Saturday, May 19, 2007

Pengampunan yang menyembuhkan

(Tulisan berikut diambil dari buku: Victor Tinambunan, Renungan Seputar Kehidupan Keluarga dan Masyarakat)

Pengampunan yang Menyembuhkan[1]
(Bacaan: Kejadian 50:15-21)

Perang kepentingan telah meletus ribuan tahun silam dan “gencatan” senjata tak kunjung tiba. Dampaknya amat kentara di tengah-tengah kita: Bangsa ini telah berulangkali dirundung duka! Setidaknya kalau kita sadar bahwa belum lama ini ribuan orang telah mati tragis dalam perang antar agama di berbagai wilayah di tanah air. (Jadi, tidak tepat kalau disebut hanya konflik antar etnis!). Yang terjadi adalah pertumpahan darah. Persatuan kian terancam menjadi persatean, dimana manusia seolah kesetanan saling bunuh.

Para pelaku kejahatan barangkali masih menganggap dirinya sebagai manusia, namun sesungguhnya mereka telah memerankan dan memamerkan kebinatangbuasannya. Kersajama dan hidup bersama yang sudah pernah mulai tumbuh berulangkali pula layu oleh panasnya geram berbagai pihak. Ini amat memilukan hati dan juga sangat memalukan. Bangsa yang tadinya terkenal santun berubah menjadi sangar dan kasar.

Dalam lingkup global kita juga berhadapan dengan aneka derita yang menerpa umat manusia. Di banyak tempat, penghargaan terhadap hak asasi manusia menciut dan alam pun turut menanggung sengsara yang tidak tangung-tanggung. Berbagai roh zaman kian mencengkram dan mencabik-cabik kehidupan. Berbagai penyakit sosial telah menjangkit ke seantero bumi.

Satu hal yang kiranya menyejukkan hati serta memberi pengharapan kepada kita di tengah suasana seperti ini adalah kenyataan bahwa: Allah yang menyapa dan menolong Yusuf ribuan tahun yang lalu adalah Allah yang hidup, menyapa, berkarya dan menolong kita sampai detik ini –sampai pada saat Anda membaca renungan ini. Sekiranya pengakuan demikian amat sulit bagi kita, marilah kita mohon kiranya Tuhan menumbuhkan kesadaran demikian dalam hati kita.
Barangkali pertanyaan kita (dan mungkin merupakan pertanyaan banyak orang ) dewasa ini adalah: jika Ia adalah Allah yang berkuasa mengapa Ia tidak mengubah keadaan ini, padahal Ia mampu berbuat sesuatu? Saat ini kiranya kita bersedia mengubah pertanyaannya menjadi demikian, “Mengapa manusia membiarkan permusuhan, kesadisan dan peperangan terjadi, padahal Tuhan telah menganugerahkan kepada kita kemampuan untuk mengubah situasi? Artinya, daripada meragukan kuasa Allah lebih baik menggugat diri kita sendiri dan menggugat tindak kekejaman anak-anak zaman ini.

Saudara-saudara Yusuf tiba pada suasana penyesalan berbaur rasa takut. Rasa takut ini bersumber pada asumsi mereka bahwa Yusuf membenci mereka dan ingin membalas dendam. Nampak jelas di sini bahwa kebencian mereka terhadap Yusuf ketika mereka menjualnya sangat nyata, tetapi “kebencian” Yusuf kepada mereka hanyalah angan-angan mereka saja.

Inilah pertama kali saudara-saudara Yusuf menyadari kesalahan mereka. Sepintas lalu nampaknya mereka menyesal hanya karena terpaksa dan terdesak. Namun yang terpenting kita simak adalah kenyataan bahwa mereka (1) mau mengaku bersalah (2) mau menyesali perbuatannya (3) mengusahakan rekonsiliasi (perdamaian).

Yusuf bertindak dengan sangat bijaksana. Ingatlah juga bahwa ia telah melewati dua pencobaan besar dengan gemilang, yang tidak semua orang berhasil menghadapi godaan serupa. Pertama, menolak godaan istri Potifar. Kedua, menolak penyalahgunaan kuasa. Hal ini akan lebih jelas bagi kita dengan memahami bagaimana Yusuf berhadapan dengan tiga “masa”:

(1) Masa silam: kejahatan saudara-saudaranya yang mungkin saja menggores hatinya. Tetapi, di samping itu, ia juga melihat karya Allah dalam setiap peristiwa masa lalu, yang menuntun hidupnya ke arah yang baik. Artinya, perbuatan Tuhan terukir indah dalam sanubarinya. Ketika luka lama (berupa sakit hati, amarah terpendam rasa dendam, dan sebagainya yang menguasai kehidupan, maka hidup pun akan macet dan tidak akan berbuah. Tetapi ketika luka lama sembuh oleh kesabaran, pengampunan dan semangat persaudaraan sejati maka kebahagiaan pun dengan segala buah-buah yang baik akan menjadi bahagian dari kehidupan.
(2) Masa kini: Ia berhadapan dengan saudara-saudaranya secara langsung, yang datang dengan rasa takut. Tetapi Yusuf adalah orang yang takut akan Allah dan ia sedang berhadapan denganNya. Orang yang takut akan Allah tidak perlu ditakuti! “Allahkah aku?”, kata Yusuf. Ia tidak mau mengambil alih hak khusus Allah, yakni: pembalasan. Sebab, pembalasan hanya hak ‘prerogatif’ Allah.
(3) Masa depan: Ia mengatakan, “Aku akan menanggung makananmu dan makanan anak-anakmu” (ay 2). Yang tadinya ditodong, kini berperan sebagai penolong! Hal ini harus kita lihat dalam rangkaian kesadarannya akan pertolongan Allah, bukan atas kekuasaannya pribadi. Dengan demikian, Allah tetap menjadi pusat perhatiannya dalam menghadapi apa dan siapa pun.

Dulu, saudara-saudara Yusuf mengukur kemanusiaan Yusuf sekadar barang “komoditi” yang dapat dijual untuk mendapatkan uang. Tetapi, sekarang Yusuf memperlakukan saudara-saudaranya sebagai manusia yang berharkat. Ia tidak memendam dendam mentang-mentang ia berkuasa. Memang kesempatan untuk membalas dendam sangat terbuka dan mudah baginya. Ia punya kuasa, harta, dan senjata. Hal ini mengingatkan kita bahwa ketika seseorang sungguh-sungguh menyadari kuasa yang dimilikinya bersumber dari Tuhan, ia akan menjalankannya atas dasar takut akan Tuhan. Yusuf menempatkan diri pada jalan Allah. Kalau Allah mau mengampuni, apakah hak kita memendam dendam? Rasa dendam menghancurkan tetapi pengampunan menyembuhkan dan merawat kehidupan.

Pengampunan Yusuf kepada saudara-saudaranya nampaknya tidak tergerak terutama karena hubungan darah selaku anak-anak Yakub, dan bukan pula atas rumusan kata-kata penyesalan saudara-saudaranya, melainkan terutama, ya terutama, karena kesetiannya kepada Allah. Pengampunan itu bahkan sudah terjadi sebelum saudara-saudaranya memintanya.

Sapaan Yusuf sangat meneguhkan hati, “jangan takut!”. Sapaan yang sangat tepat waktu di kala saudara-saudaranya disesah rasa bersalah dan dibelenggu rasa malu dan takut. Ia bahkan sudah mengatakan hal yang sama sebelumnya (Baca Kej 43:23). Yusuf menunjukkan sikap sebagai sahabat dan bukan sebagai musuh yang siap membabat. Saudara-saudara Yusuf siap akan kemungkinan mendapat hukuman, sebaliknya Yusuf siap dengan perdamaian.

Perhatikan bahwa ia tidak mengatakan, “jangan minta!” atau “jangan katakan kamu bersalah!” –seolah-olah Allah membenarkan dan memakai kejahatan saudara-saudaranya itu untuk tujuan baik. Allah dapat saja mengangkat Yusuf menjadi pengurus kerajaan tanpa tindakan jahat saudara-saudaranya. Tetapi, mereka benar-benar telah bersalah! Yusuf sama sekali tidak membenarkan tindakan itu. Kesalahan harus diakui sebagai kesalahan! Perkataan “jangan takut” berarti, “kamu memang bersalah, tetapi saya tidak akan membalaskannya!” Mengapa? Yusuf tidak sama dengan Allah. Pembalasan hanya ada pada Allah (Ul 32:35). Allah juga beberapa kali berfirman, “jangan takut!” (Lihat 15:1; 21:7; 26:24; 46:3). Yusuf hanya sebagai alat Allah dan tidak pernah menjadi pengganti Allah. Karena itu, percaya kepada Allah berarti hidup seturut dengan kehendakNya.

Mengalahkan kejahatan dengan kebaikan merupakan keteladanan yang sangat berharga dari Yusuf. Ia akan menyediakan kebutuhan saudara-saudaranya. Yusuf betul-betul menggantikan ketakutan mereka menjadi kecukupan dan kegembiraan. Ini terkait erat dengan iman Yusuf kepada Allah. Jaminan ini tidak mengemuka berdasarkan kemampuannya sendiri, melainkan atas keyakinan akan pemeliharaan Allah.

Dalam dunia yang penuh kelaliman hal ini di luar kelaziman. Sejarah amat sarat dengan peristiwa di mana para penguasa secara leluasa memangsa setiap orang yang dianggap “saingan”. Kita mendengar bahkan menyaksikan orang yang mabuk kuasa yang tidak saja memangsa musuh-musuhnya tetapi juga menghabisi orang-orang lemah yang berjuang hanya untuk sesuap nasi. Untuk meraih kekuasaan seringkali calon penguasa begitu menghormati masyarakat melalui kata-kata manis tetapi setelah mendapat kursi dan posisi, akhirnya korupsi dan kolusi menjadi prioritas utama. Anggota masyarakat yang tadinya dihormati dengan kata-kata manis berubah menjadi sekedar “barang dagangan”.

Belajar dari firman Tuhan ini kiranya pantas kita simak bahwa ketika Allah mengisi dan menguasai hati kita –sama seperti Yusuf-- maka pengampunan akan mengalir seperti air yang menyejukkan dan menghidupkan. Ini perlu mendapat perhatian kita secara khusus karena perdamaian dan persaudaraan sejati hanya dapat terbangun atas dasar “pengampunan yang aktif”. Pengampunan yang aktif dimaksudkan sebagai pengampunan yang tidak membenarkan apalagi membiarkan segala tindak kejahatan. Tetapi juga merupakan tanggung jawab kita untuk memberi tempat bertumbuhnya kesadaran dan persaudaraan. Kebencian membunuh kreativitas, memandulkan rasa persaudaraan dan menghambat pertobatan.

Peristiwa ini sama sekali tidak mengabsahkan berbagai tindakan “menjual” sesama pada zaman ini dengan harapan bahwa Tuhan akan memakai kesempatan itu sebagai proses pelatihan seseorang menjadi pemimpin yang tangguh. Juga, tidak menganjurkan agar kita merelakan diri dijual, dengan harapan bahwa pada akhirnya toh kita akan mempunyai tahta dan harta. Malah kita harus menentang setiap praktek memperjual-belikan sesama manusia dengan tujuan apa pun.
Sekarang dan di masa depan peran kita akan amat beragam. Perlu kiranya disadari bahwa masa depan hanya dapat terbangun melalui ketaatan total kepada Allah. Karena itu, setiap saat mestinya merupakan kesempatan yang penuh rahmat bagi kita untuk memperlengkapi diri kita dengan memperteguh iman, mempertajam kepekaan sosial, dan berjuang dengan sungguh-sungguh.

REFLEKSI PRIBADI ATAU DISKUSI BERSAMA

1. Setelah mengamati kenyataan kehidupan di sekitar kita:
? Sebutkanlah bentuk-bentuk penghianatan dan praktek “penjualan” sesama yang terjadi dalam masyarakat kita?
? Dalam situasi konkret yang kita hadapi, apa saja yang memberi pengharapan kepada kita berdasarkan iman dan kesadaran kita bahwa Allah sedang melakukan sesuatu untuk mendatangkan kebaikan?
? Pengampunan Yusuf kepada saudara-saudaranya menyembuhkan dan memulihkan persaudaraan. Dalam keadaan masyarakat kita yang sedang menderita penyakit sosial yang sangat parah (karena permusuhan dan peperangan), bagaimana pengampunan kita pahami dan terapkan secara konkret?
2. Dalam kondisi masyarakat kita yang diwarnai oleh berbagai ketidakadilan, ada beberapa kemungkinan posisi kita, di antaranya adalah: (1) Korban ketidakadilan, dimana hak-hak kita diabaikan, ada yang berjuang atetapi ada juga yang pasrah; (2) Pelaku langsung ketidakadilan: pelaku Korupsi, Kolusi, Kekerasan dan Nepotisme (K3N), menjual sesama, dan sebagainya. (3) Pelaku tidak langsung ketidakadilan, tetapi dibesarkan oleh hasil ketidakadilan, misalnya orangtua kita pelaku K3N, menindas dan ‘menjual’ orang lain. (4) Bukan korban dan bukan pelaku ketidakadilan, tetapi tidak perduli terhadap masalah ketidakdilan, atau hanya sebatas penonton yang setia. (5) Bukan korban dan bukan pelaku ketidakadilan serta terlibat dalam usaha-usaha advokasi.
Dengan pertolongan Tuhan, temukan dan renungkanlah posisi Anda, kemudian diskusikan bagaimana peran kita melawan ketidakadilan.
[1] Pernah disampaikan pada Pemahaman Alkitab Konferensi Pemuda HKBP (2000) di Sidikalang

Comment:
Ferdinand Nainggolan said:

Amang Pdt. Victor Tinambunan, PhD ( Candidate ) Yth. Sepakat penghinaan dan penindasan menghancurkan perasaan, tetapi pengampunan menyejukkan hati. Tuhan memakai Amang melalui tulisan dan pemberitaan firman Tuhan. Tuhan memberkati
August 8, 2007 11:30 PM

Terima kasih amang Dr Nainggolan atas comment, dorongan dan doanya. Salam

3 comments:

  1. Amang Pdt. Victor Tinambunan, PhD ( Candidate ) Yth. Sepakat penghinaan dan penindasan menghancurkan perasaan, tetapi pengampunan menyejukkan hati. Tuhan memakai Amang melalui tulisan dan pemberitaan firman Tuhan. Tuhan memberkati

    ReplyDelete
  2. Amang Pdt.Victor Tinambunan, PhD,C Yth.Tulisan Amang sangat memberkati dan menginspirasi saya.Semoga pelayanan Amang semakin menyala-nyala,Gbu Amang. Amin

    ReplyDelete
  3. Amang Pdt. Victor Tinambunan, PhD,C.Trimakasih amang Pdt, tulisan amang sangat memberkati dan menginspirasi saya.Semoga pelayanan amang semakin menyala-nyala oleh Roh Kudus, Amin.Gbu amang Pdt. thanks from L.Butarbutar ( Kota Binjai sumut).

    ReplyDelete

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget