Sunday, November 7, 2010

ANTI BOCOR

REFLEKSI SENIN KE-45
08 Nopember 2010

Sudah hampir sebulan pipa air bocor di pinggir jalan. Terjadi pemborosan. Jalan juga menjadi rusak. Satu hal yang pasti: pipa air ini tidak mungkin pulih tanpa diperbaiki. Demikian juga kebocoran yang lain. Di sini dapat disebutkan tiga bidang kebocoran yang perlu disumbat.

Satu, bocor kata-kata (dalam Amsal 20:19 disebut dengan “bocor mulut”). Tidak sulit menemukan orang yang terlalu boros kata-kata yang biasanya banyak di antaranya yang tidak berguna atau bahkan merusak. Langkah terbaik mengontrol kran kata-kata ini adalah si pemilik kran itu sendiri. Hal ini termasuk orang-orang yang didaulat memberi kata sambutan, supaya benar-benar hanya 'menyambut' tidak malah berpidato atau berceramah. Demikian juga kepada mereka yang berdoa dalam ibadah Minggu yang lumayan banyak sangat bertele-tele, seolah-olah Tuhan baru mengetahui sesuatu yang terjadi di bumi ini setelah si pendoa memberitahukannya. Tidak baik kalau sampai orang lain menyumbat mulut seseorang dalam rangka menghemat kata-kata atau melakukan interupsi saat berdoa. (Dua kali Minggu berturut-turut saya mengikuti ibadah di sebuah gereja, doa syafatnya hampir sama dengan lama kotbah!)

Dua, bocor pikiran. Lai Chiu Nan pernah mengatakan bahwa pikiran adalah salah satu tempat terbesar bocornya enerji. Pikiran memang harus 'dipakai', tapi menjadi masalah kalau terlalu banyak apalagi saling tabrak dalam benak. Dalam hal ini Rasul Paulus menasihatkan, “Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.” (Roma 12:3).

Tiga, kebocoran juga sering terjadi dalam bidang anggaran atau keuangan. Beberapa waktu lalu istri saya membeli mesin cuci pesanan mertuanya. Ketika istri saya meminta kwitansi, si penjual bertanya, “kwitansinya ditulis berapa, Bu?” Suatu pertanyaan yang aneh. Rupanya, sudah hal yang biasa para pembeli barang meminta kwitansi pembelian di atas harga yang sebenarnya. Hal ini terjadi dalam pembelian barang-barang untuk kantor pemerintah maupun swasta (dan celakanya dalam lingkungan agama juga). Bagaimana cara menutupi kebocoran seperti ini? Pertama dan terutama adalah integritas pribadi-pribadi yang terlibat langsung dalam pengelolaan keuangan. Kemudian, perlu pengawasan yang lebih ketat dari semua pihak yang terkait. Misalnya, untuk pengadaan barang-barang atau pembangunan yang dilakukan sebuah lembaga dibutuhkan transparansi dengan melakukan perbandingan harga, tim pengadaan bahan, dan pengawasan yang baik.

Saat ini, lubang-lubang kebocoran bertebaran di mana-mana, bahkan ada kalanya lubang kebocoran lebih besar dari aliran utama. Ada kalanya “pipa” lama yang perlu disumbat kebocorannya. Tapi, mungkin juga justru “pipa” baru yang dibutuhkan khususnsya jika lubang kebocoran sudah terlalu banyak atau terlalu lebar.

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget