Sunday, May 10, 2009

K E H A D I R A N

REFLEKSI SENIN KE-20 2009: 11/05

Setiap kita ditempatkan oleh Tuhan di dunia ini dalam kebersamaan dengan orang lain. Kita adalah bagian dari sebuah keluarga, gereja dan masyarakat. Sedikitnya ada tiga suasana yang berbeda bagaimana suatu kelompok atau persekutuan menyikapi kehadiran seseorang. Ketiga suasana yang berbeda ini tidak sepenuhnya karena keberadaan (baik atau buruk) seseorang yang hadir, melainkan juga keadaan kelompok atau persekutuan yang menerima ‘kehadiran’ itu sendiri.

1. Kehadiran yang Dirindukan

Kehadiran seseorang amat diharapkan. Terasa ada yang hilang jika ia tidak ada. Kerinduan kehadiran ini umumnya karena seseorang itu memberi sumbangan yang sangat berarti, seperti perlindungan, sumbangan finansial, membuat humor, penghangat suasana, ide-ide cemerlang untuk solusi suatu masalah dan sebagainya. Artinya, karena sebuah kelompok atau persekutuan ‘mengharapkan’ sesuatu dari seseorang untuk kepentingan kelompok atau pribadi-pribadi dalam kelompok itu. Tidak sepenuhnya salah. Tetapi, jika hanya dengan motif demikian, kelompok sesungguhnya hanya memanfaatkan seseorang untuk kepentingan diri sendiri. Mungkin karena keadaan seperti inilah beberapa calon legislatif mengeluh pasca pemilu April 2009. Mereka merasa kehadiran mereka dirindukan, massa berkumpul dan mendengar ‘visi dan misi’ mereka, tetapi jumlah suara yang mereka peroleh jauh dari yang mereka harapkan.

Bagaimana pun juga, keadaan hati kita bisa mempengaruhi suasana di mana dan dengan siapa kita berada. Kasih kita yang mendalam kepada semua dan setiap orang merupakan jembatan penghubung persaudaraan. Kalau kasih kita murni, kehadiran kita di mana pun akan dapat memberi makna. Tetapi kalau kita cenderung menguasai, cenderung menuntut, selalu mengkritik, selalu mengeluh, tidak bisa mengendalikan kemarahan, sulit dibayangkan orang lain merindukan kehadiran kita.

2. Kehadiran Tanpa Makna

Ada atau tidak ada, sama saja. Begitu kira-kira. Sebagai contoh, saya teringat pada istilah ‘panthom father’ yang disebutkan oleh Les T. Csorba dalam bukunya Trust: The One Thing that takes or Breaks a Leader, untuk menjelaskan kehadiran seorang ayah di tengah keluarga. Setelah kesibukan bekerja keseharian, si ayah memang secara fisik hadir di rumah, tetapi sama saja suasananya tanpa kehadirannya. Anak-anaknya tidak merasakan kehangatan belaian kasihnya.

Ini juga yang bisa terjadi dalam rapat-rapat, yang kehadiran hanya untuk memenuhi ‘quorum’ tetapi sama saja hadir atau tidak. Tetapi, seperti disebutkan di atas, keadaan ini bisa saja tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab seseorang itu, melainkan pemimpin yang perlu mendalami seni kepemimpinan untuk melibatkan semua orang. Atau, bisa juga sebuaha kelompok yang tidak berusaha mendorong seseorang itu memaksimalkan makna kehadiannya.

3. Kehadiran yang Tidak Diharapkan

Sedikitnya ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, seperti disebut di atas, kalau karena seseorang cenderung menguasai, menuntut, selalu mengkritik, selalu mengeluh, tidak bisa mengendalikan kemarahan, orang cenderung tidak mengharapkan kehadirannya di tengah keluarga atau sebuah persekutuan.

Kedua, kelemahan suatu kelompok atau persekutuan. Para nabi sebagaimana diberitakan di Perjanjian Lama dan murid-murid Yesus, terkadang tidak diharapkan kehadiran mereka, bukan karena kelemahan mereka tetapi karena orang-orang yang mereka temui tidak tahan akan ‘terang kebenaran’ yang dirasa mengganggu kesenangan duniawi mereka. Bahkan, Yesus sendiri pun ditolak di beberapa tempat, padahal Yesus mengasihi setiap dan semua orang.

Jadi, kalau kehadiran kita tidak diharapkan, kita perlu mengenali penyebabnya. Jika karena kelemahan dan sifat-sifat buruk pribadi kita, kita dapat mengubah diri sendiri. Tetapi, jika kehadiran kita tidak diharapkan hanya karena dianggap sebagai ‘ancaman’ terhadap kepentingan pribadi dan kelompok itu sendiri, mereka merasa cemburu dan iri hati, kita menerima kenyataan ini dengan kerendahan hati, kesabaran dan pengampunan. Jika Anda dikucilkan bukan karena kesalahan Anda, tidak perlu berkabung walau tidak dapat bergabung dengan orang lain. Lebih baik sendiri atas nama kebenaran dari pada berada dalam sebuah perkumpulan yang buruk.

Mark Twain benar ketika ia mengatakan, “Lebih baik layak menerima penghormatan dan tidak mendapatnya, ketimbang mendapat kehormatan padahal kita tidak layak menerima-nya.”

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget