Sunday, May 9, 2010

HARGA DIRI

REFLEKSI SENIN KE-19
10 Mei 2010

Yoh. Rohmadi Mulyono mencatat cerita yang sarat makna berikut:

……temanku mati digigit ular.
Sebenarnya temanku itu pawang ular.
Terkenal kebal oleh bisa ular.
Tak tahulah mengapa hari naas itu datang padanya.
Ia digigit ular berbisa peliharaannya.
Kepercayaan dan harga diri membuatnya enggan ke dokter
Semakin hari tubuhnya semakin tak berdaya.
Dan akhirnya dia wafat.

Aku teringat kata para leluhur:
Sehebat-hebatnya akal dan kekuatan manusia,
Pada suatu saat manusia itu mengalami lemah juga.

Dari cerita ini sedikitnya ada dua hal yang dapat kita tarik maknanya. Pertama, yang digigit ular. Cerita ini memberitahu sang pawang –karena kepercayaan dan harga dirinya-- enggan ke dokter. Akhirnya dia wafat. Dalam bentuknya yang lain, rasa percaya diri dan pemahaman ‘harga diri’ yang keliru membuat banyak orang ‘tewas’. Demi gengsi, supaya kelihatan kren dan ngetrend, keuangan keluarga ‘tewas’. Itulah yang terjadi jika penghasilan yang pas-pasan --yang seharusnya untuk kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi dan biaya pendidikan anak-anak-- dibelokkan untuk membeli perhiasan, pakaian dan aksesori bermerk, perabot rumah yang mahal dan sebagainya. Atau, untuk menampilkan diri sebagai pemikir, ada orang yang bicara tentang semua hal dari pembuatan nuklir hingga politikus yang dianulir. Kemampuaan mengenali dan mengembangkan diri pun ‘tewas’. Merasa diri ahli, menewaskan minat belajar dan kemauan bertanya kepada orang lain.

Salah satu ciri yang paling kentara dari gengsi adalah kecenderungan menampilkan diri berbeda atau melampui kemampuan. Ada unsur memaksa diri di dalamnya. Padahal, setiap yang ‘dipaksa’ tidak baik akibatnya (kecuali paku dan tiang penyangga bangunan). Mungkin pada awalnya kelihatan menawan. Tetapi, karena dibangun di atas dasar yang keropos hasilnya tidak akan bertahan lama. Bayangkan seorang pemuda pengangguran dan baru kena penggusuran dari “Ruli Permai” alias rumah liar, yang jatuh cinta kepada seorang gadis. Untuk menarik perhatian sang gadis, si pemuda meminjam uang untuk membeli pakaian mahal, Nokia seri terakhir, merental mobil agar kelihatan seperti seorang eksekutif muda. Celakanya, si gadis langsung terpesona dan jatuh cinta pula. Bukan pada orangnya, tetapi pada mobilnya. (Mungkin tipe ini yang disebut dengan cewek matre). Jika mobilnya ditarik perusahaan rental mobil, apakah si gadis tertarik kepada si pria ‘bergengsi’ itu?

Dalam hidup ini, kita membutuhkan kejujuran dan kebersahajaan. Yang paling penting bukan penampilan luarnya, tetapi isi di dalamnya: inti kemanusiaan kita. Hati nurani kita. Hati tempat bertahtanya Roh Tuhan. Tidak ada yang melampaui keindahan yang mengalir dari dalam hati. Tidak berlu terpaku pada gengsi. Tidak perlu melebihkan diri. Tidak perlu memaksa diri. Hidup pun akan berlangsung dengan segala keindahannya.

Kedua, ular itu sendiri. Dalam tubuh ular berbisa pasti ada bisa atau racun mematikan. Tetapi, mengapa ular itu tidak mati oleh bisanya sendiri? Sulit menjawabnya. Yang jelas, ia ‘kebal’ dengan bisanya sendiri, sedangkan manusia dan binatang lain, bisa tewas oleh bisanya.

Terus terang, saya tidak suka ular. Hanya saja, saya percaya Allah menciptakannya pasti Ia punya tujuan. Bisa ular itu sendiri pun adalah ciptaan Tuhan. Satu paket dengan penciptaan ular itu! Jadi, pertanyaan kita bukan ‘mengapa Tuhan menciptakan ular berbisa?’ melainkan tugas kita adalah ‘bersyukur bahwa Allah tidak menciptakannya sebesar batang kelapa.’ Jika demikian, habislah kita semua!

Berbeda dengan manusia. Allah menciptakan manusia bebas dari bisa atau racun mematikan. Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya. Artinya, ada kualitas ke-Allahan dalam diri kita ini: kemampuan mengasihi, kemampuan berpikri jernih, kemampuan berbuah lebat dan menjadi berkat. Namun, pengalaman empiris kita menunjukkan adanya orang-orang yang mengalirkan bisa berbahaya kepada orang lain, tetapi mereka sendiri kelihatan tidak merasa apa-apa. Mereka kebal dengan bisa yang ada dalam dirinya sendiri. Kita menyaksikan sendiri sesama kita yang menderita karena perlakuan orang lain dan pelakunya terkesan tidak merasa apa-apa. Mereka kebal dengan bisa yang ada dalam diri mereka sendiri.

Bagaimana seharusnya sikap kita dalam keadaan seperti ini? Di satu segi, kita harus memastikan diri bahwa kita bebas dari ‘bisa mematikan’. Caranya? Kita hendaknya hari demi hari menempatkan diri diperiksa oleh Tuhan. Kita merelakan diri dideteksi, apakah kita berbisa. Kemudian, kita memohon dan bersedia dimurnikan oleh Roh Tuhan. Jangan sampai hidup kita, kata-kata kita, tindakan kita menghancurkan kehidupan orang lain. Di segi lain, kita mesti kuat bertahan terhadap segala bentuk ‘bisa’ yang dialirkan ke dalam hidup kita. Mungkin ada kalanya kita menjadi sasaran amarah, fitnah, ajaran sesat dan sebagainya. Kita harus menerima ‘penawar bisa’ dari Tuhan agar kita bertahan menghadapi segala macam yang menyesatkan. Itulah antara lain cakupan dari amanat firman Tuhan untuk mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah. Selengkapnya dalam Efesus 6:11-18 berbunyi:

Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan.

Mengapa Tuhan memperlengkapi kita dengan semua ini? Kita berharga di mata-Nya. Mari kita hargai hidup ini, tidak dengan ‘harga diri’ menurut ukuran dan definisi dunia, melainkan atas dasar kepemilikan Allah atas hidup kita.

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget