Thursday, August 9, 2007

KEPUTUSAN TANPA KEPUTUSASAAN (1)

Membeli

Dari bangun pagi hingga istirahat malam kita harus mengambil aneka keputusan. Ada kalanya keputusan kita tidak membutuhkan terlalu banyak pertimbangan seperti apakah kita sarapan roti panggang atau mihun goreng. (Mohon diingat juga masih banyak yang tidak punya pilihan selain 'singkong'). Memang ada juga orang yang mempersulit pengambilan keputusan padahal sebenarnya masalahnya cukup sederhana. Misalnya, seseorang berdiri di depan lemari pakaian dan baru satu jam kemudian sesudah membolak-balik semua pakaiannya dapat memutuskan yang hendak dipakai. Orang seperti itu barangkali mengalami sedikit masalah kepribadian dan perlu ditolong. Mungkin ia sangat tergantung pada pikiran orang terhadapnya.

Keputusan apa yang paling sering kita buat? Mungkin bisa beragam. Satu di antara sekian banyak adalah keputusan dalam hal membeli sesuatu. Sebagian manusia hidup di tengah apa yang disebut dengan Triple C’s (Cash, Convenient, Consumerism), yang disuburkan oleh belanja on-line yang sedang nge-trend. Bagaimana memutuskan untuk membeli sesuatu? Tidak mudah. Dan, secara jujur saya tidak ahli dalam hal ini. Di antara sekian banyak hal yang perlu kita pertimbangkan saya hanya menawarkan beberapa hal sebagai berikut.

(1) Kebutuhan, bukan keinginan. Ini ada hubungannya dengan motivasi. Kalau bertolak dari ‘kebutuhan’ itu merupakan suara dari dalam –dari hati nurani. Jika ia keinginan, biasanya ia pengaruh dari luar. Mungkin karena ditawarkan di TV, internet, dipajang di mall, terlihat di rumah orang atau dipakai orang di angkutan umum. Saya pernah diberitahu, bahwa di pedalaman Nias pernah ada orang yang membeli kulkas sesudah melihat kehebatan kulkas itu dari rumah keluarga dekatnya di kota. Sayang sekali kulkas itu berubah menjadi lemari pakaian karena kampungnya belum tersambung dengan listrik. Saya juga menyaksikan begitu banyak rumah tepas beratap rumbia sepanjang jalan Sibolga menuju Padang Sidempuan dan di pedalaman Nias dilengkapi TV dengan antene parabola. Bahkan di sebuah Koran terbitan Medan pernah dimuat: Parabola yang ‘paro bala’. (antene parabola yang mendatangkan bala). Itulah yang terjadi ketika keinginan mengalahkan kebutuhan.

(2) Waspada terhadap ilah-ilah baru. Mungkin kita tidak menyembah allah lain, seperti roh nenek moyang atau bal seperti disebut di dalam Alkitab. Tetapi, ketika kita mendewakan merek tertentu dan mengabdikan seluruh hidup kita untuk mendapatkannya, sebenarnya kita sedang menyembah ilah baru.

(3) Kesaksian tanpa siksaan. Beli kalung emas? Itu tidak dosa. Malahan bisa menjadi kesaksian ketika simbol salib tergantung pada kalung emas. Yang perlu ialah jangan sampai emas gemuk tetapi badan remuk dan kurus kekurangan gizi. Lagi pula, janganlah perhiasan sampai terlalu mencolok atau terlalu menyilaukan yang bisa mengundang kata orang “seperti toko mas berjalan”.

(4) Jangan sampai menyita seluruh perhatian, meskipun secara ekonomi kita mampu. Ibu-bu mau sofa? Perlu kesiapan terhadap kemungkinan ternoda oleh anak-anak tamu yang datang. “Ah, tak pa-apa ‘bu, namanya saja anak-anak,” katanya kalau anak-anak main-main di sofanya. Padahal, selama satu jam non-stop hatinya berkata, “brengsek ini anak, tidak tahu harga sofa saya Rp. 55 juta”. Aduuuuuh, kapan tamu ini pulang?”

(5) Fungsi bukan gengsi. Terkadang ada produk yang sama dengan harga yang berbeda di tempat penjualan yang berbeda. Kemasan dengan nama toko atau mall tidak menentukan isi, karenanya yang penting dalah fungsi bukan gengsi. Dengan penghematan seperti itu kita bisa menolong orang lain yang sangat membutuhkan uluran tangan. (Catatan: membeli barang curian, meskipun harganya lebih murah, itu dosa).

(6) Membawa keteduhan bagi yang lain. Mari kita ambil soal pakaian. Ada orang yang terlalu menekankan ‘kebebasan’ dan ‘hak asasi’ untuk memutuskan memakai jenis dan model pakaian. Mungkin ada benarnya. Tetapi ‘yang benar’ juga perlu dipadukan dengan ‘yang baik’. Janganlah kiranya cara berpakaian kita menjadi batu sandungan bagi yang lain. Saya terkadang bingung, atau justru beberapa perempuan yang bingung tidak bisa membedakan mana pakaian renang dan mana pakaian kerja atau ke gereja. Terus terang, saya tidak menemukan model pakaian yang pas menurut Alkitab, tetapi Alkitab berbicara tentang kehidupan orang Kristen sebagai garam dan terang dunia, bukan sebaliknya digarami dan dipengaruhi oleh TV. Contoh lain: Umumnya kota-kota di manapun sudah bising dan terpolusi. Sedihnya, banyak orang yang mengganti knalpot sepeda motor atau mobilnya dengan suara yang sangat memekakkan telinga. Mungkin itu juga dianggap hak asasi. Tetapi mohon diingat juga bahwa adalah hak asasi orang yang lain untuk merasa nyaman dan teduh. Ketika mau memutuskan mengganti knalpot, sertakanlah suara dan harapan masyarakat luas. Lagi-lagi, jangan sampai keputusan kita menjadikan keputusasaan bagi yang lain.

(7) Menolong kita untuk tetap damai dan mewujudkan tugas panggilan kita: tidak menimbulkan kekuatiran dan ketakutan; tidak membuat kita terhalang melakukan pelayanan hanya karena terlalu terpikat dan terikat dengan apa yang kita miliki. Kualitas perjumpaan dengan sesama perlu tetap terpelihara.

(8) Hindari mentalitas just in case. Ada orang yang suka menumpuk barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Kemudian, ia mengeluarkan biaya lagi untuk memperbesar lemari atau gudang. Bisa saja ia makin putus asa untuk merawat barang-barangnya. Ini saatnya mencek barang-barang di rumah kita. Jika tidak terlalu kita butuhkan, berbahagialah kita yang dengan rela hati memberikannya kepada mereka yang sangat membutuhkannya. Biarkan diri kita dan orang lain bebas. Kita bebas dari beban yang tidak perlu menyimpan dan merawat barang yang kita tidak butuhkan; orang lain bebas dari beban karena mereka dapat memiliki barang yang mereka butuhkan.

(9) Jangan kita biarkan hati kita rusak kalau barang yang kita beli rusak. Ada bahaya yang harus diwaspadai jika kita terlalu mencintai sesuatu barang, khususnya ketika ia rusak. Kita bisa saja tergoda untuk mengutuki penjual, mengutuki produser, mengutuki orang yang tidak sengaja membuatnya rusak. Kita menjadi kehilangan semuanya: barang kita dan kedamaian hati sekaligus. Dalam keadaan seperti itu ada orang yang mengambil keputusan baru untuk membeli yang baru, yang dianggap lebih baik dan lebih mahal. Kekuatiran akan kemungkinan rusaknya barang itu semakin kuat pula. Jadinya, hidup senantiasa diambang keputusasaan. Sebelum memutuskan untuk membeli, pikirkan bahwa apa yang kita beli mungkin saja rusak atau mungkin saja tidak seperti kehebatan saat dipromosikan.

(10) Bersahabat dengan alam ciptaan dan milik Tuhan. Kita sudah memasuki keadaan lingkungan hidup yang amat kritis, yang salah satu penyebabnya adalah gaya hidup sebagian orang yang hyper-consumerism. Setiap produk yang kita beli itu ditanggung oleh bumi ini. Memustuskan membeli tissue atau sapu tangan? Membeli tissue memang praktis tetapi bisa saja itu sebagai tindakan sadis. Sebab, kertas tissue akan menghabiskan lebih banyak pohon dan menambah jumlah limbah dan sampah. Sedapat mungkin kita menggunakan sedikit kertas tissue dan lebih sering menggunakan sapu tangan dan lap tangan kain.

Saya yakin masih banyak hal yang dapat kita katakan dalam hal ini (silahkan mencantumkannya dalam comment).

Yang sangat inti dalam pengambilan keputusan apa pun termasuk dalam hal ‘membeli’ adalah hati nurani yang terlatih –yang mampu mengenali mana kehendak Allah dan mana keinginan ego yang amat rewel itu. Karenanya, kita perlu selalu bertanya “ke dalam” –yaitu hati nurani yang didiami oleh Roh Tuhan. Hidup ini sebenarnya sederhana dan penuh kegembiraan. Ia menjadi sarat dengan ketegangan bahkan menuju keputusasaan karena dikendalikan oleh keinginan dangkal.

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget