Friday, September 7, 2007

SPIRITUALITAS DAN EKOLOGI 3


TUGAS PANGGILAN MEHARGAI CIPTAAN TUHAN[1]


Firman Tuhan terpadu dalam dua volume, yaitu
dalam alam ciptaan dan dalam Kitab Suci
Thomas Aquinas (1225-1274)

Allah menuliskan firmanNya tidak saja di dalam Alkitab,
Tetapi juga pada pohon, bunga, awan dan bintang-bintang

Martin Luther (1483-1546)

I. DI MANA KITA BERADA?

Masalah krisis ekologi merupakan salah satu masalah terbesar dunia masakini. Akan tetapi, penanggulangan yang konkret masih jauh dari yang dibutuhkan. Memang, dalam tataran wacana boleh dikatakan agak memadai dengan munculnya berbagai persidangan dari tingkat nasional hingga internasional, berbagai seminar dan terbitan buku-buku (termasuk di bidang teologi) berkaitan dengan masalah krisis ekologis dan upaya penanggulangannya.

Fakta-fakta krisis ekologis dewasa ini sangat kasat mata. Misanya, hutan Indonesia rusak sekitar 2,8-3 juta hektare setiap tahun. Sedangkan hutan dunia mengalami kerusahan seluas ¾ wilayah korea setiap tahun. Akibatnya amat kentara dengan terjadinya berbagai peristiwa banjir, tanah longsor, permanasan global dan sebagainya. Khusus mengenai yang terakhir ini dapat disebutkan bahwa suhu kota Medan misalnya, saat ini terkadang sudah mencapai 33° C, yang 15-20 thn silam paling tinggi 31° C. Jadi, warming global bukan lagi sekadar wacana, ia sudah persis di depan mata.

Apa dampak warming global? Para pakar sudah dengan gamblang menjelaskan bahwa pemanasan global akan berdampak pada naiknya permukaan laut karena es di kutub bumi mencair. Sudah ada penelitian bahwa luas es di kutub utara dan selatan semakin berkurang. Dalam kaitan ini, sudah ada sinyal bahwa akan ada saatnya Jakarta Utara akan hilang ditelan laut karena naiknya permukaan laut ditambah dengan turunnya permukaan tanah karena bangunan dan penyedotan air tanah berlebihan.

Kita juga menghadapi masalah kelangkaan berbagai spesis (buaya air berkurang, buaya yang lain bertambah; burung yang terbang berkurang, burung yang hinggap bertambah –seperti patung buaya dan burung yang terbuat dari batu, semen, kayu atau gambar-gambar di buku)

Disamping itu, Jakarta ‘meraih’ Juara III sedunia di bidang polusi udara (dan juara VI terkorupsi di dunia): sebuah ‘prestasi’ yang mencengangkan. Tingginya tingkat korupsi juga menambah penderitaan alam.

II. PENYEBAB UTAMA KRISIS EKOLOGI

1. Sejak masa pencerahan, manusia mandang alam ini sebagai objek semata dan alam kehilangan ‘sakralitasnya’. Hal ini berbarengan dengan lahir dan berkembangnya industri komersial dengan mengeksploitasi alam.


2. Masalah ketamakan manusia. Gandhi dengan amat bijak mengatakan, “Bumi ini cukup menyediakan kebutuhan semua orang tetapi tidak cukup menyediakan untuk ketamakan setiap orang.” Konsumerisme dan pola hidup serba instant memberi andil besar terhadap kerusakan alam. Sebagai gambaran dapat diambil contoh kehidupan orang Amerika. Dengan 5% penduduk dunia, AS menghabiskan 40% sumber daya alam di pasar dunia setiap tahun. Kalau seluruh penduduk dunia mau hidup pada taraf kemakmuran di Amerika, ada dua pilihan yang sama-sama tidak mungkin: mengurangi jumlah penduduk global sebanyak 87,5% atau menemukan delapan bumi baru’.[2]

Memang masih banyak orang Amerika yang tergabung dalam suatu gerakan baru yang disebut dengan minimalis. Yaitu orang-orang yang menentukan untuk hidup dengan uang sedikit. Mereka membeli lebih sedikit, menghabiskan lebih sedikit, membuat lebih sedikit, dan memiliki lebih sedikit barang.[3] Celakanya, justru orang Indonesia sendiri sudah banyak ketularan gaya hidup negara maju dengan maraknya makanan dan minuman dengan kemasan disposal, padahal teknologi daur ulang kita belum mampu mengatasinya.


3. Titik berat pembangunan yang keliru. Salah satu contoh nampak melalui alokasi dana negara-negara di dunia dalam jumlah yang sangat besar untuk membiayai militer dan persenjataan yang mematikan, ketimbang sarana dan prasarana yang menopang kehidupan, seperti penghijauan, peningkatan mutu pendidikan, penanganan sampah dan limbah, sarana pemeliharaan kesehatan dan lain-lain. (Kung menyebut bahwa setiap menit negara-negara di dunia menghabiskan uang 1,8 juta US$ untuk perlengkapan tentara)[4]. Untuk konteks Indonesia perlu penelitianyang lebih komprehensif. Yang jelas, alokasi dana untuk sektor pendidikan dan kesehatan dalam APBN masih relatif rendah. Hal ini diperparah lagi karena kedua departemen ini masuh dalam peringkat atas dalam bidang korupsi.

III. TEOLOGI IKUT BERSALAH?

Lynn White Jr., seorang sejarahwan Amerika, mengatakan adanya kesalahan yang dibuat di dalam sistem ajaran Kristen mengenai manusia dan dunia, sehingga menyebabkan terangsangnya orang Kristen di masa lalu untuk mengeksploitasi dunia ini sehabis-habisnya “demi nama Tuhan”.[5]

1. Pemahaman anthroposentrik, yang menganggap manusia sebagai pusat. Segala sesuatu yang ada di dunia ini dipahami hanya demi dan untuk manusia. Penciptaan segala sesuatunya sebelum penciptaan manusia pada hari keenam misalnya, dipahami bahwa Allah sudah terlebih dahulu menyiapkan semuanya itu untuk manusia. Di samping itu, penafsiran akan amanat Allah kepada manusia untuk ‘menaklukkan’ (דר) dan ‘berkuasa’ (שבכ) sering dipahami sebagai hak istimewa, yang menempatkan manusia sebagai subjek dan makhluk lain sebagai objek semata.

2. Semangat Triumphalis. Misalnya, untuk memperkenalkan kuasa Kristus yang melampaui kuasa yang ada di dunia ini didemonstrasikan dengan menebang pohon yang diyakini masyarakat tradisional memiliki ‘penghuni’ dan dianggap ‘angker’. Masalahnya, pohon menjadi korban, sementara Setan terus gentayangan.

3. Liturgi gereja kurang berpihak pada kelestarian alam. Artinya, tata ibadah gereja-gereja kita masih bercorak anthroposentrik. Di samping itu, banyak nyanyian gereja yang lebih menekankan bahwa dunia ini tempat sementara, ‘lembah ratapan’, tidak tempat menetap dsb.
4. Umumnya, gereja-gereja di Indonesia belum bergerak dari diakonia karitatif dan reformatif ke diakonia transformatif, yang di dalamnya semestinya tercakup tugas panggilan dalam menghormati dan memelihara alam ciptaan Tuhan.

Apa yang disuguhkan oleh Dr Geoffrey dengan mengangkat contoh pemahaman dan perlakuan suku Aborigin (Australia) dan Suku Indian (Amerika) terhadap tanah amat relevan. Artinya, kita terpanggil untuk menghargai ‘kearifan lokal’, tanpa harus meromantisasi tradisi masa lalu.

Buku Dr Geoffrey merupakan sumbangan positif untuk berteologi dalam konteks Indonesia. Hampir semua kelompok etnis di Indonesia memiliki ‘kearifan lokal’ khususnya menyangkut penghormatan dan pemeliharaan alam. Masyarakat Batak tradisional pun sebernarnya punya kearifan berkaitan dengan alam. Sebelum misionaris datang, orang tidak boleh sembarangan bicara (cakap kotor) di Danau Toba, apalagi buang air kecil atau buang air besar sangat tabu, karena ‘penghuninya’ bisa marah. Sesudah kekristenan masuk ke tanah Batak, jangankan buang air besar, ‘buang air besar-besaran’ pun (=limbah) ke danau seolah tidak ada masalah.

Menyebut contoh lain, pada era Suharto, pernah sekelompok suku Dayak akan direlokasi atas nama pembangunan. Penduduk setempat berkata, “kami tidak tinggal di hutan, kami adalah hutan”. Ini menunjukkan pemahaman dan sikap kedekatan bahkan kesatuan mereka dengan alam.

IV. REKOMENDASI

1. Kepada Gereja dan Masyarakat

(1) Gereja-gereja perlu didorong ke arah pelayanan yang berorientasi ‘sadar lingkungan’ melalui kurikulum sidi, seminar, khotbah, dan keterlibatan langsung menghijaukan komplek gereja, komplek hunian warga jemaat dan sebagainya.

(2) Warga jemaat dan masyarakat perlu mengembangkan pola hidup atas dasar ‘kebutuhan’ bukan ‘keinginan’. Yang menggembirakan dalam hal ini adalah sudah banyaknya orang yang mengembangkan ‘pola hidup minimalis’ (modest life style) dengan rumah kecil, sederhana, sedikit barang-barang dan sebagainya. Tetapi, masih ada juga yang berlomba membangun rumah yang besar-besar padahal penghuninya sangat sedikit.

2. Kepada Perguruan Teologi

STT kiranya mau dan mampu mengembangkan dan merumuskan teologi yang sungguh-sungguh berpihak pada penghargaan dan penghormatan kepada alam ciptaan Tuhan. Idealnya, dibutuhkan satu mata kuliah “Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan”, sebagaimana sejak lama digumuli oleh DGD. Sambil menunggu kemungkinan itu, dapat disebut beberapa hal yang perlu mendapat perhatian beberapa bidang studi untuk dibahas dalam perkuliahan dan (jika memungkinkan) dalam bentuk tulisan sehingga dapat diterbitkan.

Perjanjian Lama

(1) Menjernihkan pengertian ‘rada’ dan ‘kabasy’ (Kej. 1). Salah satu pertimbangan yang ditawarkan oleh Singgih dalam hal ini adalah menyangkut konteksnya dimana manusia masih vegetarian.[6]
(2) Keberadaan manusia sebagai Imago Dei (yang hanya dimiliki oleh manusia) lebih merupakan tanggung jawab istimewa ketimbang hak istimewa. Manusia sebagai gambar Allah terpanggil seirama dengan Allah yang mengasihi dan memelihara ciptaanNya.
(3) Perlu ditekankan kepemilikan Allah atas bumi dan segala isinya (Mzm 24:1).
(4) Dibutuhkan suatu kajian berkaitan dengan ‘ketanahan’ manusia (dan mungkin juga ‘kemanusiaan’ tanah). Sebab, manusia diciptakan dari tanah. Dapatkah disebutkan bahwa tanah adalah ‘ibu’ manusia? Jika demikian, masakan manusia berlaku sewenang-wenang terhadap ‘ibunya’ sendiri.

Perjanjian Baru

(1) Apa yang dimaksud dengan ‘begitu besar kasih Allah akan dunia ini? Apakah Allah menyelamatkan bukan saja manusia tetapi juga ciptaanNya?
(2) Apa yang dimaksud dengan amanat Yesus ‘Beritakanlah Injil kepada seluruh makhluk (Mrk. 16:15)
(3) Apa yang implikasi teologis bagian doa Bapa kami “berikanlah kami kepada pada hari ini makanan kami yang secukupnya” terhadap pemeliharaan alam ciptaan? (Studi yang pernah saya lakukan terhadap bagian ini, terjemahan yang lebih tepat dari bahasa Yunani adalah “berilakanlah kepada kami yang kami butuhkan untuk kehidupan’.[7]

Historika dan Teologi Sistematika

(1) Melihat warisan Lutheran sebagaimana terdapat dalam Buku Konkord. Di antaranya, Luther melihat implikasi ekologis dari hukum keempat terhadap pemeliharaan alam ciptaan.
(2) Membahas hasil-hasil pergumulan dan perumusan DGD, LWF, CCA, ELCA, PGI tentang masalah ekologi dalam berbagai sidangnya dalam kuliah-kuliah historika dan teologi sistematika.
(3) Melakukan penelitian terhadap ‘kearifan lokal’, belajar dari apa yang dikemukakan oleh Dr Geoffrey.
(4) Menggunakan hasil-hasil penelitian lembaga-lembaga pemerhati lingkungan sebagai bahan dalam merumuskan ajaran etika ekologis kristiani (Majalah Tempo, dala setiap edisi memuat satu kolom khusus tentang ‘Lingkungan Hidup’).

Teologi Praksis

(1) Mempertimbangkan apa yang ditawarkan oleh C.S. Song[8] yang mendasarkan ‘misi’ tidak saja dari Amanat Agung Tuhan Yesus (Mat 28) tetapi dari Penciptaan (Kej. 1). Kalau Allah memelihara ciptaanNya, maka misi Gereja seharusnya juga memelihara ciptaan.

(2) Perlunya dalam mata kuliah Seminar Praksis mahasiswa menulis misalnya tentang “Program Gereja dalam Pemeliharaan Lingkungan”.

Ilmu Agama

Penganut agama manakah di dunia ini yang paling santun terhadap alam? Hal ini perlu, agar penganut agama yang satu dapat belajar dari penganut agama lain.

Di samping perkuliahan, aktivitas berkampus hendaknya ‘pro pelestarian alam’. Menyebut dua contoh kecil dalam proses perkuliahan di STT HKBP. Pertama, tugas kuliah mahasiswa tanpa sampul plastik. Kalau 400 mahasiswa dengan masing-masing satu tugas kuliah untuk 9 mata kuliah semester menggunakan sampul plastik dengan harga masing-masing Rp. 2000, maka dalam satu semester mahasiswa STT telah membuang Rp. 7.200.000 hanya untuk sampul tugas kuliah –yang akan menjadi sampah. Biaya mahal untuk menambah sampah! Kedua, daftar hadir kuliah tanpa tanda tangan mahasiswa. Semester ini ada 130 kelas dengan dua lembar setiap pertemuan dikali 15 tatap muka = 3900 lembar kertas terbuang. Padahal, kalau daftar hadir dipanggil dosen ybs. kertas yang terpakai hanya 130 lembar dan tugas pegawai di kantor lebih ringan. Yang lainnya, masih dapat dihitung dan dipertimbangkan. Hal yang sama dapat dipertimbangkan oleh perguruan teologi di Indonesia.

V. PENUTUP

Secara ateologis, ‘akhir zaman’ adalah sesuatu yang dinantikan oleh umat manusia. Akan tetapi, mencermati kecenderungan yang ada, bisa saja ‘akhir zaman’ tiba sebelum waktunya karena ‘dirampas’ oleh manusia sebagai akibat dari pengrusakan alam ciptaan Tuhan. Gereja dan orang Kristen serta seluruh umat manusia terpanggil merawat ciptaan Tuhan.

[1] Disampaikan sebagai bandingan ceramah Dr Geoffrey R. Lilburne dalam ‘diskusi teologi’ Dosen STT HKBP, Pematangsiantar, 02 Desember 2005
[2] Philipus Tule dan Wilhelmus Djulei (eds.), Agama-agama Kerabat Alam Semesta, Ende: Nusa Indah
[3] David Niven, Rahasia Orang-orang Bahagia, Semarang: Dahara Prize, 2005, hlm. 294
[4] hans Kung, Global Responsibility. In Search of a New World Ethic, New York: Croassroad
[5] Dikutip oleh E.G. Singgih, “Dasar Teologis dari Pemahaman Mengenai Keutuhan Ciptaan:, dalam Th. Sumartana dkk (Peny.), Terbit Sepucuk Taruk. Teologi Kehidupan 60 tahun Dr. Liem Khiem Yang, Jakarta:P3M STTJ dan balitbang PGI, hlm.245. Hal yang sama juga disebut oleh Geoffrey R. Lilburne, A Sense of Place. A Christian Theology of the Land, Nashville: Abindgon Press, 1989, hlm. 24
[6] Penjelasan selengkapnya lihat Ibid.
[7] Dalam tulisan yang diminta oleh Panitia Buku Ulang tahun Lothar Schreiner.
[8] Dikutip oleh David J. Bosch, Transforming Mission. Paradigm Shift in Theology of Mission, Maryknoll: Orbis dan juga Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia, Yogyakarta: Kanisius

3 comments:

  1. Doa yang diajarkan Tuhan Yesus, "Berikanlah kepada kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya", juga menyatakan suatu tanggung jawab untuk hidup sederhana.

    ReplyDelete
  2. Shalom Pak Pendeta,
    Salam kenal dari kota kecil Jember.
    Tulisan Anda sangat baik.
    Kebetulan saya minat dengan bidang ekologi dan tanggung jawab umat atasnya.
    Saya ijin down load tulisan Anda mengenai hal ini. Semoga tidak keberatan. Terima kasih sebelum dan sesudahnya. Tuhan memberkati pelayanan Anda.

    ReplyDelete
  3. Terima kasih banyak sudah singgah di blogspot ini. Dengan senang hati, silakan download yang Anda butuhkan. Untuk pengutipan ke tulisan mohon merujuk pada sumbernya dari blogspot ini. Syalom.

    ReplyDelete

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget