Tuesday, October 16, 2007

KHOTBAH DAN PENGKHOTBAH (1)

PENGKHOTBAH


Setelah lama berkhotbah,
aku rindu duduk menjadi pendengar.
Awalnya agak sulit, lama-kelamaan terbiasa.
Kubuka telingaku dan kurasakan makna kata per kata.

Kuikuti sabda Tuhan dan uraiannya,
dengan hati yang pasrah tanpa prasangka.
Ternyata kedamaian mulai merasuki diriku.
Kekuatan baru mengalir, bahagia dan hidup.


Aku mulai curiga dengan khotbah-khotbahku.
Selalu kukumpulkan ilmu dan dasar-dasar teologi.
Kucari contoh-contoh selaras zaman.
Kuselipkan humor penyegar suasana.
Mereka kagum padaku, pada kehebatanku.
Arsip-arsip khotbahku diminta, bahkan direkam,
mereka terbantu oleh khotbah-khotbahku.
Namun mengapa aku menjadi lelah dan kering.
Kekaguman orang tak membuatku lebih damai.

Aku menjadi sadar,
lebih mudah berbicara tentang Tuhan,
dibanding duduk membiarkan diri mendengar Tuhan.
Berbicara tentang Tuhan menghasilkan kehampaan,
sedang mendengarkan Tuhan memberikan kedamaian.

Aku perlu menjadi pengkhotbah
yang mendengarkan.[1]



[1] Yohanes Rohmadi Mulyono, Dialog Hati:Dalam Beningnya Keheningan (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 118.

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget