Monday, December 28, 2009

PASRAH TANPA MENYERAH

REFLEKSI SENIN KE-52
28 DESEMBER 2009



Lebih dari seribu orang anak dibaptis tanggal 26 Desember 2009 lalu, hanya di lingkungan HKBP. Ada satu pertanyaan mengganjal: “Bagaimana keadaan bumi ini pada saat mereka menjadi pemuda 20 tahun mendatang?” Jika bumi ini masih ada, yang pasti keadaan suhu akan lebih panas. Akibatnya, keadaan cuaca akan tidak menentu; kekeringana di berbagai tempat dan banjir di tempat lain; akan lebih banyak angin puting beliung. Akibat lanjutannya adalah semakin banyaknya bencana alam.

Jika Tuhan berkenan, persis 20 tahun mendatang saya akan pensiun dari pendeta dan bersiap-siap untuk pensiun dari dunia ini. Jadi, kalau hanya memikirkan diri saya sendiri tidak terlalu masalah apakah bumi ini hancur lebur atau tidak. Tetapi sebagai bagian dari umat manusia dan ciptaan Allah, saya terbeban dengan nasib ribuan anak-anak yang dibabtis dua hari lalu dan jutaan anak-anak yang lahir beberapa hari ini di seluruh dunia, termasuk dua anak saya yang baru berusia 9 dan 6,5 tahun.

Bagaimana anak-anak tersebut memahami dan mengalami sukacita dan damai sejahtera (sebagaimana yang inti dalam perayaan natal) di tengah kondisi krisis ekologi ke depan ini? Itulah keprihatinan kita sekarang. Kegagalan negara-negara dunia mencapai kesepakatan dan komitmen nyata di Kopenhagen awal Desember 2009 amat mendukakan hati. Kesimpulan para ahli sudah meyakinkan bahwa krisis ekologi akan kian mencekam jika tidak ada langkah dan usaha konkrit dan segera. Tetapi, Kopenhagen berakhir dengan kesepakatan yang tidak meyakinkan.

Di tengah keadaan seperti ini dan ancaman kehidupan yang bakal terjadi, sedikitnya ada tiga yang perlu kita persiapkan. Pertama, bersiap menderita karena bencana. Dalam penderitaan yang bakal terjadi, perlu ditekankan bahwa itu bukan berasal dari Allah. Bukan hukuman dari Allah. Bencana yang mengancam kehidupan ini adalah karena kerakusan dan kekerasan hati umat manusia.

Kedua, bersiap menolong orang yang menderita. Tingkat keparahan bencana dan musibah mungkin berbeda berdasarkan lokasi dan keadaan usia dan fisik masing-masing orang. Yang tidak (atau lebih tepat “belum”) mengalami musibah hendaknya bersiap untuk memberi bantuan.

Ketiga, tetap melakukan sesuatu. Kita pasrah menerima segala kemungkinan, tetapi kita tidak boleh menyerah. Reformator Martin Luther pernah berkata, “Meskipun besok aku kembali kepada Bapa, aku tetap menanam apel hari ini”. Benar sekali bukan? Mangga dan durian yang kita makan sekarang berasal dari pohon yang ditanam oleh mereka yang sudah tidak bersama kita lagi. Jadi, kita bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu menurut keberadaan dan kemampuan kita masing-masing: menanam dan memelihara pohon; menjaga kebersihan tanah, air dan udara; menghemat bahan bakar, air, kertas, plastik; mengurangi sampah dan menangani sampah yang sudah terlanjur ada dan sebagainya. Intinya: menerapkan pola hidup sederhana dan bersahabat dengan alam ciptaan Tuhan. Setiap tindakan kita mempunyai konsekuensi langsung terhadap ekologi. Gandhi benar sekali ketika ia aberkata, “Bumi ini cukup menyediakan kebutuhan semua orang, tetapi tidak cukup untuk ketamakan setiap orang”.

Bagaimana caranya? Jangan percaya iklan dan berbagai promosi produk yang kian gencar menggoda kita saat ini. Mereka satu bahasa mengatakan, “Jalan kebahagiaan dan kunci jaminan PD adalah dengan membeli dan memiliki barang ini!” Mereka berbohong! Kebahagiaan tidak terutama datang dari luar diri kita. Kedbahagiaan tidak terjadi terutama dengan menambah banyak hal atau barang-barang ke dalam kehidupan ini. Malahan, kebahagiaan bisa terjadi jika kita membuang banyak hal dari hidup ini: membuang kebencian, sakit hati, dedndam, amarah, kekuatiran, kesombongan, iri hati. Sebab, kebahagiaan sudah ditempatkan Tuhan di hati kita. Kita hanya perlu menyadari dan menerimanya. Dapat dicatat, bahwa tingkat kebahagiaan orang yang memiliki HP seri terakhir dengan harga tinggi pula tidak jaminan menjadi lebih bahagia dari orang yang memiliki HP murah dan sederhana. “Siapa memiliki Tuhan, ia memiliki segala sesuatu yang membuatnya berbahagia dan hidup dalam damai sejahtera. Tetapi siapa memiliki segala sesuatu tanpa memiliki Tuhan, semuanya tidak punya arti apa-apa”.

Tuhan adalah Pemilik kita; jangan kita memberi diri menjadi milik apalagi budak barang-barang dan gengsi, yang adalah akar dari kerusakan alam ciptaan dan milik Tuhan.

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget