Rasa benci kita terhadap musuh lebih banyak
melukai kebahagiaan kita daripada kebahagiaan mereka.
Kasihiliah musuhmu, sebab mereka menyatakan
Kelemahan-kelemahanmu.
(Benjamin Franklin)
Dari pengalaman kita ketahui begitu banyaknya orang yang amat sulit mengampuni, apalagi kalau kesalahan orang lain lebih dari sekali atau lebih lagi kalau sudah berkali-kali. Untuk membenarkan diri ada orang yang mengatakan, “saya ini manusia, kesabaran ada batasnya!” Hal ini tercermin dari sebuah lagu yang kata-katanya kurang lebih seperti ini: “Satu kali kau sakiti hati ini masih kumaafkan. Dua kali kau sakiti hati ini juga kumaafkan. Tapi jangan kau coba tiga kali…” Kata “masih kumaafkan” untuk dua kali pertama makin menegaskan bahwa kesalahan ketiga kali tidak ada maaf lagi.
Akan tetapi, Yesus menegaskan bahwa mengampuni bukan hanya tujuh kali tetapi tujuh kali tujuhpuluh kali (Mat 18:22). Dua hal penting dapat disebutkan berdasarkan firman Tuhan ini. Pertama, ini tidak terutama menyangkut jumlah angka 490, tetapi tujuh kali tujuh puluh kali berarti bahwa mengampuni itu tidak ada batasnya. Kedua, ini ditujukan kepada manusia –termasuk kita sendiri. Dari sini kita dapat mengetahui bahwa memang ‘pengampunan’ adalah salah satu pengajaran dan tindakan yang paling sulit dalam kekristenan, tetapi mengandalkan rahmat Tuhan, hal itu dapat kita lakukan.
Meskipun demikian sulit, namun hendaknyalah pusat perhatian bukan pada tingkat kesulitannya melainkan pada Kristus yang sudah melakukannya. Sesungguhnya, dosa-dosa kita tidak terhitung jumlahnya baik dalam pikiran, perkataan maupun perbuatan. Jika kita menghendaki Tuhan mengampuni kita, mestinya kita juga dengan tulus hati bersedia mengampuni orang lain. Hal ini jelas sekali dalam doa yang diajarkan oleh Yesus di antaranya, “ampunilah kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”.
Pada kesempatan lain Tuhan Yesus berkata, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian kepada mereka” (Matius 7:12). Itu juga berarti, jika kita mengharapkan orang lain mengampuni kita, kita hendaknya juga bersedia mengampuni orang lain. Dalam hal ini La Rochefoucauld benar ketika ia mengatakan, “Jika kita tidak mempunyai kesalahan-kesalahan, kita tidak akan merasa senang memperhatikan kesalahan-kesalahan orang lain”.
Perlu kita sadari bahwa sudah ada begitu banyak kebencian di dunia ini, oleh karenanya kita tidak perlu menambahkannya lagi. Ini perlu untuk terciptanya damai sejahtera di bumi dan termasuk untuk kebaikan diri kita sendiri juga. Sebab, rasa benci kita terhadap musuh lebih banyak melukai kebahagiaan kita daripada kebahagiaan mereka.[1] Celakanya, ada pula yang kita benci itu malah sudah meninggal dunia, tetapi kebencian kita tidak kunjung mati.
Kata resentment (sakit hati) berasal dari bahasa Latin resentir –yaitu merasakan berulangkali. Dengan merasakan kebencian masa lampau berulangkali, kita akan tersiksa sendiri. Setiap kali kita memikirkan mereka yang tidak kita ampuni, kita kehilangan enerji. Peneliti Jerman RG Hamer (sejak 1979) mengumpulkan data lebih dari 10.000 pasien penderita kanker. Ia menemukan bahwa kanker biasanya dipacu oleh sebuah konflik atau shock, dipadu dengan ketidakmampuan mengungkapkannya atau tidak ada orang yang bersedia mendengarkan (Dr Lai Chiu Nan). Dalam hal ini Bloch dengan tepat menasihatkan, “Serahkan rasa sakit hati Anda pada sebuah altar dan pasrahkan kepada Tuhan. Biarkan diri Anda dan orang lain bebas.”[2]
Mengasihi diri, bukanlah dosa. Mengasihi diri berbeda dengan selfish (mementingkan diri sendiri). Salah satu bagian dari ‘mengasihi diri’ adalah mengampuni. Sebab, mengampuni adalah untuk kebaikan diri kita sendiri dan orang lain. Karena itu, jangan kita biarkan hal-hal buruk termasuk perbuatan orang lain menghancurkan hidup kita. Biarkan peristiwa menyakitkan yang kita alami kian memperdalam hikmat dalam hati kita. Sesungguhnya, pengampunan menyembuhkan memori kita sekaligus membebaskan kita dari belenggu permusuhan. Singkatnya, “kesabaran” terhadap orang lain dan terhadap diri sendiri perlu kita terapkan setiap hari. Kesabaran adalah salah satu dari buah-buah Roh (Gal 5:22-23).
[1] Terry Hampton dan Ronnie Harper, 99 Cara untuk Makin Bahagia Setiap Hari (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 114
[2] Douglas Bloch, Mendengarkan Suara Hati (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 87
Wednesday, July 9, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.