Sunday, October 25, 2009

H O R M A T

REFLEKSI SENIN KE-43
26 OKTOBER 2009

Untaian kata-kata bijak Mark Twain berikut amat mencerahkan nurani: “Lebih baik berhak mendapat kehormatan dan tidak memilikinya, ketimbang memiliki kehormatan tetapi tidak layak memilikinya”.

Dengan rasa malu tanpa malu-malu saya ingin mengungkapkan disini beberapa ‘penilaian’ yang disertai dengan kerinduan yang saya dengar baru-baru ini dalam perjalanan ke Sumatra. Intinya adalah krisis karakter para pemimpin dan pelayan masyarakat dan gereja. Terlepas dari objektif tidaknya penilaian mereka, yang jelas kesan dan harapan mereka perlu direnungkan dengan sungguh-sungguh demi sebuah perubahan menuju kebaikan.

Di antara ungkapan hati yang terdengar adalah menyangkut tata krama, estetika, kepantasan berpakaian dan kemampuan memimpin para pendeta muda. Seorang pentua misalnya, mengisahkan seorang pendeta yang ‘brewokan’ mengenakan singlet dan celana pendek sambil menyuapi anaknya di depan gereja ketika sebuah acara berlangsung di gereja dan banyak orang yang meyaksikannya. Setahu saya memang tidak ada peraturan tertulis yang mengatur jenggot dan pakaian pendeta dan argumentasi bisa saja tak kunjung usai soal boleh tidaknya seorang pendeta mengenakan celana pendek atau buka baju di depan umum. Tetapi masalahnya bukan hanya soal ‘boleh’ dan ‘tidak boleh’. Kita juga perlu mempertimbangakan soal ‘pantas’ dan ‘tidak pantas’. Keteladanan pelayan gereja akan memperkuat ajakan kepada warga jemaat yang akhir-akhir ini ada kecenderungan sulit membedakan orang mau ke gereja atau mau tidur atau bahkan ke kolam renang.

Masyarakat juga mempercakapkan kenyataan begitu banyaknya para pejabat pemerintahan di Indonesia yang saat ini meringkuk di penjara yang umumnya karena korupsi. Umumnya yang menjadi sorotan adalah perilaku para koruptor. Jarang sekali terdengar sorotan kepada masyarakat sendiri yang dalam artian tertentu juga berperan menyuburkannya: (1) Menginginkan anak-anaknya menjadi pejabat, tidak peduli apakah mereka jujur atau tidak. (2) Memberi suap untuk urusan tertentu; (3) Meminta bantuan dana untuk pembangunan sarana ibadah agama tertentu; (4) Mengelu-elukan dan memuja-muji ketika menyambut mereka; (5) Merasa bangga kalau punya kesempatan berfoto dengan mereka, dan sebagainya. Mohon tidak disalahmengerti seolah menyambut pejabat dan berfoto bersama mereka sesuatu yang salah. Yang salah adalah menganggap lumrah bahkan setuju terhadap tindak korupsi ketika dekat dengan mereka.

Sejatinya, orang terhormat adalah orang-orang yang benar-benar melakukan hal-hal yang terhormat. Sayangnya, pengalaman kita menunjukkan begitu banyak orang yang dihormati hanya karena jabatan atau posisinya, bukan karena karakter pribadinya.

Jika demikian, apakah kita tidak perlu menghormati pejabat pemerintahan, pelayan gereja yang tidak menunjukkan perilaku terhormat? Begini saja. Semua dan setiap orang harus kita hormati sebagai manusia yang berharkat. Hormati dan kasihi orangnya, tolak perilaku buruknya. Kunjungan Yesus kepada Zakheus menunjukkan hal ini. Yesus membenci dosa tapi mengasihi Zakaheus yang adalah orang berdosa. Berbeda dengan sikap orang banyak yang membenci Zakheus. Dan, justru pendekatan Yesus yang seperti itulah yang mengubah Zakheus.

Jangan kita minta orang lain menghormati kita. Tugas kita adalah menghormati dan menghargai sesama serta menunjukkan perilaku terhormat.

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget