepada seorang perempuan yang mau melahirkan karena sesuatu gangguan, ”pilih mana yang selamat anak atau ibunya!” Terus terang, saya tidak punya jawaban yang ‘siap pakai’ dalam kasus seperti ini. Sebab, ibu dan anak sama-sama manusia. Tentang masalah ini, lebih baik terbuka saja dulu untuk didiskusikan lebih lanjut. Untuk sementara, kalau ada yang mengalami kasus seperti ini yang perlu adalah: (1) Sedapat-dapatnya, kesimpulan ini tidak hanya dari satu orang dokter saja, tetapi merupakan pendapat tim dokter. Perlu second opinion. Dokter juga tidak sempurna, selalu ada kekurangan dan kekeliruan. (2) Kalau tim dokter punya kesimpulan yang sama, pihak keluarga sepakat menyerahkan kepada dokter untuk melakukan prosedur medis.
************
Semoga pilihan bebas yang diberikan Tuhan kita gunakan selaras dengan kehendakNya. Karena itu, kehidupan doa kita sangat penting dlam menentukan pilihan-pilihan kita.

Wednesday, September 10, 2008

YANG TERUTAMA


Andaikan malaikat Tuhan menampakkan diri kepada Anda saat ini dan berkata,
"Minta apa yang engkau kehendaki dari Tuhan, engkau akan menerimanya!"
Apa saja yang Anda minta dan mengapa?


Pertanyaan ini beberapa kali saya ajukan dalam berbagai kelompok persekutuan PA. Jawaban yang paling umum adalah menghendaki Tuhan memberi: kebahagiaan, kesehatan, keberhasilan dalam berusaha, keberhasilan anak-anak dan sebagainya –yang intinya terfokus pada ‘memperoleh sesuatu dari Tuhan’. Tentu kita tidak salah meminta kepada Tuhan. Masalahnya, kalau doa-doa kita fokus pada ‘meminta sesuatu’ kepada Tuhan, sedikitnya ada dua masalah besar. Pertama, kita membutuhkan Allah karena kita dapat 'menggunakan-Nya' untuk memenuhi keinginan kita --yang belum tentu kebutuhan kita. Kedua, kita bisa saja menganggap halal segala sesuatu yang kita terima sebagai berkat atau mujizat dari Tuhan.

Untuk yang terakhir ini, ada sebuah cerita. Seorang perempuan membeli sepasang anting-anting seharga Rp. 12.000. Ia memberikan uang pecahan Rp. 20.000. Tetapi, si penjual memberi uang kembalian Rp. 82.000. Perempuan ini tahu persis bahwa ia menerima lebih dari yang semestinya, tetapi ia mendiamkannya. Dengan wajah amat ceria penuh tawa ia menemui temannya dan berkata, “Puji Tuhan, doa saya dikabulkan Tuhan, mujizat baru saja terjadi!” katanya dengan amat bersemangat. “Mujizat apa?” tanya temannya. Saya membutuhkan uang untuk isi pulsa HP-ku dan sudah tiga hari saya berdoa agar Tuhan buka jalan, eh tadi ketika aku beli sesuatu saya bayar dengan uang Rp. 20.000, penjualnya memberi kembaliannya Rp.82.000! Tuhan menutup mata si penjual itu.” Apakah itu berkat Tuhan? Apakah itu jawaban sebuah doa? Pasti tidak! Ini bukti ketidaksetiaan pada perkara kecil (penjelasan tambahan tentang hal ini masih dijelaskan di bawah).

Dalam Matius 6:5-8 Yesus mengajarkan murid-muridNya dan kita juga ‘bagaimana’ berdoa, bukan terutama memberitahu ‘apa’ saja yang perlu kita minta. Di situ kita temukan “dua jangan” dalam berdoa. Jangan pertama: Jangan seperti orang munafik (ayat 5). Jangan kedua: Jangan bertele-tele (ayat 7). Seruan “jangan seperti orang munafik” bertalian dengan: supaya dilihat orang, pamer kesalehan, unjuk kemamampuan merangkai kata-kata. Sedangkan “jangan bertele-tele" mau menekankan bahwa ‘jawaban’ atas doa bukanlah tergantung pada kata-kata kita. Sebab, Allah mengerti keadaan kita. Seorang teman pernah mengalami sakit diare dan mencret-mencret selama tiga hari. Dia berdoa agar diarenya berhenti. Diarenya pun sembuh, tetapi sesudah itu, ia selama tiga hari tidak bisa buang air besar. Ia berkesimpulan bahwa kata-kata dalam doanya tidak lengkap, karena (menurut dia) ia hanya meminta diarenya berhenti dan Tuhan pun hanya mengabulkan doanya sesuai dengan rumusan kata-katanya itu. Ia perlu berdoa khusus lagi untuk meminta agar ia bisa buang air besar secara normal. Ini adalah sebuah kekeliruan pemahaman. Bukan karena kata-kata dalam doanya yang mengakibatkan penyakitnya. Bayangkan kalau semua kita jelaskan dalam doa kepada Tuhan soal diare yang kita derita: mulai dari dokter mana yang harus menangani, obat apa yang pasti bisa menyembuhkan, naik kendaraan apa ke Rumah Sakit, bagaimana cara duduk atau berdiri menunggu giliran di dokter dan sebagainya, dan seterusnya, kita mungkin membutuhkan satu hari untuk menjelaskannya atau menanyakannya dalam doa. Diare kita bisa saja akan lebih parah.

Tuhan Yesus tidak saja menyebut “dua jangan” tadi, tetapi juga memberitahukan sedikitnya “dua sikap dasar” dalam berdoa. Sikap dasar pertama: Menutup pintu kamar. Ini juga (dan terutama) menutup ‘pintu hati’ dari aneka gangguan atau aneka keliaran pikiran. Sikap dasar kedua: Percaya bahwa Bapa mengetahui yang kita perlukan sebelum kita memintanya.

Dalam Matius 7:7 dikatakan, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Kita mesti memahami ini dengan benar. Janganlah kita dengan mudah mengatakan bahwa semua yang kita terima itu merupakan jawaban Tuhan atas doa kita. Janganlah kita dengan enteng mengatakan bahwa yang kita alami itu mujizat padahal tipu muslihat; kita mengatakannya ‘berkat’ padahal akan mendatangkan laknat. Perempuan di dalam cerita di atas memang berdoa menyampaikan pergumulannya kepada Tuhan, tetapi uang kembalian yang lebih itu bukanlah jawaban Tuhan atas doanya, melainkan sebuah pelanggaran hukum kasih. Sesungguhnya, perempuan itu termasuk ‘pencuri’. Dari peristiwa seperti ini kita dapat lebih mudah memahami apa yang Yesus katakan dalam Mat 7:12: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka”. Jika si perempuan itu menempatkan dirinya sebagai si pedagang, apakah ia menghendaki dirinya rugi? Pasti tidak! Jadi, jika kita menghendaki mendapat untung yang wajar dari usaha dagang kita, hendaklah kita memperlakukan orang lain seperti kita mengharapkan terjadi pada diri kita. Ini juga berlaku dalam hal-hal yang lain.

Di sini Yesus menegaskan, “Bapamu yang di sorga akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya”. Sebelumnya, Yesus sudah dua kali mengatakan bahwa Allah, Bapa kita, mengetahui apa yang kita perlukan (lihat Matius 6:8 dan 32). Jadi, sebenarnya Tuhan menjawab semua doa kita walaupun tidak semua yang kita minta kepada Allah akan diberikan kepada kita. Allah akan memberikan apa saja yang baik menurut-Nya untuk kebaikan kita anak-anakNya.

Jika demikian, apakah kita masih perlu meminta kepada Tuhan dalam doa-doa kita? Kalau Allah sudah mengetahuinya, mengapa kita harus berdoa lagi? Jawabannya, kita tetap berdoa dan meminta kepada Tuhan

- bukan memberi tahu Tuhan apa yang harus Ia lakukan kepada kita
- bukan mengingatkan Tuhan seolah-olah Ia lupa kepada kita atau keperluan kita
- bukan meyakinkan Tuhan dengan alasan-alasan di balik permintaan kita
- bukan memberi tahu Tuhan bahwa kita akan kecewa kalau Tuhan tidak memberi

Tetapi, kita berdoa kepada Tuhan karena kita percaya bahwa Allah mengetahui yang terbaik bagi kita dan kita percaya bahwa Allah mampu memberi segala sesuatu yang Ia anggap baik untuk kita. Dalam hal ini doa-doa kita juga:

- Mengingatkan bahwa kita perlu melakukan sesuatu, bukan berpangku tangan menunggu
segala sesuatu jatuh dari langit.
- Menempatkan kehendak kita selaras dengan kehendak Tuhan
- Melatih kita untuk bersabar menanti pemberian Tuhan sesuai dengan waktu-Nya
- Mengungkapkan sukacita dan pujian kepada Tuhan, apa pun jawaban-Nya atas doa kita.

Jadi, kalau malaikat Tuhan muncul sekarang, dan berkata, “Minta apa yang kaukehendaki, Tuhan akan memberikannya!” Dua hal yang perlu. Pertama, menghendaki kejelasan apakah yang bertanya itu Malaikat Tuhan atau bayangan kita sendiri. Sebab, Allah tidak pernah dan tidak akan pernah memberikan semua yang kita kehendaki. Kedua, mintalah Allah itu sendiri, jangan yang lebih kecil dari Allah seperti sepeda, kesembuhan penyakit, komputer, mobil, rumah, ijazah S3 dan seterusnya. Semua itu mungkin kita butuhkan, tetapi semua itu tidak ada artinya tanap Tuhan. Jika kita memiliki Tuhan, kita memiliki segala-galanya; tetapi walaupun kita memiliki segala-galanya yang ada di dunia ini tanpa memiliki Tuhan, semuanya tidak punya arti apa-apa. Baiklah kita resapkan kebenaran ini dalm hati kita yang terdalam:

Allah tidak dapat memberi
kebahagiaan dan kedamaian terpisah dari diri-Nya sendiri –
Semuanya itu menyatu dalam diri-Nya

Tuhan selalu mempunyai:

Waktu untuk menyambut kita
Pengetahuan sempurna memahami kita dan kebutuhan kita
Pendengaran yang tajam mendengarkan kita
Segala sesuatu untuk kebaikan kita; bahkan diri-Nya sendiri untuk kehidupan dan keselamatan kita

Monday, September 8, 2008

KHASIAT SENYUM DAN TAWA



Ketika dunia ini memberi 99 alasan Anda untuk menangis,
Tunjukkan kepada dunia bahwa Anda punya 999 alasan untuk tersenyum

Berikut adalah untaian kata-kata indah dari Sumantri tentang ‘khasiat’ senyuman.

Seulas senyum, memperkaya mereka yang menerima, tanpa mempermiskin mereka yang memberi. Ia berlangsung cuma sekilas namun kenangan tentangnya terkadang membekas abadi. Tak ada seorang pun yang sedemikian kaya atau hebat sehingga tak lagi membutuhkan senyuman. Dan tak ada seorang pun yang begitu miskin karena dia bisa diperkaya olehnya.

Senyum membawa suasana istirahat kepada mereka yang penat, suasana ceria pada mereka yang gundah-gulana, secercah mentari pada mereka yang hatinya kelam. Senyuman adalah juga obat penawar alami paling manjur buat membuka masalah yang menjerat.

Namun, senyuman tak bisa dibeli, diminta, dipinjam, atau dicuri, sebab ia tak berguna bagi siapa pun juga sebelum ia terlukis tulus dari bibir si empunya.

Jika ada orang yang terlalu letih untuk tersenyum, berilah dia senyummu. Sebab orang yang paling membutuhkan senyuman adalah dia yang tak memilikinya lagi.

Mengapa Pelit Senyum dan Tawa?

Riset William Foy dari Standford University menunjukkan bahwa rata-rata anak-anak tertawa kurang lebih 400 kali dalam sehari dan dewasa 15 kali sehari. Nampaknya, tekanan hidup, pekerjaan dan rutinitas kerap membuat orang kehilangan kemauan dan kemampuan tertawa (ayubyahya.blogspot). Mereka amat pelit memberi senyum dan selalu menyimpan tawa.

Memang tidak semua pekerja keras yang kehilangan selera senyum. Di Singapura, misalnya, ada kesan bahwa justru pekerja kasar seperti petugas kebersihan, buruh bangunan, security guard (satpam) dan sebagainya yang lebih bermurah hati melempar senyum dibandingkan dengan mereka yang berpakaian mewah dan rapi disertai semerbak aroma parfum super mahal.

Di antara sekian banyak kemungkinan penyebab orang menahan senyum dan tawa dapat disebut tiga di antaranya.

Pertama, fokus pada tekanan hidup. Ketika perhatian seseorang sepenuhnya tertuju pada beban atau persoalan kehidupan, kemauan dan kemampuan tersenyum akan sirna.

Kedua, pemahaman keliru soal ‘harga diri’. Ada orang yang (secara keliru) mengira bahwa tersenyum kepada semua orang, apalagi yang dianggap status sosialnya lebih rendah, menurunkan harga diri mereka. Padahal, ‘makna diri’ kita amat tergantung pada relasi kita dengan Tuhan dan sesama.

Ketiga, konstruksi budaya. Ada orang yang beranggapan tidak pantas menampakkan kegembiraan dengan berpegang pada ungkapan “jangan tertawa terlalu keras, nanti engkau akan cepat menangis”. Ironis memang. Untuk terenyum dan tertawa saja terlalu banyak pertimbangan sementara melakukan kesalahan bahkan kejahatan bagi sebagian orang tidak membutuhkan banyak pertimbangan.

Senyuman dan Kesehatan

Bad mood tidak saja mengakibatkan wajah muram, tetapi juga bisa melemahkan fungsi imun tubuh dan bisa mengakibatkan penyakit. Dalam hal ini “Terapi Tawa" yang diprakarsai oleh Norman Cousins, perlu kita pertimbangkan penggunaannya. Penelitian telah membuktikan bahwa tawa dan sukacita meningkatkan fungsi-fungsi imun tubuh dalam memproduksi sel-sel yang membantu mempertahankan tubuh dari penyakit dan kanker.

Senyuman kita mengirimkan sebuah ‘pesan’ ke seluruh tubuh kita. Senyum dan tawa meningkatkan pelepasan endorphins – zat-zat yang memberi kita perasaan senang—dalam otak kita. Berbagai hasil studi mengatakan kepada kita bahwa zat-zat kimiawi tertentu dilepas dan mengaliri sistem tubuh kita, membuat kita lebih rileks dan membuat kita lebih sehat (Oesteen, 2004).

Peneliti Jerman, R.G. Hamer, sejak tahun 1979 mengumpulkan data lebih dari 10.000 pasien penderita kanker. Ia menemukan bahwa kanker biasanya dipicu oleh suatu konflik batin yang disertai ketidakmampuan mengungkapkannya kepada orang lain, atau sama sekali tidak ada orang yang mau mendengarkan. Umumnya (kalau tidak semuanya) yang terlarut dalam konflik batin secara serta merta kehilangan kemampuannya untuk tersenyum.

Jadi, jika kita tetap dalam sukacita dan terpancar lewat kemampuan tersenyum dan tertawa, fungsi sistem imune tubuh akan berfungsi dengan baik. Dalam kaitan ini kita dapat memahami mengapa firman Tuhan berkata, “hati yang gembira adalah obat” (Amsal 17:22). Jika senyum dapat membuat kita awet muda, kulit kencang tak berkeriput dan obat yang manjur, bukankah kita tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli kosmetik dan aksesoris penghias tubuh? Bandingkanlah, gadis yang cantik sekalipun kalau marah, ia akan kelihatan jelek. Tetapi dari orang yang berpenampilan sederhana terpancar suatu keindahan yang tidak terbahasakan jika ia melempar senyum tulus.

Kesaksian dan Pendidikan

Sesungguhnya senyum dan tawa adalah anugerah Tuhan. Ketika kita tidak melihat anugerah, kita tidak mungkin tersenyum. Dengan senyum dan tawa yang sehat sebenarnya kita memberi kesaksian bahwa hidup ini adalah sesuatu yang pantas disyukuri. Dengan senyum dan tawa kita memberi pesan kepada orang lain bahwa kita cinta persahabatan dan kita bukan ancaman terhadap kehidupan. Itu juga berarti bahwa dengan seulas senyum kita bisa memberi rasa damai kepada orang lain.

Bagaimana mengembangkan kemampuan tersenyum dan tertawa yang tulus? (Yang ‘tulus’ maksudnya, bukan senyum yang dipelajari oleh para penjual dagangan atau jasa yang bisa saja hanya secara teknis menggerakkan bibir untuk menampakkan gigi –tidak dari dalam hati). Kita perlu memeriksa gambaran kita tentang Allah. Doa berkat yang kita kenal dalam ibadah Minggu yang dikutip dari Alkitab: “Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya” dapat diartikan “Tuhan tersenyum kepadamu”. Ya, Tuhan kita adalah Pengasih yang sempurna. Tuhan tidak saja menganugerahkan kemampuan tersenyum dan tertawa kepada kita, tetapi Ia juga memilikinya. Mari kita endapkan keyakinan ini dalam hati kita. Jangan bayangkan Tuhan kita sebagai yang begitu ‘serius’, tegang, apalagi seram. Ia tersenyum kepada kita sebagai bagian dari kasihNya yang besar.

Keyakinan seperti itu menguatkan kita memberikan senyuman yang kita terima dari Tuhan kepada orang lain, mulai dari lingkungan keluarga, jemaat dan masyarakat luas. Kita mengambil contoh dalam konteks pendidikan anak. Saya menerima sebuah email yang memberitahukan sebuah kasus seorang anak di Bogor yang memiliki IQ tinggi tetapi tidak memiliki kemampuan verbal atau mengungkapkan gagasan dengan baik. Dengan bantuan seorang psikolog ditemukan bahwa salah satu penyebabnya adalah karena ayahnya jarang sekali tersenyum kepadanya. Si anak merasa tertekan. Sederhana memang, tetapi seringkali seorang ayah merasa perlu menahan senyumannya demi mempertahankan wibawanya. Padahal kenyataannya senyuman tulus seorang ayah sedikitpun tidak akan melunturkan wibawanya, tetapi justru bisa menambah simpati dan energi bagi anak-anak dalam melakukan segala sesuatu seperti yang ia lihat dari ayahnya setiap hari.

Pengalaman ini mengingatkan kita pada beberapa orang yang datang minta nasehat kepada Ibu Teresa, “Katakanlah sesuatu kepada kami agar hidup kami semakin menjadi baik.” Ibu Teresa menjawab, “Tersenyumlah satu sama lain. Tersenyum kepada istri atau suami kalian. Tersenyum kepada anak-anak dan sesama. Tersenyum kepada siapa saja. Itulah cara untuk membuat kalian berkembang dan mengasihi sesama” (Sumantri, 2005).

Bebas Senyum dan Tawa ‘Haram’

Tidak semua senyum dan tawa itu sehat. Tidak jarang orang yang begitu gampang tertawa di atas penderitaan orang lain, menertawakan kekurangan orang lain atau merendahkan orang lain. Kecaman Yesus yang mengatakan, “Celakalah kamu yang sekarang tertawa.....” (Lukas 6:20-26) pastilah ditujukan kepada mereka yang tertawa tidak sehat. Dalam hal ini, kita masih perlu melihat waktu dan tempat yang tepat untuk tersenyum atau tertawa. Yang jelas, kesempatan dan tempat untuk tersenyum dan tertawa jauh lebih banyak.

Jadi, berilah waktu Anda untuk tersenyum atau tertawa yang tulus, ia bagaikan musik yang menyegarkan jiwa dan kesaksian akan keindahan Tuhan dan anugerahNya. Ada satu ungkapan indah begini: The most beautiful thing is to see a person smiling. And even more beautiful is, knowing that you are the reason behind it!

Tuhan tersenyum kepada Anda, saat ini.

Saturday, September 6, 2008

B U R U N G


Pagi ini saya memberi perhatian khusus pada kicauan puluhan burung yang hinggap di pohon-pohon persis di belakang tempat kost saya di Trinity College-Singapura. Sebenarnya burung-burung seperti ini sudah sejak dua tahun melakukan aktivitas yang sama di tempat yang sama. Bedanya, selama ini saya tidak memberi perhatian khusus kepada mereka. (Salah satu di antara keunikan orang-orang Singapura adalah ‘peri-kemakhlukan’ mereka yang terbilang tinggi --mudah-mudahan seimbang dengan ‘perikemanusiaan' mereka :-).

Perhatian khusus saya tertuju pada burung-burung ini bersamaan dengan bacaan firman Tuhan tentang ‘masalah kekuatiran’ sebagaimana dalam Matius 6:25 dst. Ayat Alkitab ini pun sudah lama sekali Anda dan saya dengar. Tetapi kali ini ia punya makna tersendiri. Yesus mengatakan “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh bapaMu di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?” Perhatikan bahwa perkataan Yesus ini ada dalam konteks masalah "mengumpulkan harta”. Ini adalah soal ‘prioritas’ dalam hidup. Pesan ini sama sekali bukan berisi larangan mencari makanan dengan bekerja. Manusia memang harus bekerja. Yang menjadi masalah adalah semangat dan usaha 'mengumpul' yang bisa membuat hati menjadi tumpul --semangat mengumpul yang membuat manusia tidak peduli pada Tuhan dan sesama manusia. Semangat seperti ini biasanya mengakibatkan manusia memanfaatkan Tuhan dan orang lain untuk diri sendiri, bukan memberi diri menjadi berkat bagi orang lain.

Ketika kita percayakan hidup kita kepada Tuhan, Ia akan memberikan yang terbaik bagi kita. Ketika kita mempercayakan hidup kita pada apa yang kita kumpulkan secara materi, ia akan menekan hidup kita. Sekadar memeriksa kecenderungan kita, coba kita perhatikan doa-doa kita selama ini. Penuh dengan permintaan bukan? Kesehatan, kebutuhan hidup, keberhasilan anak-anak, perlindungan dalam kerja dan sebagainya memenuhi doa-doa kita. Apakah itu salah? Tidak! Masalahnya, kita cenderung lebih peduli pada ‘pemberian’ bukan pada Sang Pemberi, yaitu Tuhan kita. Kita lebih menginginkan pemberian Tuhan bukan Tuhan sendiri.

Saatnya kita ubah sekarang: kita lebih menginginkan hubungan kita dengan Tuhan terpelihara baik, hidup kita terpelihara olehNya.

THE NEW LEADERSHIP OF THE HKBP


(Info untuk teman-teman yang belum bisa berbahasa Indonesia)
Rev. Bonar Napitupulu has been reelected, defeating Willem with 682 votes against 585 in the second round. In the first round BN got 602, Willem got 474, and Jamilin 192 votes.

Ramlan Hutahaean MTh was elected as General Secretary,>defeating Rambio J. Hutagaol, with 739 against 372, 6 invalid. Ramlan was the packet of BN, and Rambio of WTPS.

Dr Jamilin Sirait has been elected as Kepala Department Koinonia, defeating BM Siagian the closest ally of BN, in the second round, with 660 votes against 520. In the first round Welman Tampubolon was on the third.

Dr Binsar Nainggolan has been elected as Kepala Department Marturia defeating Siter Hutasoit and JAU Doloksaribu, with 442 against 190 and 151 votes.

Nelson Siregar has been reelected as Kepala Department Koinonia, defeating Plaston Simanjuntak DMin, with 609 votes against 511 votes.

Friday, September 5, 2008

PIMPINAN HKBP 2008-2012

Jarang sekali --kalau tidak mau dikatakan tidak pernah-- ada orang yang kualitas kejernihannya meningkat ketika duduk
di singgasana kekuasaan
(Gede Prama)
Doa dan harapan kita, apa yang dikatakan oleh Gede Prama tidak terjadi di dalam gereja, sebab di gereja tidak ada singgasana kekuasaan manusia; Kristuslah kepala Gereja
*******
Sinode Godang (Sinode Agung) HKBP September 2008 telah memilih
Pimpinan HKBP sebagai berikut:

Ephorus:
Pdt Dr Bonar Napitupulu

Sekretarais Jenderal:
Pdt Ramlan Hutahaean, MTh

Kepada Departemen Koinonia:
Pdt Dr Jamilin Sirait

Kepala Departemen Marturia:
Pdt Dr Binsar Nainggolan

Kepala Departemen Diakonia:
Pdt Nelson Flores Siregar, STh.

Kita doakan kiranya Tuhan memperlengkapi dan menguatkan mereka mengemban tugas panggilan yang dipercayakan kepada mereka. Kiranya mereka bersatu hati dalam kasih Kristus mengutamakan yang Tuhan utamakan. Kiranya mereka dengan kerelaan bersedia dipimpin oleh Tuhan dalam memimpin HKBP --yang adalah milik -Nya.

Di samping mendoakan, kita semua dapat memberi dukungan, sumbangan pikiran, bantuan bekal kehidupan, bahkan kritik membangun agar mereka dapat menjalankan pelayanan dengan takut akan Tuhan sehingga mereka tidak saja menjalankan tugas dengan baik tetapi juga finishing well.

Sekali lagi, lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuki kegelapan.
**************************
Berikut ini adalah nama-nama calon Praeses HKBP Periode 2008 - 2012 yang disahkan Sinode Godang HKBP ke-59 untuk dipilih 26 orang dari antara mereka (dikutip dari http://www.hkbp.or.id/index.php#, diakses tgl 06-9-2008; 20.50 Singapore Time)

1. Pdt.Midian K.H. Sirait ; 2. Pdt.Tigor.P.Panggabean; 3. Pdt.Esron Tampubolon ; 4. Pdt.Marolop Sinaga ; 5. Pdt.Rich.Janson.Simamora ; 6. Pdt.Debora br Sinaga ; 7. Pdt. Diapari Simangunsong ; 8. Pdt.Piter Hutapea ; 9. Pdt.Rahman Tua Munthe; 10. Pdt.Monang Silaban ; 11. Pdt.Untung Manurung ; 12. Pdt. Rafles Lumbanraja ; 13. Pdt.Sabam.M.P Marpaung ; 14. Pdt. Efendi Purba ; 15. Pdt.Pasu Nainggolan 16. Pdt .Piter M.P. Simanungkalit ; 17. Pdt.Patar Soaduon Napitupulu ; 18. Pdt.Bonar Nababan DPS ; 19. Pdt. Mori Sihombing ; 20. Pdt.Darwin Humala Sitorus ; 21. Pdt. Parulian Sibarani ; 22. Pdt.Armada Sitorus ; 23. Pdt.Elieser Siregar ; 24. Pdt. Tendens Simanjuntak; 25. Pdt. Sahat Simamora ; 26. Pdt.Makmur.G.H. Tampubolon ; 27. Pdt.Dr.Lukman Panjaitan ; 28. Pdt. Tionggar Nababan ; 29. Pdt Bihelman D.F.Sidabutar ; 30. Pdt.Edi D.R Hutauruk ; 31. Pdt. Games Purba ; 32. Pdt.Balosan Rajagukguk ; 33. Pdt.Togar M. Hasugian ; 34. Pdt.Charles Tambunan ; 35. Pdt.Sondang Hutahaean ; 36. Pdt Hahotan Simanjuntak ; 37. Pdt.Eben Ezer Siringoringo ; 38. Pdt.Juaksa Simangunsong ; 39. Pdt.Dr.Martongo Sitinjak ; 40. Pdt.Naser Silalahi ; 41. Pdt. Rusman Harianja ; 42. Pdt.Fritz Henry Hutapea ; 43. Pdt.Sahat Manogari Silitonga ; 44. Pdt.Sabar Hutabarat ; 45. Pdt.Marudur Tampubolon ; 46. Pdt.Romola Butarbutar ; 47. Pdt.Peterson Purba ; 48. Pdt.Antonius Simanjuntak ; 49. Pdt.Victor Sihotang ; 50. Pdt.Sintong Manalu ; 51. Pdt.David Sibuea ; 52. Pdt.Saur Simanjuntak
***************************
Yang terpilih adalah:
1. Pdt. David Sibuea MTh, 2. Pdt. Esron Tampubolon MTh,
3. Pdt. Mori Sihombing MTh, 4. Pdt. Dr Lukman Panjaitan,
5. Pdt. Debora Purada Sinaga MTh, 6. Pdt. Piter Hutapea MTh,
7. Pdt. Tendens Simanjuntak, 8. Pdt. Bihelman Sidabutar,
9. Pdt. RT Munthe MTh, 10. Pdt. Marolop Sinaga MTh,
11. Pdt. Effendy Purba, 12. Pdt. RJ Simamora,
13. Pdt. Diapari Simangunsong, 14. Pdt. Viktor Sihotang,
15 Pdt. BH Nababan DPS, 16. Pdt. Parulian Sibarani,
17. Pdt. Rafles Lumbanraja MMin, 18. Pdt. Tionggar P. Nababan,
19. Pdt. Sabam M. Marpaung, 20. Pdt. Elieser Siregar,
21. Pdt. Armada Sitorus, 22. Pdt. Pasu Nainggolan,
23. Pdt. Marudur Tampubolon, 24. Pdt. Togar M. Hasugian,
25. Pdt. Saur L. Simanjuntak, 26. Pdt. Sabam Manogari Silitonga.
-----------------
Pdt Dr Robinson Butarbutar mengatakan, "Pdt Debora P. Sinaga MTh, satu-satunya praeses dari kalangan perempuan berhasil masuk tanpa 'mengemis', tetapi berargumentasi dengan Ephorus terpilih bahwa dirinya berhak, capable dan pantas menjadi calon praeses. Akhirnya para sinodisten mempercayainya karena kemampuannya semata. Kita doakan agar seorang hamba perempuan dengan nama Alkitabiah ini dapat membawa keadilan di tengah-tengah HKBP, sedikitnya, memulainya, istimewa keadilan terhadap perempuan, secara khusus para pelayan perempuan yang banyak dilecehkan oleh para pelayan laki-laki. Banyak harapan diletakkan dibahunya. Karena itu, mari tidak lupa mendoakan Debora dan menasehatinya dengan kasih dan insights."

PENGKOTBAH DAN KOTBAH YANG BAGAIMANA


Seorang pengkotbah harus menghidupi kotbahnya kalau ia mau kotbahnya hidup

Kotbah yang dipersiapkan dengan tenaga asap sangat sulit dibayangkan bisa meresap


PENGANTAR

Kotbah merupakan salah satu bagian terpenting dalam ibadah sepanjang sejarah gereja. Karena itu, usaha untuk mempersiapkan dan menyampaikan kotbah yang baik dan benar merupakan sebuah keharusan.

Homiletika berasal dari bahasa Yunani homilia artinya persekutuan, dan bentuk kata kerja homileo artinya berbicara. Umumnya homiletika diartikan sebagai ilmu berkotbah. Akan tetapi, di sini homiletika kita pahami lebih dari sekadar ilmu. Sebab, ilmu biasanya sesuatu yang diteruskan kepada orang lain, yang bisa saja tidak diterima atau dihidupi oleh yang menyampaikannya. Homiletika dimaksudkan sebagai upaya membangun persekutuan umat percaya melalui penyampaian firman Allah, yang antara lain seturut dengan fungsi Alkitab (mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran, bnd. 2 Timotius 3:16). Disamping itu kotbah berperan untuk menghibur dan meneguhkan orang untuk setia mengikut Tuhan.

Dengan demikian, pertanyaan yang pertama dan terutama bukanlah ‘kotbah yang bagaimana’ melainkan ‘bagaimana pengkotbah’. ‘bagaimana pengkotbah’ mencakup: Spiritualitas: hubungan yang terpelihara baik dengan Tuhan. Kecerdasan emosional; Kecerdasan intelektual; Kecerdasan interaksi; Kesehatan dan kebugaran tubuh. Sedangkan ‘kotbah yang bagaimana’ mencakup kotbah yang ‘benar’ (berakar pada firman Tuhan; ‘baik’ (memperhatikan peristiwa dan situasi tertentu seperti: tahun liturgi, konteks duka, sukacita, perayaan; ‘jelas’ (sistematis dan cara penyampaian yang komunikatif; ‘menarik’ (untuk membantu pendengar mengingat dan menghidupinya).

BAGAIMANA PENGKOTBAH

Berkotbah adalah salah satu tugas pelayanan yang paling sering dilakukan oleh kebanyakan pelayan gereja. Bagi banyak pelayan, barangkali ini juga yang paling sering menekan atau membebani kehidupan. Mereka yang merasa sangat terbeban dan menolak berkotbah biasanya pertama-tama mengajukan pertanyaan ,’apa yang akan saya katakan?’. Itu sebabnya sering kita dengar keluhan bahwa seseorang sudah ‘putus kamus’. Sebab, semua hal sudah pernah dikotbahkan (dan terkadang harus mengatakan ‘seperti yang sudah pernah saya kotbahkan dulu’).

Alkitab menegaskan bahwa Allah berfirman melalui manusia. Karenanya, tugas berkotbah adalah sebuah anugerah. Sebab, mulut pengkotbah menjadi saluran penyampaian firman Allah. Di sini bukan peranan manusia yang terutama melainkan peranan Tuhan sendiri. Itu sebabnya seorang pengkotbah yang benar tidak pernah ‘putus kamus’, sebab Allah terus menerus menyatakan diri dan memperdengarkan suaraNya.

Semakin jelas bahwa pertanyaanya bukan terutama “kotbah yang bagaimana” melainkan “bagaimana pengkotbah”. Jika kita mulai dengan ‘kotbah yang bagaimana’ biasanya setelah membaca ayat Alkitab sesuai perikopen kita mulai dengan mencari “apa yang cocok saya katakan atas dasar ayat Alkitab ini”. Padahal, yang pertama dan terutama, mestinya adalah “apa yang Tuhan katakan dan nyatakan kepada saya dan umatNya melalui ayat Alkitab ini”. Inilah yang dimaksudkan dengan ‘bagaimana pengkotbah’. Di samping itu, tentu kehidupan sehari-hari seorang pengkotbah sangat menentukan juga. Bagaimana kehidupan doanya, emosinya, keteladanannya dan sebagainya.

Semuanya ini hanya dapat terbangun melalui ibadah pribadi dan persiapan diri dalam perenungan yang sungguh-sungguh. Dengan demikian, kotbah dapat menyejukkan, menyentuh hati yang terdalam, membangkitkan iman, meneguhkan ketetapan hati mengikut Kristus dalam kebenaran dan kasih. Pendidikan homiletika tidak terutama bersumber dari buku-buku, penataran dan sebagainya tetapi terutama dalam seluruh kehidupan kita. Di situ Tuhan menuntun dan memperlengkapi kita.

Dapat dicatat pula bahwa kotbah lebih dari waktu persiapan sebelum berkotbah, tetapi merupakan hasil dari seluruh hidup pengkotbah: hidup spiritual, keyakinan moral, pengembangan intelektual melalui bacaan dan refleksi, kesehatan atau kebugaran fisik, bahkan masalah makanan yang dimakan dan minuman yang dimunum. Khusus yang disebut terakhir ini perlu mendapat perhatian karena kalau pengkotbah makan terlalu kenyang, itu mengakibatkan darah lebih aktif bekerja di perut yang seharusnya bekerja di otak dalam mempersiapkan kotbah. Atau kalau seseorang harus minum sedikit alkohol supaya ‘berani’ bediri di mimbar, mungkin saja ia berani tetapi kotbah yang disampaikan pun sulit dibayangkan bisa membangun iman. Tambahan lagi, kotbah yang dipersiapkan dengan tenaga asap, sangat sulit dibayangkan dapat meresap.

Untuk itu seorang pengkotbah sedikitnya perlu melakukan persiapan:

1. Kehidupan doa. Kehidupan doa yang dimaksudkan di sini tidak saja berdoa pada waktu mempersiapkan kotbah saja, melainkan seorang pengkotbah adalah seorang yang memberi waktu setiap hari untuk berdoa dan merenungkan firman Tuhan. Doa pribadi sangat penting bagi seorang pengkotbah, dimana pengkotbah bersyukur, memohon ampun serta memohon hikmat kepada Tuhan. Kita memohon agar Tuhan menguduskan hati kita, agar dari situ terpancar kehidupan. Kita berdoa agar Tuhan berkenan menguduskan jalan pikiran kita, sehingga setiap pemikiran dan penjelasan yang keluar darinya sungguh-sungguh mencerminkan pikiran Tuhan. Kita memohon agar Tuhan menyucikan mulut dan bibir kita, agar kata-kata yang keluar dari situ benar-benar kata-kata yang penuh urapan. Kita ingat misalnya, bagaimana Allah menjamah mulut Yeremia sebelum mewartakan firman Tuhan.

2. Persiapan khusus. Pengkotbah sendiri sebaiknya melakukan persiapan diri dan persiapan kotbah dengan sungguh-sungguh. Pengkotbah perlu membaca dan merenungkan nats kotbah berulang-ulang sambil terus menerus memohon hikmat dari Tuhan. Apa yang Tuhan katakana kepada saya? Apa yang Tuhan kehendaki?

3. Setiap Pengkotbah seharusnya membaca dan merenungkan nats kotbah sedikitnya satu minggu sebelumnya, walaupun ia tidak berkotbah. Setiap pelayan juga berdoa agar pengkotbah setiap minggunya sungguh-sungguh diperlengkapi oleh Tuhan. Dalam hal ini sangat baik kalau ada ‘sermon’ (persiapan kotbah) bersama para pelayan untuk saling berbagi perenungannya kepada sesama pengkotbah.

4. Dalam membaca Alkitab, kita tidak saja belajar tentang Tuhan, melainkan, yang terutama kita sedang berhadapan dan berbicara dengan Tuhan sendiri. Ia berbicara kepada kita. Karena itu dalam persiapan kotbah, Tuhanlah yang seharusnya terlebih dahulu berbicara kepada kita, dan pikiran, analisa, tafsiran kita dibelakangkan. Dalam kaitan itu, kita tidak saja mengetahui tentang Tuhan tetapi juga (dan yang terpenting) kita percaya kepada Tuhan.

PERSIAPAN MATERI KOTBAH

Bertolak dari persiapan pribadi seperti disebut di atas, pengkotbah dapat menyusun materi kotbah sebaik mungkin. Jadinya, kotbah merupakan hasil perenungan dan penghayatan si pengkotbah. Secara sederhana berikut ini ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian seorang pengkotbah dalam mempersiapkan kotbah.

1. Mulai dari yang dimengerti

Dalam membaca nats Alkitab mungkin saja ada yang sulit kita pahami atau bahkan membingungkan kita. Untuk itu mulailah dari yang mudah dipahami. Langkah ini mungkin saja menolong kita memahami yang sulit. Sebaliknya, kalau yang sulit dimengerti kita tonjolkan, maka yang mudah dipahami pun bisa saja menjadi terabaikan.
Untuk menolong kita dalam hal ini kita boleh mengajukan pertanyaan dan menjawab berdasarkan fakta-fakta ayang ada dalam nats Alkitab, seperti:

Siapa: Misalnya, Allah. Apa yang dilakukan Allah? mengasihi, menyertai, memelihara, memperingatkan, menghukum dan lain-lain. Atau mungkin, tentang seseorang ‘tokoh’ yang setia kepada Tuhan, seperti Abraham, Musa, Nabi-nabi, dan sebagainya. Bagaimana hidup, keberimanan dan pekerjaan mereka?

Apa: Tentang apa yang disebut dalan nats? Misalnya: gereja, keluarga, persekutuan, ibadah, persembahan, kehidupan yang kekal, kehidupan pribadi, akhir zazaman, kematian, kebangkitan, dsb.

Sikap hidup kristiani yang bagaimana: pengampun, pengasih, penuh kesabaran, bertahan melawan pencobaan, kesetiaan, keteguhan iman, memberi secara Kristen,

2. Sapaan Tuhan kepada kita sekarang

Kotbah hendaknya menyentuh kehidupan dan pengalaman kita sekarang. Memang, Allah yang berfirman di dalam Alkitab, adalah Allah yang sama yang berfirman kepada kita sekarang. Akan tetapi situasi yang dihadapi oleh orang-orang dulu berbeda dengan kenyataan yang kita hadapi sekarang. Karena itu, kita merenungkan, apa yang Tuhan katakan kepada kita melalui firmanNya yang terdapat di dalam Alkitab.

Kita mengalami banyak hal dalam kehidupan kita baik sukacita maupun berbagai beban kehidupan. Pengalaman-pengalaman kita itu perlu diangkat ke permukaan untuk melihat kehendak Allah yang terkandung di dalamnya, menyadari kecenderungan sikap berpaling dari Allah dan sebagainya. Karena itu, semua masalah kehidupan dapat disinggung dalam kotbah. Dalam hal ini sedapat-dapatnya kita perlu mendengar banyak dari orang, mendengar berita dari sumber-sumber yang ada, bahkan sedapat-dapatnya kita dapat membaca beberapa buku yang berguna.

3. Kotbah yang Benar dan Menarik

Keduanya memang penting, tetapi pusat perhatian utama kita dalam kotbah ialah bahwa isi kotbah itu benar sesuai dengan firman Tuhan. Bicara tentang ‘benar dan menarik’ seumpama dengan ‘isi dan bungkus’. Yang paling penting, tentunya adalah isi bukan bungkus. Apa artinya kalau bungkusnya baik tetapi isinya tidak baik? Lebih baik kalau bungkusnya sederhana, tetapi isinya sangat berharga. Paling baik, adalah baik isi dan bungkusnya baik.

Untuk memudahkan, pengkotbah dapat memberi ilustrasi atau perumpamaan. Tetapi perlu diperhatikan agar ilustrasi atau perumpamaan hanya merupakan ‘alat’ untuk memahami inti kotbah. Janganlah warga jemaat pulang dari gereja hanya mengingat cerita itu saja, tetapi benar-benar memahami dan menghayati firman Tuhan sebagai inti kotbah.

4. Beberapa hal yang perlu dijaga

(1) Hendaknya kotbah tidak disalahgunakan menjadi sarana melampiaskan emosi/ amarah atau menyindir kepada seseorang yang tidak disukai atau dibenci dalam jemaat. Mimbar gereja bukanlah tempat pelampiasan amarah, melainkan tempat menyampaikan firman Tuhan dalam kasih.

(2) Tidak menggunakan kotbah sebagai penonjolan pribadi melalui contoh-contoh keberhasilan diri sendiri. Peran pengkotbah adalah bagaikan sebuah jari yang menunjuk kepada Tuhan. Sebab, hanya Tuhanlah yang layak dimuliakan. Mimbar tempat berkotbah memang lebih tinggi, tetapi peran firman Tuhan itulah yang tinggi.

(3) Penggunaan waktu yang tepat supaya tidak terlalu bertele-tele sehingga yang mendengarkan kehilangan perhatian. Lebih baik menekankan beberapa pokok penting dengan penjelasan secukupnya.

(4) Pada saat menyampaikan kotbah, kita harus tetap dalam hubungan dengan Tuhan. Kita tidak sendirian di situ. Allah ada di situ. Karena itu, dalam berkotbah, bukan kita yang terutama menyapa warga jemaat, tetapi kita semua –termasuk pengkotbah—sedang disapa oleh Tuhan.

(5) Setelah selesai berkotbah, kita perlu hati-hati dengan dua godaan. Pertama, merasa tegang atau tertekan karena merasa gagal menarik perhatian umat. Kedua, menjadi sombong karena merasa kotbah yang disampaikan bagus, hebat, dikagumi orang dan sebagainya. Hendaklah kita bersyukur sambil menghayati firman Tuhan yang kita sampaikan.

Thursday, September 4, 2008

EPHORUS HKBP 2008-2012

Ompui Ephorus Dr. Ingwer Ludwig Nommensen:
Iman yang teguh, integritas, pengabdian, kasih agape

Harapan kita para Ephorus sesudah era Nommensen
dengan tulus hati meneladaninya

Dua orang teman saya pendeta baru saja (04/9/2008) mengirim SMS dari ruang Sinode Agung (Seminarium Sipoholon-Tarutung) mengatakan bahwa setelah putaran kedua pemilihan ephorus, Pdt Dr. Bonar Napitupulu mendapat 682 suara dan Pdt Willem TP Simarmata mendapat 585 suara. Dengan demikian Pdt Dr Bonar Napitupulu terpilih menjadi ephorus HKBP 2008-2012.

Beberapa bulan terakhir ini saya mendapat lumayan banyak email, sms dan penuturan langsung dari berbagai pihak yang mengatakan kelemahan dan kekurangan Ephorus Dr Bonar Napitupulu yang tidak perlu disebutkan di sini. Dengan terpilihnya beliau dalam Sinode Godang 2008, seluruh pelayan dan warga jemaat HKBP hendaknya mengedepankan kehendak Tuhan yang menghendaki gerejaNya HKBP hidup dalam damai dan menjalankan misi yang diembankanNya kepada kita. Mari kita dukung dalam doa dan berbagai cara yang lain kepemimpinan Ompui Ephorus Napitupulu.

Harapan kita, sekiranya apa yang dikatakan oleh orang-orang tentang kelemahan, kekurangan bahkan dosa beliau itu benar, ke depan ini tidak akan terulang lagi. Sekiranya tidak benar, beliau tidak perlu tawar hati dan membalas. Semuanya jelas di hadapan Tuhan, meskipun kita manusia terkadang terluput dari pengetahuan dan penglihatan sesama. Doa dan harapan kita pimpinan HKBP yang terpilih dalam sinode ini diperlengkapi oleh Tuhan dan bersedia senantiasa dipimpin oleh Tuhan, sehingga mereka adalah pimpinan yang memiliki: spiritualitas yang tangguh, moralitas yang teruji, emosi yang sehat, kecerdasan intelektual dan kecerdasan interaksi, serta memiliki kasih agape. Kiranya semua kita, termasuk para pimpinan gereja dapat mengakhiri tugas yang dipercayakan dengan baik (bagaimana mengakhiri kepemimpinan dengan baik, silahkan baca topik finishing well dalam blogspot ini).
Tiga tugas utama seorang Ephorus adalah: (1) Pemimpin spiritual, (2) Pemimpin Pastoral, (3) Pemimpin Liturgis.
***************
Catatan:
Hasil polling pengunjung blogspot ini selama 1 bulan dengan pertanyan: Beberapa syarat kelayakan menjadi pimpinan Gereja adalah ketangguhan spiritualitas, kesehatan emosional, moralitas, kecerdasan intelektual dan kecerdasan interaksi. Sekiranya Saudara ikut memilih Ephorus HKBP saat ini, siapa pilihan Saudara?
Pilihan responden adalah sebagai berikut:
Pdt Dr. Bonar Napitupulu : 11%
Pdt Dr Jamilin Sirait : 04%
Pdt WTP Simarmata, MA : 27%
Yang lain............. : 56%
Terima kasih banyak kepada Anda yang sudah berpartisipasi mengisi polling tersebut.

MEMBERI TANPA MEMPERMISKIN DIRI

Di antara beberapa pasfoto siswa yang membutuhkan
bantuan beasiswa
Update Penerimaan dan Penyaluran beasiswa klik di sini:
Sekiranya ada orang yang sangat membutuhkan pertolongan kita tanpa membuat kita jatuh miskin, apakah kita bersedia menolong? Konkritnya begini. Banyak di antara kita yang tidak akan jatuh miskin jika kita menyumbangkan Rp. 100.000 rupiah perbulan. Padahal, dengan Rp. 50.000 seorang siswa dapat melanjutkan sekolahnya. Saat ini ada 100 siswa yang membutuhkan pertolongan kita sesuai data dari dua kepala sekolah dan Pendeta HKBP Ressort Parlilitan. Terima kasih yang tulus kepada Bapak dan Ibu yang sudah membantu:

1. Anthon Simangunsong (Singapore) untuk 10 orang -Mulai Ags 08
2. John Sihotang (New York).............. untuk 1 orang - Mulai Ags 08
3. NN (Singapore) ................................ untuk 1 orang -Mulai Ags 08
4. NN (Solo-Jawa Tengah).................. untuk 2 orang - Mulai Sept 08
5. Kel Ramses Butarbutar (S'pore).... untuk 6 orang - Mulai Okt 2008
6. NS (Singapore)................................. untuk 5 orang - Mulai Okt 2008
Masih ada 73 orang lagi yang membutuhkan bantuan
Mohon partisipasi Bapak/Ibu/Sdr untuk ikut membantu

Gambaran Umum Kehidupan Para Siswa

Parlilitan adalah kecamatan yang sangat terpencil sekitar 80 Km dari Siborongborong. Beberapa dari desa-desanya hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari ibu kota kecamatan.

Semua orangtua ke-100 siswa ini adalah petani yang rata-rata penghasilan dibawah Rp. 200.000/ bulan. Banyak juga di antara mereka yang sudah tidak punya ayah. Sedihnya, walaupun orangtua mereka petani, tetapi mereka masih harus membeli beras karena produksi padi mereka tidak memenuhi kebutuhan mereka selama setahun. Umumnya mereka masih memakan singkong sebelum makan sedikit nasi pada siang dan malam hari.

Beberapa dari siswa yang lebih dari 100 orang ini datang dari desa-desa kecamatan Parlilitan yang terpaksa kost di Parlilitan dan ada pula yang harus menempuh 8-12 km berjalan kaki pulang pergi ke sekolah tiap hari. Mereka yang kost biasanya hanya memberikan beras kepada tempat kost mereka dengan catatan mereka harus bekerja sesudah jam sekolah membantu pemilik rumah, seperti mencangkul di ladang atau mencari kayu bakar.

Tujuan

Yesus menghendaki semua pengikutNya saling mengasihi. Firman Tuhan juga berkata, “segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Mat.25:40). Pemberian beasiswa ini adalah merupakan salah satu wujud kehidupan yang saling mengasihi.

Dengan Rp. 50.000 per orang/ bulan, memang belum bisa menyelesaikan persoalan mereka. Tetapi, bantuan ini setidaknya dapat meringankan beban mereka, terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Pengorganisasian:

Daftar nama ini dibuat atas kerjasama Pendeta dan Majelis HKBP Ressort Parlilitan dengan kedua kepala sekolah SMP Negeri 1 Parlilitan dan SMA Negeri 1 Parlilitan. Mereka memilih dari antara siswa yang paling membutuhkan bantuan.

Pengelolaan:

Program ini digagasi dan dimulai oleh Bapak Sahat Gultom dan sudah berlangsung 1 tahun 6 bulan untuk kelompok I. Yang 100 siswa ini adalah tahap II, yang karena kesibukan Bapak Gultom, pengirimannya dilakukan oleh Tima Warni Pangaribuan dengan internet banking ke rekening Tober Stanley Ritonga-Medan untuk diteruskan ke rekening Sekolah/ penyalur beasiswa (yang belum dapat menerima transfer internet banking).

Pihak Sekolah mengirimkan bukti penyerahan beasiswa kepada Tim dan akan diteruskan kepada setiap donatur secara berkala.

Donatur dapat mentransfer bantuannya ke rekening berikut (dengan memberi tahu nama pengirim ke tinambunanvt@yahoo.com ):

TIMA WARNI PANGARIBUAN
BCA Cabang Pematangsiantar
No. Rek. 8200082541

Atau ke

VICTOR TINAMBUNAN
OCBC Bukit Timah Branch - Singapore
Acc. No. 518-1-034926

ShoutMix chat widget