Monday, July 23, 2007

SPIRITUAL CHECK UP


Hidup yang tidak disadari
Tidak layak dijalani.

Healthy growth needs strong root.

Medical check-up itu biasa dilakukan orang. Mengapa? Karena ia dibutuhkan untuk mengetahui kondisi kesehatan. Dengan melakukan medical check-up kita dapat menerima pengobatan yang tepat, melakukan pencegahan melalui penataan makanan yang sesuai, melakukan exercise yang tepat, menghindari pantangan tertentu dan sebagainya. Dokter yang bijaksana biasanya menyarankan setiap orang untuk secara rutin melakukan medical check-up seiring dengan pertambahan usia. Jadi, biarlah dokter kesehatan yang memberi penjelasan lengkap soal ini.

Bagaimana dengan spiritual check-up? Barangkali amat jarang dilakukan orang. Mungkin masalahanya karena tidak ada “laboratorium” dan “dokter umum” apalagi “dokter spesialis” untuk ini. Tapi, meski tidak ada laboratorium dan praktek dokter berizin seperti layaknya untuk medical check-up, ada Dokter Agung yang menolong kita melakukannya. Kita tidak perlu terlebih dahulu membuat appointment dan gratis pula.

Sebenarnya, spiritual check-up sudah lama dipraktekkan. Kesediaan Pemazmur mengatakan kepada Tuhan, “ujilah aku” merupakan kesediaan melakukan spiritual check-up. Hal yang sama juga dilakukan oleh mereka yang sungguh-sungguh menyerahkan hidup dan kehidupannya kepada Tuhan seperti dapat kita temukan di dalam sejarah perjalanan gereja dan orang kudus.

Tuhan yang disapa oleh Pemazmur adalah Tuhan yang sama yang menyertai kita hingga detik ini, yang kiranya kita juga terbuka di hadapan Tuhan agar Ia memperkenalkan diri kita kepada diri kita sendiri, sebab Dia mengenal kita jauh lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri. Lebih dari itu, Tuhan menganugerahkan kepada kita kemampuan menjalani kehidupan dengan hidup spiritual yang sehat.

Di antara sekian banyak item yang dapat diperiksa dalam “darah spiritual” orang Kristen, berikut ini dapat disebut empat hal:

1. KEMAMPUAN “MENGUJI ROH”

Firman Tuhan mengatakan: “Janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah: sebab banyak nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia” (1 Yohanes 4 : 1)

Kita sedang hidup pada era yang hiruk pikuk dengan aneka ragam roh. Semuanya hadir dengan penampilannya yang semenarik mungkin dan berusaha memikat dan mengikat hati kita.

Menguji roh memang bukanlah pekerjaan mudah dan sederhana. Tidak ada alat detector atau komputer penguji, yang begitu keyboard-nya ditekan, segera dapat muncul di layar monitor mana yang dari Tuhan dan mana yang dari Iblis. Seacrh engine google pun tidak bisa menolong dalam hal ini. Kita seringkali berada pada posisi sulit membedakan yang ‘tampaknya baik’ dengan yang ‘sungguh-sungguh baik’.

Sesuai dengan 1 Yohanes 4:1, roh yang dimaksud merupakan sesuatu yang buruk, yang mesti kita lawan dengan kesungguhan dan keteguhan iman. Ini adalah roh yang jahat, yang palsu, yang tidak berasal dari Allah.

Kemampuan menguji roh-roh zaman harus bertolak dan bersumber dari Allah sendiri. Kriterianya juga harus Allah sendiri. Tetapi, sedikitnya dapat kita katakana bahwa criteria utamanya adalah untuk kemuliaan Allah dan damai sejahatera di bumi. Beberapa contoh dan penjelasan lebih rinci silahkan melihat artikel “Menguji Roh-roh Zaman” dalam blogspot ini.

2. BUAH-BUAH ROH

Ini tidak membutuhkan banyak penjelasan. Spiritualitas Kristen yang sehat Nampak dengan adanya dalam diri seseorang buah-buah Roh sebagaimana disebutkan dalam Galatia 5:22-23, yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri.

Saya percaya, semuanya ini mesti diberlakukan terhadap orang lain dan terhadap diri sendiri.

Spiritual check-up:
Apakah saya melihat pekerjaan Tuhan melalui pekerjaan baik sesama? Jika hasil check-up “ya”, ia salah satu indikasi spiritualitas yang sehat. Kita selalu lebih banyak melihat dan memikirkan kebaikan orang lain. Kita dapat memebenci sikap dan tindakan buruk seseorang tetapi tetap mengasihi orangnya.

Spiritual check-up:
Apakah saya mengakui karya Tuhan dalam hidup saya, dan karenanya saya sabar dan lemah lembut terhadap diri saya? Hasil check-up ‘ya’? Ini juga tanda-tanda hidup kerohanian yang sehat. Untuk memeliharanya, mari kita berdoa bersama Padovano:

Ya Tuhan,
Jadikanlah hati kami lemah lembut
supaya kami dapat menjadi kuat
[1]

3. DOA

Tidak diragukan bahwa doa amat penting dalam kehidupan orang Kristen. Orang-orang Kristen perlu memelihara kehidupan doa. Namun, perlu ditegaskan bahwa orang-orang Kristen tidak diharapkan memandang doa dengan bersungguh-sungguh melebihi memandang Allah dengan bersungguh-sungguh. Jika kita mengasihi Allah, kita belajar cara berdoa…. Jika hubungan kita benar, biasanya kita mengetahui apa yang akan atau perlu dikatakan dalam hubungan itu.[2]

Doa bukan sarana memberi informasi kepada Allah dan untuk mengubah pendirian-Nya. Jika terkadang kita tidak merasa enak kalau “Tuhan tidak mengetahui masalah ini dari saya”, ini adalah indikasi kehidupan spiritual yang kurang sehat. Allah mengetahui dan Allah lebih peduli dari kita. Kita berdoa dari kedalaman hati kita: Jadilah kehendak-Mu. Sebab, “permohonan” adalah sebagian kecil dari doa. Doa tidak dimaksudkan untuk mengingatkan Allah akan apa yang perlu Ia lakukan, malahan lebih mengingatkan kita akan pentingnya penyerahan diri kita kepada-Nya dan mengingatkan akan apa yang seharusnya kita lakukan dan tidak perlu lakukan. Pemazmur malah menganggap “doa” sebagai persembahan (Mzm 141:2).

Thomas Merton memberitahu kita bahwa pusat perhatian yang sempit menjadikan kita berlaku terhadap diri kita dengan kekerasan; pengaturan yang ketat-kaku atas keberadaan kita merusakkan spontanitas dan kegembiraan. Semuanya ini mempengaruhi doa kita. Bila diri kita terkurung atau terkungkung, kita menghukum diri kita dan juga orang lain. Kita mungkin banyak berdoa, tetapi karena bukan doa yang sungguh-sungguh doa, kita tampak pahit, marah, menghakimi, kejam.[3] Orang yang memandang Allah dengan sungguh-sungguh, tidak akan pernah menghakimi orang yang tidak ‘berdisiplin’ berdoa.

Thomas Merton juga memperingatkan bahwa doa tidak boleh digunakan untuk menguasai orang-orang lain dan mengendalikan mereka.[4] Kadang-kadang doa menjadi sesuatu yang bersifat takhayul dan mengelak dari tangung jawab manusiawi. Doa dapat digunakan untuk terus menindas orang-orang yang tertindas dan untuk membenarkan orang-orang yang mendapat hak istimewa dan memperkuat kedudukan para tiran dan inkuisitor. Akan tetapi, ini bukan doa, hanya topeng yang dikenakan oleh para pengeruk dan pemeras apabila maksud tujuan mereka tidak dapat tahan terhadap terang “matahari”[5] Kebenaran.

Dengan demikian disiplin yang benar sedikitnya mencirikan:

- Tidak tergerak oleh kewajiban –ini rawan pada sungut-sungut. Doa merupakan sebuah panggilan dan kerinduan.
- Tidak digerakkan oleh pemenuhan keinginan –janganlah kita memperalat Allah. Di dalam doa kita memohon agar Tuhan menunjukkan apa yang Ia inginkana dari kita.
- Tidak digerakkan oleh rasa takut akan hukuman Tuhan –kita akan kehilangan sukacita, tetapi akan dipenuhi ketegangan yang tidak perlu. Doa merupakan pengakuan dan ungkapan syukur atas kebaikan Tuhan.
- Tidak digerakkan rasa takut dicela orang bahwa kita tidak pendoa yang sungguh-sungguh. Pikiran orang lain perlu, tetapi hidup kita biar Tuhan yang mengendalikan, bukan orang lain. Tuhan tidak terutama ‘menghitung’ berapa kali kita berdoa, tetapi apakah doa kita benar.

Kata discipline memiliki akar kata yang sama dengan disciple (murid). Disiplin seorang murid Tuhan mengalir dari hubungan yang baik dengan Tuhan –dan hubungan baik itu dimulai dari pihak Tuhan sendiri. Karenanya, di sini ada kerelaan yang benar-benar mengandung sukacita bukan ketat-kaku yang bisa saja dengan gampang terjatuh kepada mentalitas Farisi, yang suka pamer kesalehan sambil menganggap diri yang paling benar.

Di samping itu doa tidak terutama berorientasi “hasil” –menurut target kita yang harus Tuhan penuhi. Doa Bapa Kami adalah contoh yang amat baik dalam hal ini. Ia merupakan pengakauan akan kedaulatan Allah, merupakan sikap, gaya hidup dan tanggung jawab orang Kristen, merupakan penyerahan diri secara total pada penyelenggaraan Allah.

4. KEBAJIKAN

Kebajikan –kualitas pikiran dan perbuatan baik yang sesuai dengan kehendak Tuhan—tidak dapat dipisahkan dari kehidupan doa.

Jesus did not say, “When you pray, say these words.” He said, “When you pray, this is how you do it!” or, “Pray this way –have these attitudes in your mind and heart when you become aware of your relationship with God, your Father.”[6]

Doa mencakup cara hidup, memadukan kata dan perbuatan. Kehidupan spiritual yang sehat adalah melakukan yang terbaik dalam hidup ini terhadap sesama dan terhadap ciptaan Allah. Sekali lagi, semuanya itu dilakukan atas dasar ‘sukacita sorgawi’, tidak karena terpaksa atau dipaksa, tidak demi kemuliaan diri melainkan hanya untuk kemuliaan Allah.

Jika hasil test spiritual check-up kita menunjukkan beberapa yang “positif” (mengidap sesuatu penyakit), atas nama penerimaan diri, mensyukuri keberadaan diri, kesabaran dan kelemahlembutan kepada diri sendiri, Sang Dokter Agung, yaitu Tuhan kita dengan lembut menunggu penyerahan diri kita untuk dijamah dan disembuhkan.

Salam sejahtera, dalam rahmat Tuhan.
Victor Tinambunan

[1] Anthony T. Padovano, Thomas Merton: Menjadi Diri Sendiri (Yogyakarta: Kanisius, 2006), p. 84.
[2] Ibid, 114.
[3] Ibid, 85
[4] Ibid
[5] Ibid, 77
[6] Isaias Powers, Quiet Places With Jesus: 40 Guided Imagery Meditations for Personal Prayer, (Mystic, Connecticut: Twenty-Third Publications, 1987), 22.

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.


ShoutMix chat widget