Sunday, March 27, 2011

MENJADI BERKAT MESKI BERBEBAN BERAT

RENUNGAN MINGGU KE-13
27 Maret-02 April 2011

Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.
(Yeremia 29:7)

Nabi Yeremia menyampaikan firman Tuhan yang mengejutkan. “Usahakanlah damai sejahtera kota ke mana kamu Aku buang dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu juga”. Disebut mengejutkan karena seruan itu terbilang di luar kelaziman. Yeremia menyampaikan firman Tuhan ini kepada orang-orang yang terbiasa berkumpul di bait suci di Yerusalem berdoa untuk syalom (damai sejahtera) hanya bagi Israel dan secara khusus bagi Yerusalem (Mzm 122:8; 125:5; 128:6). Artinya: damai sejahtera untuk diri sendiri! Damai sejahtera untuk bangsa sendiri!

Tidak hanya itu, mereka menyerukan dengan kuat pembalasan terhadap musuh-musuh yang menggerogoti tanah mereka. Babel adalah salah satu musuh mereka (Mzm 137:7-8) dan aketika firman ini diperdengarkan mereka berada dalam pembuangan. Mereka sedang berbeban berat, tetapi dipanggil untuk menjadi berkat. Untuk beralih dari semangat ‘pembalasan’ menjadi ‘mendoakan’ merupakan suatu lompatan yang luar biasa. Jadi, seruan Allah melalui Yeremia ini merupakan suatu gebrakan yang luar biasa. Dari sini juga amat jelas kepada kita bahwa “hukum kasih” sudah diserukan sejak zaman Perjanjian Lama.

Hukum kasih itu pula yang dipenuhi dalam diri dan pengajaran Tuhan Yesus. Yesus berfirman, “kasihilah musuhmu dan doakanlah semua yang menganiaya kamu” (Matius 5:44). Pada jaman Yesus, memang untuk mengatakan “mengasihi musuh” sangat mudah, walaupun tidak semudah itu melakukannya (hanya Yesus yang melakukannya dengan sempurna). Tetapi pada zaman Yeremia, untuk mengatakan seperti itu pun sangat sulit, apalagi melakukannya.

Saat ini kita tidak tinggal dalam pembuangan sebagaimana dialami oleh orang Israel dulu. Tetapi, di mana pun kita berada, di negeri sendiri atau negeri orang lain, umat Tuhan (secara persekutuan atau perorangan) terpanggil untuk mewujudkan ‘damai sejahtera’. Bagaimana caranya? Dalam firman Tuhan ini disebutkan (1) Mengusahakannya dan (2) Mendoakannya kepada Tuhan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Ora et Labora! (Berdoa dan bekerja, merupakan satu kesatuan).

Mengusahakan kesejahteraan tempat atau kota di mana kita tinggal dapat kita nyatakan melalui kata-kata, pikiran, tenaga dan seluruh hidup kita menjadi kesaksian. Tugas kita bukan mengutuki kejahatan dan segala macam keburukan yang terjadi di sekitar kita, tetapi memberi yang terbaik untuk kebaikan sesama. Lebih baik menyalakan lilin dari pada mengutuki kegelapan. Mungkin yang kita perbuat tidak sesuatu yang amat besar. Tetapi sekecil apa pun yang kita lakukan untuk kesejahteraan atau kebaikan sesama, jika itu diperkenan Tuhan, nilainya jauh lebih besar.

Tugas panggilan yang lain adalah mendoakan kepada Tuhan kota di mana kita tinggal. Sesungguhnya, hanya dengan anugerah Tuhanlah kita bisa mendapat kesejahteraan yang sempurna. Kesejahteraan di sini tidak hanya dengan tercukupinya kebutuhan pokok secara jasmani, tetapi juga hati yang damai dan penuh sukacita. Kedamaian hati dan perdamaian dengan sesama tidak dapat diukur dengan banyaknya harta milik dan terpenuhinya segala keinginan. Jadi, secara konkret, kita hendaknya mendoakan kepada Tuhan Singapura ini dan tempat/ kota di mana kita tinggal agar semua orang yang tinggal di sini hidup dalam damai sejahtera.

LIDAH: MENYUARAKAN KEBAIKAN TUHAN

RENUNGAN MINGGU KE-12
20-26 Maret 2011

Kita dapat menemukan kata ‘lidah’ beberapa kali di dalam Alkitab, yang umumnya berhubungan terutama dengan fungsinya untuk berbicara. Berikut ini ada tiga hal yang dapat kita perhatikan berkaitan dengan peranan lidah.

1. Lidah sering dihubungkan dengan hati manusia. Misalnya:

• Mzm. 45:2 “hatiku meluap dengan kata-kata indah.....lidahku pena seorang juru tulis.” Hati yang dipenuhi dengan keindahan akan meluapkan keindahan juga
• Amsal 17:20 "orang yang serong hatinya.....memutar-mutar lidahnya akan jatuh”. Hati yang “serong” –yang dipenuhi hal-hal yang tidak baik—berpengaruh langsung terhadap kata-kata yang tidak membangun dan menjadi awal kejatuhan.
2. Lidah berperan dalam mewujudkan kebaikan dalam hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia.

• Lidahku akan menyebut-nyebut keadilanMu (Mzm 35:28)
• Tuhan memberikan kepadaku lidah seorang murid (Yes 50:4)
• Segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Fil 2:11)
3. Alkitab juga menegaskan begitu pentingnya menjaga lidah atau kata-kata:

• Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu (Mzm 34:14).
• Lidah harus dikekang (Yak 1:26)
• Jangan bercabang lidah (1 Tim 3:8).
Hidup kita sedikit banyak tergambar dari kata-kata yang kita ucapkan dan kata-kata yang diucapkan kepada kita. Kata-kata bijak berikut dapat menolong kita untuk sungguh-sungguh memperhatikan penggunaan lidah dalam berkomunikasi:

1. Jangan katakan semua yang Anda pikirkan. Sebab, mengatakan semuanya mungkin tidak menolong, menyembuhkan dan mendidik.

2. Ujian yang harus dilalui sebelum mengucapkan kata-kata adalah: apakah itu benar, apakah itu ungkapan kasih, apakah itu penting dan berguna?

3. Mengubah satu hal menjadi lebih baik lebih bermanfaat dari pada mengatakan seribu kesalahan.

4. Meniup lilin orang lain (dengan kata-kata yang merendahkan orang lain) tidak membuat lilin Anda bersinar lebih terang. Tetapi jika Anda menggunakan lilin Anda menyalakan lilin orang lain, Anda akan memiliki lebih banyak terang.

5. Tingkat perbandingan antara doa dan kritik seharusnya 100:1.

6. Mengatakan kejelekan orang lain merupakan suatu cara yang tidak jujur memuji diri sendiri. Seseorang yang memiliki ‘lidah tajam’ (yang kerap menyakiti) biasanya akan kesepian, sebab orang-orang biasanya mengindarinya.

Charles Allen pernah mengatakan:

Orang-orang yang berpikiran luas membicarakan ide-ide yang bagus dan ideal-ideal dalam kehidupan.
Orang-orang yang berpikiran sedang membicarakan kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa.
Orang-orang yang berpikiran sempit membicarakan (kekurangan) orang lain.
Apakah kita lebih banyak membicarakan ide-ide yang bagus dan ideal-ideal dalam kehidupan (berpikiran luas), atau peristiwa-peristiwa (berpikiran sedang), atau kelemahan orang lain (berpikiran sempit)? Biarlah kata-kata kita menyembuhkan, meneguhkan dan menjadi berkat kepada orang lain dan diri kita sendiri serta kemuliaan bagi Tuhan.

Sunday, March 13, 2011

ALLAH TAHU DAN PEDULI

RENUNGAN MINGGU KE-11
13-19 Maret 2011
(Baca terlebih dahulu Mazmur 139:1-10)

Jika kita memahami dan menerima firman Tuhan ini dengan benar, ia akan membuat kita merasa damai, penuh sukacita dan pengucapan syukur. Tetapi, jika kita memahaminya secara keliru, maka kita akan merasa takut, malu, dan kehilangan kebahagiaan. Yang kita maksudkan dengan pemahaman yang salah ialah jika kita membayangkan Tuhan itu bagaikan seorang polisi yang mencari penjahat dan menemukannya. Artinya, kita membayangkan bahwa Tuhan hanya mengikuti kita untuk melihat segala kelemahan dan dosa-dosa kita saja. Bukankah itu akan membuat kita takut, malu dan kehilangan kebahagiaan?

Mzm 139 ini merupakan sebuah pengakuan iman akan kuasa dan kasih Allah. Allah hadir di semua tempat dan segala waktu, bukan hanya memperhatikan pelanggaran kita melainkan terutama mengasihi dengan memelihara, menuntun dan menguatkan kita dalam menjalani kehidupan ini Ssebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Bukan berarti bahwa Tuhan mengizinkan kita berdosa, tetapi Ia senantiasa memberi pengampunan dan menyambut kita kembali kepada jalan kehendak-Nya. Pengakuan seperti inilah yang memungkinkan kita seperti yang disebutkan tadi: untuk tetap merasa damai, penuh sukacita dan ucapan syukur.

Dalam ayat 1 dikatakan, “Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui kalau aku duduk atau berdiri.....”. Kita percaya bahwa Tuhan mengenal kita lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri. Itu juga berarti bahwa Allah lebih mengetahui yang terbaik bagi kita anak-anakNya ketimbang kita mengetahuinya. Karenanya, kita tidak mungkin putus asa dalam hidup ini, meskipun terkadang kita tidak mendapatkan seperti yang kita pikirkan atau harapkan setelah berdoa dan berjuang mendapatkannya.

Firman Tuhan ini juga menyatakan kepada kita bahwa Tuhan dapat menjangkau kita dalam situasi apa pun. Ketika orang tidak mengerti keadaan kita atau bahkan seolah tidak peduli kepada kita, tetapi Tuhan mengerti dan peduli kepada kita. Ketika orang-orang menjauh dari kita, Tuhan tetap dekat. Hal ini hendaknya menjadi pendorong bagi kita untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan menjangkau orang-orang yang merasa jauh dari Tuhan. Kiranya melalui sapaan kita dan kehadiran kita di tengah orang lain, mereka boleh merasakan kehadiran dan kasih Tuhan itu sendiri. Orang lain dapat mengaku seperti pengakuan Pemazmur ini juga melalui pertolongan kita dalam berbagai cara yang mungkin kita lakukan.

Hari ini, kita tidak saja mengetahui bahwa Tuhan menyertai kita, tetapi lebih dari itu kita percaya bahwa Ia sungguh-sungguh dekat kepada kita. Yesus sendiri memberi jaminan kepada para murid-Nya dan kepada kita semua, “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:20).

Terkadang, kita sulit merasakan penyertaan Tuhan. Jika kita mengalami hal seperti ini, kita perlu dengan pikiran jernih dan hati damai memeriksa hidup kita. Masalahnya pasti bukan karena Allah meninggalkan kita. Justru kita yang terkadang tidak sepenuhnya “percaya” akan penyertaanNya. Jika kita melihat langit mendung, kita harus memastikan bahwa kita tidak memakai kaca mata hitam. Jadi, kalau pun kita tidak ‘merasakan’ dekatnya Tuhan, kita tetap ‘percaya’ bahwa Ia dekat dan mengasihi kita.



Sunday, March 6, 2011

BERLELAH TANPA AMARAH

RENUNGAN MINGGU KE-10
06-12 Maret 2011
(Baca terlebih dahulu Lukas 10:38-42)

Ketika mendengar kisah Maria dan Marta ini, mungkin kita langsung mengambil kesimpulan bahwa Maria benar dan Marta salah. Karena itu, kita beranggapan bahwa kita perlu meniru Maria dan menghindari sikap Marta. Tetapi, saat ini kita disegarkan melalui firman Tuhan ini bahwa sesunguhnya jika kasih adalah landasan hubungan kita dengan Tuhan dan sesama, kita bukanlah Maria atau Marta. Kita adalah Maria dan Marta.

Benar, bahwa Marta mempunyai kelemahan. Hal ini jelas kita lihat dari teguran Yesus atas kekurangannya. Tetapi, apa yang Marta lakukan sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Masalahnya adalah berkaitan dengan ‘mana yang pertama dan terutama’ dan mana yang dikemudiankan.

Ada kalanya kita meluangkan waktu bersama dengan Yesus dalam doa dan mendengarkan firman-Nya melalui perenungan Alkitab atau ibadah. Ada pula wakutnya untuk melayani Yesus melalui seluruh geraka hidup dan pekerjaan kita sehari-hari. Inilah yang hilang dari pemahaman Marta. Ia sibuk bekerja sebelum mendengar firman Tuhan. Kesibukan atau mungkin perasaan lelah Marta juga mempengaruhi sikapnya. Di sini kita lihat (1) Menganggap bahwa dia benar dan Maria salah. “Enak saja dia, orang sudah capek dia tenang-tenang saja!, begitu kira-kira kalau kita bahasakan sendiri. (2) Marta mencari pembelaan Yesus agar Ia membenarkan Marta dan ‘menyadarkan’ Maria dengan menyuruhnya membantu Marta. (Jadi, kalau orang capek bukan atas dasar kasih dan tujuan yang benar, biasanya gampang tersulut amarah, menyebarkan perasaan sakit hatinya kepada orang lain dan mau mencari pembelaan. Sebaliknya, kalaupun capek secara fisik tetapi dengan hati damai dan ceria, rasa lelah tidak terasa).

Jadi, yang pertama dan terutama adalah kasih kepada Tuhan, kemudian menyusul aktivitas (perbuatan) yang mengalir dari hati yang penuh kasih. Thomas Kempis dengan sangat indah mengatakan:

Tanpa kasih, semua pekerjaan tidak bernilai; tetapi sekecil apapun yang dilakukan atas dasar kasih, ia akan berbuah lebat. Sebab, Allah lebih memperhatikan besarnya kasih yang mendorong seseorang ketimbang apa yang ia kerjakan atau capai.
Yesus menerima Marta dan tidak menolak perlunya pelayanan seperti yang ia lakukan, ia hanya perlu melakukannya atas dorongan kasih. Ini pula yang perlu menjadi acuan hidup kita:

1. Menempatkan hubungan dan kasih kita kepada Tuhan sebagai yang pertama dan terutama. Kita perlu semakin memahami firman Tuhan dan kehendak-Nya dalam hidup kita. Hal ini kita wujudnyatakan melalui kehidupan ibadah dan doa kita, serta senantiasa haus akan firman-Nya.

2. Melakukan pekerjaan kita sehari-hari sebagai bagian dari pelayanan kita kepada Tuhan. Memperhatikan keluarga dan sesama yang membutuhkan pertolongan. Ini semua mengalir dari hati yang dipenuhi oleh kasih. Hanya dengan demikianlah pekerjaan dan pelayanan kita menjadi berkat bagi orang lain, kemuliaan bagi Tuhan dan sukacita bagi kita –bebas dari sungut-sungut yang melemahkan diri kita sendiri.

ShoutMix chat widget