Sunday, February 14, 2010

BERPIKIR DENGAN HATI

REFLEKSI SENIN KE-7
15 Pebruari 2010

Pikiran kita bagaikan air yang amat mudah dan cepat mengalir ke mana-mana. Tetapi, sama seperti air yang dapat kita salurkan, pikiran juga dapat kita alirkan agar ia teratur, terarah dan berguna. Atau, pikiran juga digambarkan seperti monyet liar yang cepat melompat ke sana ke mari. Berbeda dengan monyet yang sudah dijinakkan, ia relatif lebih tenang. Pikiran juga bisa liar, tetapi kita 'berkuasa' menjinakkannya.

Biasanya, pikiran kita mengarlir atau terpencar sedikitnya ke tiga tempat (1) masa lalu, (2) masa depan, (3) angan-angan atau ilusi. Dengan demikian, sebenarnya kita jarang ‘hidup’ pada ‘saat ini’. Hidup kita terpaut pada masa lalu, masa depan, dan ilusi-ilusi kita. Tiga tempat atau keadaan itu pun masih dapat dibedakan antara yang baik (seperti yang menyenangkan, mengembirakan dan meneguhkan) dan yang buruk (seperti yang menakutkan, mengecewakan, menggeramkan dan menenggelamkan).

Pikiran itu sendiri adalah baik dan sangat bermanfaat. Jadi kata-kata “jangan gunakan otakmu dalam hal-hal yang berhubungan dengan iman” adalah nasihat menyesatkan. Tuhan menganugerahkan pikiran untuk kita gunakan menimbang kehendak Tuhan dalam hidup kita. Tugas kita adalah untuk menjaga pikiran untuk tetap menjadi sumber ‘air tawar’ yang menyejukkan dan menghidupkan.

Dalam Yakobus 3:11-12 dikatakan “Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama?.... Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar”. Jika pikiran kita terpelihara dengan baik, bebas dari segala macam polusi yang merusak kehidupan, keadaan itu akan memancarkan keindahan dan segala buah-buah yang baik. Sebaliknya, jika pikiran kita terkontaminasi dengan hal-hal yang buruk, itu pula yang akan memperkeruh kehidupan kita dan orang-orang di sekitar kita. Paus Yohanes XXII benar ketika ia berkata, “Kebiasaan berpikiran buruk kepada segala sesuatu dan setiap orang amat melelahkan diri kita sendiri dan orang lain di sekitar kita.”

Berkaitan dengan itu, George Ong pernah mengatakan, “Banyak persoalan di dunia ini disebabkan oleh perpaduan “pikiran sempit” dengan “mulut lebar dan bocor”. Tidak jarang kita bertemu dengan yang mengatakan lebih banyak dari yang diketahuinya. Saya beberapa kali bertemu dengan orang yang selalu punya ‘keahlian’ tentang apa saja topik pembicaraan, mulai dari politik luar negeri hingga soal-soal luar angkasa, jenis mobil, gempa bumi, psikologi dan lain-lain. Bukan karena ia benar-benar mengetahuinya, tapi ia ingin tampil sebagai seorang yang serba-tahu. Idealnya, kita mengetahui lebih banyak dari apa yang kita katakan. Jadi, satu di antara sekian cara mengurangi masalah di dunia ini adalah perpaduan “pikiran luas” dan “mulut proporsional”.

Allah, dalam rancanganNya yang agung, menempatkan otak lebih tinggi dari mulut kita. Salah satu makna yang dapat kita petik dari rancangan ini adalah keharusan kita memikirkan terlebih dahulu sebelum berkata-kata. Ironisnya, banyak sekali kata-kata yang beredar di dunia ini yang bukan hasil pemikiran matang. Lebih celaka lagi, kata-kata yang sudah sempat berkeliaran tanpa hasil olah pikir dibiarkan begitu saja dan tidak ada kemauan untuk memikirkan ulang walaupun sudah jelas-jelas berakibat buruk terhadap sesama. Dalam hal ini firman Tuhan bernar adanya, "setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata" (Yak 1:19).

Untuk itulah kita mesti berpikir dengan hati. Artinya, pikiran harus bertemu dengan hati sebelum segala keputusan diambil, baik keputusan untuk berkata-kata, berdiam, bereaksi, berbuat, beristirahat dan sebagainya. "Hikmat mengandung pengetahuan kapan dan bagaimana berbicara serta kapan dan di mana berdiam diri" (Jean Pierre Camus).

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget