Saturday, May 23, 2009

MEMBERI 'KARENA' BUKAN 'SUPAYA'


REFLEKSI SENIN KE-21 2009; 25/05


‘Hukum pemberian berbalasan setimpal’ tidak asing dalam kehidupan kita keseharian. Misalnya, kalau orang lain memberi hadiah ulang tahun kepada kita, kita merasa tidak enak kalau tidak memberi hadiah pada ulang tahunnya. Bagi sebagian orang mungkin hadiahnya pun diusahakan agar harganya kurang lebih sama dengan yang pernah diterima. Jika orang yang kita undang tidak menghadiri pesta kita, kita tidak merasa apa-apa jika kita tidak menghadiri pestanya di kemudian hari. Bahkan, hal yang sama bisa merembes ke dalam kehidupan bergereja. Jika seseorang hadir pada saat PA di rumah kita, kita akan datang ke rumahnya pada saat PA berikutnya diadakan di rumahnya. Kalau tidak, kita juga tidak datang mengikuti PA di rumahnya. Itulah ‘hukum pemberian berbalasan”.

Selain itu, ada pula ‘pemberian berbalasan’ yang berbeda bentuknya. Misalnya, suatu pemberian dalam bentuk materi tidak harus dibalas dengan materi, tetapi dengan ucapan terima kasih, pengakuan, pujian, atau ‘suara’ dalam suatu pemilihan. Celakanya, ada pula yang berprinsip: “Jika gereja ‘memberi’ pelayanan yang baik (khotbah yang enak, tata ibadah yang semarak) ia memberi persembahan.” Jika demikian, apa bedanya gereja dengan bioskop dan restoran? Pemberian-pemberian yang bersifat duniawi biasanya selalu menggunakan perhitungan untung-rugi.

Yang sangat perlu kita kaji dan uji dalam memberi adalah ‘motivasi’ –yang menggerakkan dari dalam diri kita. Memberi secara kristiani adalah memberi karena bukan memberi supaya. Memberi ‘supaya’ adalah memberi dengan motivasi mengharapkan basalan mulai dari yang amat halus (seperti ucapan terima kasih atau memoles nama baik) hingga yang amat kentara seperti menuntut balasan setara atau malah lebih banyak dari apa yang diberikan. Memberi ‘karena’ adalah memberi karena kesadaran bahwa segala sesuatu yang kita miliki bersumber dari Allah. Memberi, ‘karena’ itu baik menurut kehendak Tuhan.

Alkitab bersaksi bahwa Allah memberikan segala sesuatu yang baik yang kita butuhkan dalam hidup ini. Di antaranya: Tuhan ‘memberi makanan’ (Mat. 14 :16); ‘memberikan hikmat’ (Ams. 2:6); memberi kelegaan (Mat.11:28); ‘memberi kuasa’ dalam mengemban tugas panggilan (Mat. 10:1); bahkan Ia ‘memberikan’ nyawa-Nya untuk keselamatan dunia (Mat. 20:28). Jadi, sesungguhnya tidak ada yang kita miliki yang tidak kita terima. Hanya dengan kesadaran seperti itulah kita dapat ‘memberi’ dengan tulus.

Di antara sekian banyak yang baik yang dapat kita berikan kepada orang lain (seperti waktu, tenaga, nasihat, pertolongan), dalam Mat 6:1-4 kita menemukan perintah Yesus khusus tentang ‘memberi sedekah’. Yesus dengan tegas memperingatkan agar dalam memberi sedekah janganlah supaya dilihat orang (ay. 1) dan jangan supaya dipuji orang (ayat 2). Yesus mengatakan agar apa yang diberikan tangan kanan tidak diketahui tangan kiri. Artinya adalah seperti yang disebutkan dalam ayat 4: ‘tersembunyi’. Ini adalah pemberian yang terutama ‘antara kita dengan Tuhan’. Ini juga mengingatkan kita bahwa pemberian kepada orang yang berkekurangan adalah memberikan kepada Tuhan. Pada kesempatan lain Yesus berkata, “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat. 25:40). Kata ‘kamu lakukan’ di sini adalah memberikan pertolongan kepada mereka yang disebut Yesus sebagai saudara-saudara-Nya yang paling hina, yaitu orang yang kekurangan makanan, kekurangan pakaian, yang sakit, yang terpenjara (karena kebenaran).

Itu jugalah yang dihidupi oleh Rasul Paulus serta menasihatkannya kepada orang percaya: “Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima" (Kis. 20:35). Dunia ini mengajarkan bahwa kebahagiaan diperoleh dengan menambahkan semakin banyak untuk diri sendiri. Semangat dunia berbeda dengan firman Tuhan ini. Ada kebahagiaan dalam memberi.

Akhirnya, hendaklah kita senantiasa fokus pada Sang Pemberi, bukan pada pemberian-Nya. Ketika kita fokus pada ‘pemberian’, kita akan sulit memberi dengan tulus. Tetapi ketika kita fokus pada Allah, Sang Pemberi, segala pemberian kita akan menjadi berkat bagi orang lain, kebahagiaan bagi kita sendiri, dan kesukaan bagi Allah.

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget