Sunday, May 13, 2007

MEDITASI KRISTEN


Meditasi Kristen[1]

BERADA BERSAMA ALLAH, DI DALAM ALLAH
KINI DAN DI SINI



Apa dan Mengapa Meditasi?

Ada banyak bentuk doa, tetapi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis: talking, listening, and being. (berbicara, mendengar dan berada).

Berbicara:
Mengucapkan syukur atas kebaikan Tuhan; mengaku percaya akan kasih dan kebesaran Tuhan, menyampaikan permohonan kepada Tuhan, dan sebagainya. Ini yang paling banyak dilakukan orang Kristen.

Mendengar:
Mendengar sapaan Tuhan melalui pembacaan firman-Nya (Alkitab), mendengar kehendak Tuhan melalui sesama manusia; melalui peristiwa nyata kehidupan sehari-hari. Umumnya Gereja mengajak seluruh pelayan dan warga jemaat untuk mendengar suara Tuhan setiap pagi dan malam melalui pembacaan dan perenungan firman Tuhan sebagaimana diatur dalam Almanak.

Berada:
Bersama dengan Tuhan. Yesus berkata, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu…” (Yoh. 15:4). Meditasi adalah salah satu wahana untuk menghayati dan menerima undangan Tuhan Yesus ini. Jadi, meditasi adalah bagian dari perjumpaan dengan Tuhan bahkan bersatu dengan Tuhan seperti tercermin dari Yoh 15:4 itu.

Yang mana dari yang tiga itu yang paling penting? Menurut Laurence Freeman, itu adalah pertanyaan yang salah. Ini sama dengan menanyakan mana yang paling perlu: otak, jantung atau perut. Salah satu di antaranya tidak terlalu bermanfaat tanpa yang lain. Dalam hal ini, meditasi tidak menggantikan doa-doa yang lain. Satu hal yang mendasar dalam ketiga jenis doa itu adalah soal “hubungan” kita dengan Tuhan. Karenanya, meditasi bukan hanya untuk mereka yang tinggal di biara, para pendeta, mahsiswa teologi tetapi untuk semua orang percaya. Bahkan, Lauarence Freeman menganjurkan anak-anak untuk bermeditasi.

Dalam meditasi kita tidak mengajukan permohonan atau meminta kepada Tuhan. Kita malah tidak berpikir tentang Tuhan, tetapi terutama kita bersama dengan Tuhan. Kita tidak mencari kehadiran-Nya. Dia ada bersama kita dan di dalam kita. Kita hanya perlu menyadarinya dan menyambut-Nya setiap saat, secara khusus dalam meditasi.

Bagaimana Bermeditasi?

John Main menekankan perlunya melakukan meditasi setiap pagi dan malam selama 20-30 menit sepanjang hidup kita. Duduklah bersila atau di atas kursi dengan tulang punggung dalam posisi tegak dan serileks mungkin. Dengan posisi duduk seperti itu, energi akan dapat ‘mengalir’ dengan baik melalui saraf-saraf tulang belakang. Jika Anda membutuhkan waktu untuk melepaskan ketegangan, Anda dapat melakukan rileksasi dengan cara yang sederhana yaitu dengan menyadari pernafasan. Rileksasi melalui latihan pernafasan misalnya dapat dilakukan empat tahap: Sambil menghirup dan mengeluarkan nafas (1) Katakan dalam hati 'hirup'.....'keluar', 5-10 kali (2) Katakan dalam hati: 'dalam'.... 'perlahan' -sambil nafas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan 5 kali; (3) tenang...... rileks, 5-10 kali; (4) waktu ini....waktu anugerah, 5 kali).

Dalam keadaan rileks ucapkanlah dalam hati 'kata doa' yang Anda pilih sendiri secara berulang-ulang. Saya menganjurkan 'kata doa' Imanuel yang artinya "Allah beserta kita”.[2] Ulangilah ‘kata doa’ itu dengan perlahan, tanpa suara dan tanpa membuka mulut. Bisa juga dengan mengikuti pernafasan menghirup dan mengelurkan nafas dengan mengucapkan I-ma-nu-el, sambil memberi perhatian pada kehadiran dan penyertaan-Nya, kini dan di sini.

Pada bagian akhir, kita berdoa dengan Doa Bapa Kami secara perlahan dan penuh penghayatan. Ada yang mengatakan bahwa untuk dapat menghayati Doa Bapa Kami dengan sungguh-sungguh, kita membutuhkan waktu sedikitnya lima menit. Kita menghayati setiap bagian dari doa itu dengan sungguh-sungguh. Misalnya, dengan mengatakan “Bapa kami yang di sorga”, kita benar-benar menyadari bahwa kita sedang berhadapan dengan Bapa kita dan kita menyapa-Nya, tidak hanya sekedar memikirkan konsep atau pandangan tentang Allah. Singkatnya, Doa Bapa Kami –sama seperti ketika doa itu diajarkan oleh Tuhan Yesus, bukan hanya sekadar permohonan, tetapi juga menyangkut sikap dan tanggung jawab orang percaya.

Mengatasi Pelanturan

Meditasi sangat sederhana, meskipun harus diakui bahwa ‘sederhana’ tidak selalu mudah, khususnya di era modern ini. Di antara ciri manusia modern adalah: tegang (stress), sangat sulit diam, terperangkap dalam belantara aneka keinginan, dan sebagainya. Hal ini dapat kita mengerti karena kita hidup di tengah media massa konsumerisme. Konon, setiap hari orang kebanyakan memiliki sekitar 60.000 pikiran! (Dyer, 2001, p.48). Barangkali apa yang dikatakan oleh van Kaam bahwa tiga pembunuh utama saat ini adalah kalender, jam dan telpon, ada benarnya. Paling tidak ketiga hal ini dapat membunuh ketenangan batin atau kedamaian hati banyak orang dalam era super-sibuk ini.

Di tengah keadaan seperti itu, sekarang ini ada berbagai bentuk ‘meditasi’ yang secara ilmiah dan medis terbukti sebagai sarana rileksasi dan kesembuhan berbagai penyakit. Akan tetapi, meditasi yang kita maksudkan di sini bukanlah terutama untuk rileksasi, malahan seseorang harus rileks dulu agar dapat melakukan meditasi dengan baik. Dalam meditasi kita sedapat mungkin dalam keadaan diam secara fisik (tidak melakukan gerakan), secara emosi, dan tidak berkata-kata. Pada saat seperti itu kita percaya bahwa Roh Kudus sendiri berdoa untuk kita kepada Allah (Lihat Roma 8:26).

Mungkin saja pikiran kita akan berkeliaran ke masa lalu, ke masa depan dan ke sebuah fantasi atau bahkan semuanya campur baur. Ketika pelanturan seperti itu terjadi, kembalilah ke ‘kata doa’ tadi. Kita harus sabar terhadap diri sendiri. Jangan menjadi putus asa atau menghukum diri sendiri karena tidak bisa konsentrasi. Resapkanlah 'kata doa' itu dengan lembut dan perlahan. Banyak dari mereka yang sudah menghidupi meditasi puluhan tahun tetapi masih tetap mengalami pelanturan. Hanya saja, mereka tidak lagi dikuasai oleh pelanturan itu.

Tantangan lain adalah kemungkin kita menjadi tegang secara fisik dan emosi atau sebaliknya menjadi tidur dengan ‘pikiran-pikiran suci’. Yang kita lakukan tetap sama: kembali ke ‘kata doa’ itu dengan lembut dan penuh kasih, di hadapan dan di dalam Tuhan.

Menjadikan Meditasi Sebagai Bagian dari Kehidupan

Apabila setelah melakukan beberapa kali meditasi kita mengatakan bahwa “ini bukan untuk saya”, ada baiknya kita gumuli secara sungguh-sungguh, karena mungkin saja kesimpulan itu muncul dari ego kita sendiri. Lagi pula, kita harus tekankan bahwa meditasi adalah soal “karena” bukan “supaya”. Kita melakukannya karena kita percaya akan kasih dan kebaikan Tuhan, bukan supaya Allah mengasihi kita.

Dalam kehidupan sehari-hari, daripada membawa keributan dunia ini ke dalam meditasi kita, lebih baik kita ‘membawa’ meditasi kita ke dalam kehidupan sehari hari. Misalnya, daripada gelisah di tengah kemacetan lalulintas kita lebih baik mengucapkan ‘kata doa’ I ma nu el. Daripada gelisah menunggu bus, menunggu hujan reda, menunggu orang yang terlambat datang ke gereja atau ke sebuah pertemuan, lebih baik kita memasuki keheningan dengan meditasi sejenak.

Dapat ditambahkan bahwa kita tidak perlu menilai kemajuan yang kita capai dari meditasi yang kita lakukan. Sebab, kita tidak menetapkan ‘target’ yang akan dicapai melalui meditasi. Di samping itu kita tidak perlu terus bertanya, “apakah saya sudah lebih baik? Apakah saya sudah lebih kudus? Bagaimana pikiran orang sekarang tentang saya?”, dan sebagainya. Banyak dari mereka yang melakukan meditasi sebagai bagian dari hidup mereka berkata bahwa perubahan dalam diri mereka justru pertama sekali dilihat dan dirasakan oleh orang lain, seperti istri, anak-anak, rekan sekerja dan yang lain. Orang melihat mereka lebih damai, tidak mudah mengeluh dan bersungut-sungut, dari yang suka marah menjadi lebih ramah dan sebagainya. Dalam hal ini sukses berarti “sungguh-sungguh merasakan kedamaian yang dari Tuhan, yang secara serta merta menggerakkan kita menjadi pembawa damai dan menjadi berkat.”

Akhirnya, meditasi berkaitan dengan hasrat hati kita yang tergerak oleh kasih. Sebab, Allah lebih melihat kasih yang mendorong tindakan kita ketimbang hasil atau prestasi yang kita capai.

[1] Rujukan utama: http://www.wccm.org/
[2] Kita tahu itulah maksud kedatangan Yesus ke dunia ini (Matius 1:23). Itu juga yang dijanjikan oleh Yesus sebelum kenaikan-Nya (Mat 28:20).

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget