Sunday, May 17, 2009

A F F L U E N Z A


REFLEKSI SENIN KE-21 2009; 18/05
.
Obat penawar (penyakit) kerakusan adalah rasa puas dan kerelaan berbagi
(Peter Kreeft )

Penyakit yang satu ini, affluenza, berbeda dengan influenza, yang relatif mudah ditangani oleh dokter pada saat ini. Affluenza adalah ‘penyakit kerakusan’. Ia adalah sikap hidup materialistis yang menekankan bahwa “tujuan utama hidup ini adalah mendapatkan lebih banyak uang dan harta milik”. Kita tahu bahwa penyakit ini sudah merasuki dan merusak hampir semua sendi-sendi kehidupan di seantero bumi ini.

Joshua Harris pernah mengatakan bahwa “rintangan terbesar dalam pertumbuhan spiritual adalah kekayaan material dan pencobaan-pencobaan yang menyertainya.” Salah satu pencobaan terbesar adalah pengagungan ‘pertumbuhan’ ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu ukuran tertinggi keberhasilan sebuah negara. Padahal, pertumbuhan demi pertumbuhan itu sendiri adalah ‘tumor ganas’. Mengapa? Untuk mengejar kekayaan material, bumi dan seluruh isinya justru semakin menderita. ‘Harga’ manusia pun ditakar berdasarkan apa yang ia produksi.

Agaknya melihat kenyataan demikianlah Anthoni de Mello berkata, “Anda dan saya sudah begitu terlatih untuk merasa tidak puas dengan diri sendiri. Keadaan seperti itu secara psikologis merupakan sumber kejahatan. Kita selalu merasa tidak puas, kita selalu berusaha untuk memaksa”. Harga yang harus kita bayar amat mahal jika semakin banyak orang terinfeksi affluenza ini. Untuk sementara ini, dari 6,7 miliar penduduk planet ini banyak yang terabaikan dan menderita untuk kesenangan sekelompok kecil orang. Tetapi pada akhirnya, jika tidak terjadi perubahan hidup, kehidupan di bumi ini akan punah sebelum waktunya. Yang menderita affluenza dan korban-korban mereka akan sama-sama mengalami nasib tragis. Perhitungan-perhitungan para ahli menunjukkan bahwa kalau China, misalnya, terus berjuang dan mencapai tingkat ‘kemakmuran’ Amerika (yang paling banyak terserang affluenza ini), maka bahan bakar dunia akan habis selama 34 tahun ke depan. Hutan habis. Air minum menjadi langka (bahkan bisa memicu perang). Suhu bumi kian mendidih. Malapetaka akan tidak terhindarkan.

Keberdosaan kita membuat kita merasa tidak pernah merasa cukup dan tidak pernah merasa puas. Hal yang sama menggiring kita kepada pementingan diri dan kerakusan.
Edward Brown benar ketika ia mengatakan, “Keberdosaan adalah virus yang mengakibatkan ‘penyakit affluenza’ yang merasuki hidup kita dengan perasaan yang terus-menerus tidak terpuaskan. Itu juga yang membuat orang-orang memenuhi pusat perbelanjaan meskipun mereka sudah memiliki lebih dari yang mereka perlukan dan gunakan dan juga mereka yang membeli lebih dari apa yang dapat mereka bayar.”

Gaya hidup konsumersime dan semua dukungan terhadapnya adalah dosa. Gaya konsumerisme mengakibatkan sumber-sumber alam terkuras deras dan menyisakan sampah yang kian merusak kehidupan. Pabrik-pabrik juga meracuni udara karena tidak peduli pada penanganan limbah atas nama keuntungan. Akibat dari semuanya itu, kehidupan umat manusia dan makhluk ciptaan Tuhan di planet ini menderita dan terancam punah.

Sesungguhnya ‘kerakusan’ berbohong kepada kita, yang mengatakan bahwa hidup ini diukur berdasarkan seberapa banyak yang kita miliki. Kerakusan membutakan kita untuk melihat apa yang terpenting dalam hidup, yakni ketergantungan pada Tuhan. Kerakusan juga membutkan kita akan kebutuhan orang lain. Dan, peringatan yang perlu kita dengarkan adalah bahwa “kerakusan pada akhirnya akan menghancurkan kita”.

Kita sudah berulangkali mendengar bahkan memperdengarkan peristiwa tentang perjumpaan Yesus dengan pemuda yang kaya. Yang masalah di sini, bukanlah ‘kekayaan’ itu sendiri, melainkan justru cinta akan kekayaan dan uang itulah yang menjadi akar persoalan. Itu juga yang Rasul Paulus kemukakan dalam 1 Tim. 6:10, “Akar segala kejahatan adalah cinta akan uang”. Masalah yang sesungguhnya adalah ‘kerakusan’.

Menurut Bishop Solomon ada dua macam kerakusan: kerakusan untuk mendapatkan apa yang tidak kita miliki dan kerakusan untuk mempertahankan (tanpa kerelaan berbagi) apa yang kita punya. Kerakusan membuat manusia berjuang mati-matian untuk mendapatkan sesuatu dan setelah mendapatkannya berjuang mati-matian mempertahankannya tidak perduli apakah orang lain sekarat bahkan mati.

Yesus sangat menekankan pola hidup kecukupan. Salah satu bagian dari doa yang Ia ajarkan berbunyi, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” Terjemahan yang lebih tepat adalah: “berikanlah kepada kami yang kami butuhkan dalam kehidupan sehari-hari”. Kebutuhan mesti mengalahkan keinginan. Kita pun dapat melanjutkan doa kita dengan berkata dan bertekad, “Ya Tuhan, berikanlah kepada kami setiap hari makanan kami yang secukupnya. Apabila Engkau memberi lebih dari cukup, ajarlah kami untuk berbagi dengan yang berkekurangan.”

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget