Thursday, September 6, 2007

SPIRITUALITAS DAN EKOLOGI 1


Kepemilikan Allah Atas Bumi& Tanggung Jawab Manusia[1]


Acuan: Mzm 24:1 dan Kej. 1:26-28)


Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya,

dan dunia serta yang diam di dalamnya

(Mzm 24:1)

IBADAH DAN GERAK KEHIDUPAN

Sepanjang sejarah ibadah Israel dan Gereja, Kitab Mazmur memainkan peran penting. Sejak semula tidak ada ibadah tanpa Mazmur, entah ibadah harian atau ibadah jemaat. Mzm 24 ini merupakan bagian mazmur dalam konteks ibadah di Bait Suci.Mazmur ini mengandung pengakuan iman dan pujian kepada Tuhan. Dialah Tuhan yang menciptakan dan memiliki bumi bukan allah bangsa-bangsa lain. Dia adalah Tuhan segenap bumi, karena Dialah yang memiliki (juga Mzm 50:12; 89:12; 97:5)Kepemilikan Allah dan pemeliharaanNya yang bersinambungan atas bumi dan segala isinya berulang-ulang ditegaskan dalam Alkitab.

Memang kita menemukan dalam Alkitab bahwa Allah memberikan bumi kepada manusia. Misalnya, dalam Mzm 115:16 dikatakan “Langit itu langit kepunyaan Tuhan, dan bumi itu telah diberikanNya kepada anak-anak manusia”.Tetapi harus ditegaskan bahwa Allah tidak pernah melakukan serah terima kepada manusia. Ia tidak memberikannya kepada kita sedemikian tuntas sehingga Ia sama sekali tidak punya hak dan tidak punya kontrol lagi atasnya, melainkan memberikannya kepada manusia yang adalah rekan sekerjaNya.

Dalam kotbah di Bukit Yesus mengembangkan pendominasian ilahi itu lebih luas lagi –dari makhluk yang terbesar hingga yang terkecil. Di satu pihak, Allah menerbitkan matahari (yang Ia adalah pemiliknya), dan di lain pihak Ia memberi makan kepada burung-burung, pakaian kepada bunga bakung dan mendandani rumput di padang (Mat 5:45; 6:26, 28, 30). Jadi, Ia memelihara seluruh cuiptaanNya; dengan menyerahkannya kepada kita, Ia bukannya menanggalkan kepemilikan dan tanggung jawab-Nya atasnya.

MENAKLUKKAN DAN MENGUASAI DENGAN CARA ALLAH(Kej 1:26-28)

Kita dapat memahami mandat ‘memnguasai dan menaklukkan’ sebagaimana dalam Kej 1:26-28 dengan memperhadapkannya dengan kepemilikan Allah atas bumi dan segala isinya seperti disebut dalam Mzm 24. Tidak jarang, bahwa mandat menguasai dan menaklukkan dalam Kej 1 ini dipahami secara keliru sebagai ‘hak istimewa’ manusia memperlakukan alam sesuai dengan keinginan manusia.

Dalam hal ini dapat disebut sedikitnya dua hal, yakni:

(1) Menguasai sebagai Gambar AllahKeberadaan manusia sebagai gambar Allah sedikitnya mengandung pengertian bahwa: 1) Manusia diberi karunia memiliki sifat-sifat Allah yang mengasihi, mencintai yang baik, mencintai kehidupan. Itu berarti bahwa dalam menaklukkan dan menguasai, manusia melakukannya atas nama Allah dan seperti cara Allah memperlakukan ciptaan-Nya. 2) Manusia dianuagerahi kemampuan untuk mempertahankan ciptaan itu tetap baik sebagaimana Tuhan menciptakan dan melihatnya baik. Dalam hal ini, menguasai berarti memperlakukan ciptaanNya sedemikian rupa agar ia tetap baik sebagaimana Tuhan menghendakinya. Sebab, kalau Tuhan membenci dan menolak ibadah dan koor umat karena ketidakadilan (Amos 5), Ia tetap menerima pujian dari segala yang bernafas (Mzm 150:6). 3) Keberadaan manusia sebagai gambar Allah lebih merupakan ‘tanggung jawab” istimewa bukan “hak istimewa”. Menguasai tidak dalam artian mengeksploitasi dan merusak. 4) Menguasai juga berarti agar manusia jangan menyembahnya, sebab hanya Allah yang patut disembah.Dengan adanya pengakuan bahwa Tuhan adalah Pencipta dan raja yang menguasai seluruh ciptaanNya, maka tugas manusia ‘menguasai’ dan ‘mengusahai’ bumi adalah seperti cara Allah menguasainya yaitu dengan merawat dan memeliharanya.

(2) Kebutuhan ManusiaSeperti sudah disinggung, bahwa dalam Kej. 1:26 bahwa yang pertama disebut adalah manusia sebagai gambar Allah. Kemudian, diberi mandat ‘menguasai”. Urutan ini mengandung makna bahwa manusia menguasai seperti cara Allah menguasai ciptaanNya.

Memang kata-kata yang digunakan dalam bahasa Ibrani untuk “berkuasa” di sini adalah juga berarti ‘menginjak’. Misalnya, menginjak buah anggur untuk memeras sarinya. Kata ‘taklukkanlah’ juga berarti menaklukkan dalam perang. Akan tetapi amanat ‘taklukkanlah’ di sini tidak sama dengan perang terhadap alam. Sebab, tidak boleh hanya etimologi yang menjadi pertimbangan kita tetapi cara penggunaan kata-kata itu dalam konteksnya. Kekuasaan yang diserahkan Allah kepada manusia adalah bersifat pemberian yang menuntut tanggung jawab.

Salah satu yang perlu diperhatikan untuk memahami ‘menaklukkan’ dan ‘menguasai’ dalam Kej 1 ini adalah makanan manusia. Dalam ay 29: makanan adalah tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan pohon-pohonan yang buahnya berbiji”, tidak dalamkonteks manusia sebagai pemakan daging. Jadi, kata taklukkanlah di sini tidak dapat disamakan saja dengan konteks dunia sekarang dimana manusia memakan daging, yang malah sudah kian tanpa batas. Misalnya sudah banyak orang makan ular, anjing, kucing dan tikus. Catatan: Untung saja apa yang kita makan tidak mempengaruhi perilaku kita. Sebab jika apa yang dimakan oleh manusia mempengaruhi perilakunya , maka orang Batak dan orang Nias pasti akan mengalami masalah yang amat serius. Sebab babi dan anjing saja (yang amat sering dilahap), sudah amat tak tertahankan dampaknya bagi kehidupan, yang satu (babi): tukang makan, tidur dan teriak saja dan yang lain (anjing) menggonggong dan menggigit –dan berbisa pula --yang pasti akan merusak kehidupan.

MASALAH KEPEMILIKAN BUMI MASAKINI

Di tengah maraknya gaya hidup konsumerisme dewasa ini, apa yang dikatakan Gandhi sangat penting dihayati, yakni “bumi ini cukup menyediakan kebutuhan semua orang tetapi tidak cukup untuk ketamakan setiap orang”.

Krisis lingkungan hidup merupakah salah satu dari sederet persoalan yang paling serius dewasa ini, dari tingkat nasional hingga ke tingkat global. Disebut-sebut bahwa setiap tahun hutan dunia rusak seluas wilayah Korea. Indonesia sendiri kehilangan hutannya sekitar 2,8 juta hektar setiap tahun. Sudah banyak makhluk hidup yang punah, yang diperkirakan satu spesis punah setiap hari. Masalah lebih rumit lagi karena kota Jakarta misalnya, meraih juara III sedunia di bidang pengotoran udara. (kota-kota lain seperti Medan, Surabaya dan lain-lain kurang lebih sama dengan kondisi Jakarta).

Masyarakat Indonesia banyak yang sudah menanggung derita akibat berbagai bencana yang sebenarnya diakibatkan oleh rusaknya hutan dan terjadinya polusi udara, air dan tanah. Kondisi hutan yang memprihatinkan ini terjadi karena ketidaktahuan masyarakat, karena kemiskinan, dan lebih banyak karena ketamakan para penguasa dan pengusaha kayu.

Mencermati kecenderungan yang menggejala, jika tidak ada perubahan sikap dan perilaku manusia, maka akhir zaman yang disebut di dalam Alkitab bisa saja bukan sesuatu yang kita nantikan lagi dengan sukacita, tetapi menjadi sesuatu yang menakutkan karena dirampas oleh manusia dengan gaya hidup dan tindakannya yang menghancurkan alam.

Roh materialisme (memperilah materi) dan konsumerisme (perasaan tidak pernah merasa cukup) telah memacu kehancuran alam ciptaan Tuhan diperparah dengan ketidakpedulian terhadap kualitas lingkungan.

Sebagai Gereja dan orang Kristen, kita perlu berpaling kembali kepada kepemilikan Allah atas bumi dan segala isinya. Penerimaan demikian dapat terwujud dengan dihidupkannya penghayatan akan Mazmur ini dalam ibadah-ibadah kita. Hal ini dapat dimulai dari ibadah atau perenungan pribadi, keluarga dan persekutuan jemaat.

Tidak berhenti di situ, yang terpenting ialah bagaimana kehidupan setiap dan semua orang mencerminkan kehidupan yang menghargai ciptaan Tuhan antara lain melalui:

1) Hidup dengan dasar kecukupan (bukan ketamakan) sebagaimana Tuhan menghendakinya (bnd. Bagian doa Bapa kami, “berikanlah kepada kami pada hari makanan kami yang secukupnya). Dengan demikian, menghindari diri dari materialisme dan konsumerisme.

2) Menangani limbah rumah tangga dan sampah secara baik (belanja dengan keranjang, bukan menghabiskan plastik; penggunaan kertas di kantor, kampus, pelatihan, lokakarya sehemat mungkin).

3) Menjaga keadaan sungai, danau, laut agar tetap baik dan bersih.

4) Menanam dan merawat pohon di pekarangan rumah, pinggir jalan umum, kompleks gereja dan lain-lain.

5) Mengkonsumsi makanan secukupnya dan sehat (tidak hanya yang enak), dan lain-lain

6) Menggunakan kendaraan yang layak pakai (tidak mengeluarkan polusi melewati ambang batas) dan seperlunya.

7) Dalam tingkat nasional dan global: semua negara hendaknya sungguh-sungguh memperhatikan keseimbangan ekologi dan ekonomi.

RENUNGAN DAN DISKUSI

(1) Apa sajakah tindakan manusia pada zaman ini yang mencerminkan pengakuan bahwa Allah pemilik bumi dan segala isinya dan mana yang menunjukkan pengabaian kepemilikan Allah atas bumi dan isinya?

(2) Upaya-upaya konkret apa yang dapat dilakukan oleh Gereja dan orang-orang Kristen merawat alam ciptaan dan milik Tuhan?


[1] Sebelumnya pernah disampaikan sebagai Pengantar Pemahaman Alkitab (PA) pada “Pelatihan Pelatih Penanganan Bencana”, kerjasama PGI dan PGI Daerah Nias.

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget