Wednesday, March 26, 2008

PEMBAHARUAN:


MULAI DARI BATIN HINGGA KE MASYARAKAT[1]

“… pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh pemandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus,…”
(Titus 3:5)

PAULUS, TITUS DAN KITA

Surat Paulus kepada Titus disampaikan pada saat penginjilan baru saja dimulai dan gereja mau bertumbuh di daerah Kreta. Firman ini digemakan kembali pada saat ini kepada kita para pelayan dan warga gereja ketika gereja-Nya di Indonesia sudah lebih dari 100 tahun. Barangkali Paulus tidak pernah membayangkan bahwa para pelayan gereja-gereja di Indonesia membaca suratnya ini. Akan tetapi, justru di sinilah nyata bahwa Allah dapat berbuat melampaui apa yang pernah dibayangkan oleh manusia. Indonesia tidak terjangkau Paulus, tetapi Tuhan sudah di sana sejak penciptaan hingga hari ini.

Dalam suratnya, Paulus tidak berbicara terutama sebagai kajian ilmiah teologis tentang Tuhan dan keselamatan, tetapi tentang peristiwa nyata yang terjadi melalui Yesus Kristus. Kita tahu bahwa Paulus tidak mengenal Yesus dari buku atau dokumen tertulis, tetapi dari suatu pengalaman nyata melalui perjumpaannya dengan Kristus. Dalam kaitan itu, Paulus tidak saja berbicara tentang Tuhan tetapi pertama dan terutama berbicara dengan atau kepada Tuhan. Dengan demikian kata-katanya pun mengalir dari kedalaman hatinya, hati yang mengenal dan mengimani Tuhan.

Paulus menasihatkan Titus supaya menjadi teladan (1:7-8). Nasihat ini tidak ada hubungannya dengan struktur “atasan-bawahan” atau “senior-junior”. Paulus tidak saja menasihatkannya tetapi sungguh-sungguh menunjukkan keteladanan dalam iman, kasih dan pengharapan. Sebab, seribu kata nasihat tidak punya makna apa-apa tanpa sebuah keteladanan.

Paulus sungguh-sungguh percaya dan memperlakukan Gereja sebagai tubuh Kristus. Karena itu pelayan gereja hendaknya memiliki spiritualitas yang tangguh dan lebih mengedepankan fungsinya sebagai pemimpin spiritual, pastoral dan liturgis ketimbang kepemimpinan hirarkis, struktural, manajerial –meskipun semuanya itu dibutuhkan.

MERAYAKAN BAPTISAN (KELAHIRAN KEMBALI)

Berdasarkan pasal 1:1 jelas bahwa surat ini dimaksudkan untuk memelihara iman orang-orang pilihan Allah. Ia menasihatkan agar umat sehat dalam iman (1:13). Paulus memperingatkan bahwa “bagi orang najis dan bagi orang yang tidak beriman suatu pun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis” (1:15). Ajaran sesat biasanya diikuti oleh perbuatan bejat tetapi iman yang sehat membuat hidup berbuah lebat.

Sehubungan dengan itu, secara khusus dalam pasal 3 Paulus menegaskan ulang dan meyakinkan Titus dan orang percaya bahwa kemurahan Allah sudah nyata. Keselamatan telah terjadi karena rahmat Allah oleh pemandian kelahiran kembali (baptisan) dan pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus (ayat 4-5).

Keselamatan oleh kemurahan Allah itu diterima melalui ‘pemandian kelahiran kembali’, yaitu baptisan; bukan sebagai tambahan, lanjutan, pelengkap atau baptisan ulang. Baptisan juga melambangkan dikuburkannya manusia lama dan bangkitnya manusia baru bersama-sama dengan Kristus (Rm 6:3-9).

Gereja reformasi menekankan makna baptisan sebagai masuknya yang dibaptis itu menjadi anggota ‘keluarga Allah’. Karenanya, baptisan adalah peristiwa sukacita. Bagaimana mungkin orang yang terbujur dalam lumpur dosa masuk menjadi anggota keluarga Allah? Justru di situlah rahmat dan kasih Allah itu nyata. Kekudusan Allah lebih besar dari dosa manusia.

Sebagai anggota keluarga Allah, Ia menaruh kita di dalam hati-Nya dan Tuhan menjadi intim dengan kita bahkan –seperti dikatakan Agustinus– “lebih intim daripada aku dengan diriku sendiri”. Yang perlu mendapat perhatian dalam kaitan keberadaan kita yang sudah dibaptis dan menjadi anggota keluarga Allah adalah:
- Kita diundang oleh Allah. Artinya, Allah yang mengambil prakarsa.
- Kita dilayakkan oleh anugerahNya
- Kita hendaknya menyesuaikan diri kepada kehendak Allah, tidak sebaliknya Allah yang menyesuaikan diri dengan rencana dan keinginan kita.

Melihat semuanya itu, peristiwa pembaptisan adalah peristiwa sukacita besar yang selayaknya disambut dengan rasa syukur.

Bagi Gereja masakini baptisan seharusnya tetap merupakan peristiwa liturgis yang lebih menekankan sukacita sorgawi karena rahmat penyelamatan Allah. Kiranya gereja dan orang Kristen terbebas dari penyimpangan yang menempatkan baptisan terutama menjadi masalah nasi dan administrasi. ‘Nasi’ menunjuk pada penekanan acara makan yang berkaitan dengan acara adat yang dilakukan sesudah ibadah gereja. Di berbagai jemaat praktek ini terkesan mendapat tempat yang lebih penting. Orangtua anak yang hendak dibaptis secara fisik duduk dengan pakaian rapi di gereja, tetapi pikirannya terkonsentrasi pada persiapan makanan di rumah. (Atik na masak indahan manang naung mosok do; apakah nasi sudah masak atau malah sudah gosong). ‘Administrasi’ berkaitan dengan ‘blanko baptis’ dan pelunasan segala tunggakan iuran ke gereja. Mudah-mudahan tidak ada warga jemaat yang batal dibaptiskan hanya karena orangtuanya belum melunasi iuran ke gereja.[2]

Bukan berarti bahwa nasi dan administrasi tidak penting. Keduanya boleh dan penting tetapi bukan yang terpenting. Janganlah kiranya kita berdosa karena mengesampingkan yang utama dan mengutamakan yang ‘sampingan’. Ada banyak yang perlu dipersiapkan sebelum pembaptisan, seperti persiapan khusus pelayan yang akan melayankan baptisan[3], persiapan air baptisan, memperlengkapi para orangtua dengan pemahaman yang benar tentang baptisan, dan sebagainya.

PEMBAHARUAN YANG DIKERJAKAN OLEH ROH KUDUS
DAN SAMBUTAN KITA

Dalam bahasa Yunani ada dua kata untuk ‘baru’ yakni neos (‘baru’ menurut batasan waktu) dan kainos (‘baru’ menurut sifat dan hakekatnya). Sebuah gedung gereja baru (sudah direhab) adalah neos tetapi orang yang dahulu berdosa dan sekarang berada dalam jalan kesucian hidup adalah kainos (orangnya tetap, hidupnya berubah atau menjadi baru). [Catatan: Yang menjadi masalah ialah, jika orang beribadah dalam (gedung) gereja baru tetapi kehidupannya tetap pada pola hidup lama tanpa pembaharuan].

‘Pembaharuan’ yang dikerjakan oleh Roh Kudus (ayat 5) berkaitan dengan kainos. Roh Kudus bekerja membaharui orang percaya. Orang yang sudah menerima pemandian kelahiran kembali (baptisan) itu perlu dibaharui oleh Roh Kudus agar dapat bertumbuh dalam iman dan pada usia dewasa mau dan mampu meninggalkan hidup yang lama dan menjalani hidup secara baru. Dakam hal ini kita dapat menggumuli pembaharuan sedikitnya dalam tiga hal sebagai berikut.

1. Pembaharuan Kehidupan Pribadi

Gampang, mudah dan enak! Begitu kira-kira kesan sepintas membaca Titus 3:4-5. Betapa tidak! Seolah-olah Tuhan yang melakukan semuanya dan manusia bisa tinggal diam dan ‘terima siap’. Kita perhatikan misalnya dari kata-kata yang terdapat dalam ayat tersebut: kemurahan Allah, kasihNya, menyelamatkan kita, rahmatNya, pembaharuan yang dikerjakan Roh Kudus. Semuanya sudah lengkap, semuanya sudah dilakukan Allah. Apalagi, dengan menyebut ‘bukan karena perbuatan baik yang kita lakukan ‘(ayat 5). Seolah-olah perbuatan baik tidak penting dan bermakna.

Untuk menjelaskan hal ini marilah kita simak apa yang dikatakan dalam ayat 8, yakni “ … agar mereka yang sudah percaya kepada Allah sungguh-sungguh berusaha melakukan pekerjaan yang baik”. Untuk apa lagi? Bukankah semuanya sudah dikerjakan oleh Allah? Manusia bukanlah robot yang dilengkapi dengan remote control yang diformat tanpa kehendak bebas.

Pembaharuan yang dikerjakan Roh Kudus tidak menggantikan usaha orang percaya dalam pekerjaan yang baik. Hanya saja, nilai pekerjaan baik orang yang sudah menerima keselamatan dari Allah berbeda dengan pekerjaan baik menurut ukuran dan kebiasaan dunia.

Ada banyak ‘kebaikan’ di dunia ini yang berakar pada ego manusia. Ketika ego manusia yang mengemuka dalam diri seseorang, maka ia akan mengatakan, “Saya adalah (1) Apa yang saya miliki, (2) Apa yang saya lakukan dan prestasi yang saya capai, (3) Apa kata orang tentang saya.

Dalam kenyataan demikian ‘kebaikan’ hanyalah ungkapan cinta diri karena didasari atas pertimbangan berbuat baik demi pemenuhan ego. Tetapi, orang percaya melakukan pekerjaan baik merupakan buah iman kepada Allah. Bagi orang percaya pekerjaan dan perbuatan baik lahir dan hadir atas kesadaran dan iman akan kebaikan Allah. Pekerjaan baik karena kebaikan Allah, bukan berbuat baik supaya Allah baik.

Secara khusus, saat ini adalah waktu rahmat Tuhan menyapa kita yang dipercayakanNya untuk melayani. Sebuah hasil penelitian yang dilakukan dalam salah satu gereja di Indonesia menunjukkan bahwa pelayan yang memiliki spiritualitas memadai hanya 15%. Dapat dibayangkan bagaimana pelayanan yang berlangsung tanpa spiritualitas pelayan yang kokoh.

Ketangguhan spiritualitas para pelayan akan secara serta merta membawa pembaharuan dalam semua ranah kehidupan, termasuk dalam karakter pribadi. Misalnya, dari pemarah menjadi peramah, dari ketamakan menuju rasa cukup, dari kebencian dan dendam kepada pengampunan dan persahabatan sejati, dari kebiasaan bersungut-sungut kepada sikap menerima dan lebih toleran, dari tukang kritik menjadi sumber inspirasi dan rujukan dalam berpikir, berucap dan bertindak.

2. Pembaharuan Kehidupan Bergereja

Orang yang dibaharui oleh Roh Kudus juga terpanggil melakukan pembaharuan seirama dengan pembaharuan yang dilakukan oleh Roh Kudus. Dalam hal ini Gereja perlu dengan sungguh-sungguh berpaling kepada Tuhan dan siap sedia dibaharui oleh Roh Kudus. Apa yang membedakan Yesus dengan Gereja masakini? Yesus berpihak pada orang kecil, Gereja sering (malah mungkin biasanya) berpihak pada orang besar. Yesus hadir bagi mereka yang membutuhkan dengan perpotongan Nya yang tepat; gereja cenderung menghadirkan siapa yang dibutuhkannya. Yesus terbuka bagi setiap dan semua orang, gereja terkesan asyik dengan dirinya sendiri dengan tembok eksklusivitasnya. Yesus memberi diriNya untuk orang lain; Gereja cenderung hidup untuk dirinya, dan pada saat-saat tertentu bahkan tergoda memanfaatkan yang lain untuk diri sendiri.

Kita jangan lengah apalagi pongah seolah setan tidak dapat masuk ke dalam gereja. Gereja (termasuk forum rapat-rapatnya, pelayannya dan warganya) bisa saja dirasuk oleh setan. Jika demikian di dalamnya tidak terjadi pembaharuan tetapi justru pembusukan. Beberapa hal dapat disebut berkaitan dengan hal ini:

· Ketika yang terpenting dalam gereja adalah mamon (Sebastian Kappen menyebutnya sebagai ‘gereja yang mata duitan kepada Tuhan’), kuasa manusia, struktur gereja yang amat ketat, kaku dan berliku yang menghalangi gereja ikut dalam misi Kristus, maka gereja sedang dirasuki oleh roh zaman. Seharusnya, yang terpenting adalah sang Pemberi yaitu Allah, bukan pemberian-Nya.
· Gereja, (termasuk pelayan dan warga jemaat) perlu menjawab pertanyaan, “Apakah semua kepunyaan gereja benar-benar berasal dari dan milik Allah?” Gereja dan pelayan hendaknya tidak begitu saja menerima segala sesuatu cukup dengan memberi label bagi semua pemasukan gereja sebagai ‘berkat Tuhan’, padahal justru hasil korupsi atau hasil kejahatan. Gereja perlu memohon pengampunan dan membuka diri dibaharui Roh Kudus di tengah merajalelanya roh-roh zaman yang dapat menyeret gereja menyimpang dari kebenaran.
· Ketika para pelayan menempatkan diri sebagai “pegawai-pegawai agama” belaka yang dilengkapi dengan SK yang terutama berisi konsideransi aturan dan peraturan tetapi hampir mengesampingkan pesan Injil, membuka peluang bagi seorang pelayan untuk takut dan takluk pada manusia lebih dari ketaatan kepada Tuhan.

Pembaharuan yang kita lakukan hanya punya makna ketika berada dalam pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Itu juga berarti bahwa gereja dan orang-orang percaya menghasilkan buah-buah Roh: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal 5:22-23), yang terkesan agak langka (kalau tidak hampir punah) pada zaman ini.

3. Pembaharuan Kehidupan Bermasyarakat

Benar bahwa penyelamatan Allah adalah sebagai peristiwa yang nyata dalam sejarah hingga pada hari yang kita jalani ini dan menuju kesempurnaan pada akhir zaman. Tetapi orang-orang yang sudah diselamatkan oleh anugerah Allah terpanggil melakukan pekerjaan baik yang melintas tembok gereja. Dikatakan dalam ayat 8 “itulah yang baik bagi manusia’. Sebutan ‘manusia’ menunjuk pada semua dan setiap orang tanpa memandang latarbelakang. Itu berarti pembaharuan mesti dilakukan dalam semua ranah kehidupan. Tugas panggilan ini terutama kita emban di tengah aneka persoalan dan pergumulan dunia, antara lain:

ð Makin banyaknya orang yang dirasuk dan dirusak oleh roh-roh zaman, seperti kecanduan dan kelekatan pada narkoba, materi, dan nafsu duniawi. Dalam konteks ini, keheningan tergusur oleh kebisingan, terutama kebisingan karena keliaran pikiran oleh aneka keinginan dan kelekatan pada materi.
ð Terlalu banyak orang yang hidup hanya dengan kepalanya saja (ada pula yang tidak menggunakan kepala sama sekali). Dalam kehidupan keseharian kita ada banyak beredar nasehat menyesatkan, misalnya dengan mengatakan supaya ‘pintar-pintar’ yang sebenarnya merupakan pengabsahan menghalalkan segala cara untuk mencapai keuntungan, tetapi menyimpang dari kehendak Tuhan.
ð Manusia senang menyantap apa yang disodorkan oleh berbagai media yang berisi mimpi, provokasi dan penyubur cinta diri. Padahal, bagi orang beriman kenikmatan dan kegirangan yang sehat adalah firman Tuhan, sama seperti Yeremia yang mengaku, “Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataanMu, maka aku menikmatinya; firmanMu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku …” (15:16)
ð Banyak warga masyarakat yang terkapar karena lapar. Kalau kita sunguh-sungguh berdoa tidak bisa tidak kita akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai persoalan-persoalan besar yang digumuli oleh dunia serta memelopori pembaharuan.

Di tengah keadaan dunia seperti itu, kita perlu mengembangkan daya pengenal karya Tuhan, menghidupkan rasa kagum akan karya Allah serta memberi jalan demi suburnya firman Tuhan bertumbuh dan berbuah lebat dalam kehidupan jemaat dan masyarakat. Kita perlu mengembangkan daya pengenal pembaharuan Roh Kudus dan bergerak seturut pembaharuan-Nya. Daya pengenal tersebut dapat tumbuh dan berkembang melalui doa keheningan. Hikmat akan hadir sejauh kita menyertakan kepekaan kita akan kehadiran Tuhan dan kehendakNya untuk menilai apa yang Tuhan inginkan dalam hidup kita.

Gereja dan orang percaya yang sudah dibaharui oleh Roh Kudus terpanggil menyatakan pembaharuan yang dikerjakan Roh Kudus itu dalam berbagai tindakan konkret dalam merawat kehidupan. Gereja harus berjuang melawan roh kerakusan, hedonisme, materialisme, konsumerisme yang sering (bahkan biasanya) berbarengan dengan sadisme dan ketidakadilan. Dalam perjuangan seperti ini tidak ada jalan yang mulus dan lurus saja. Dalam sejarah kita temukan begitu banyak para saksi kebenaran yang menanggung siksa. Itu berarti bahwa Gereja dan orang percaya harus siap memikul salib.

RENUNGAN LEBIH LANJUT

Hanya kalau kita dapat berdialog secara mendalam dengan Tuhan dalam doa, dan menghadapkan diri kita terbuka dihadapan Tuhan, polos apa adanya, maka kita akan dapat membicarakan sesuatu yang bermakna dan membaharui. Kalau tidak, sumber percakapan kita hanyalah sedalam diri kita yang amat manusiawi ini dan yang terjadi adalah keliaran pikiran dan percakapan tanpa makna. Kiranya percakapan dan perenungan kita pada kesempatan ini mengalir dari kedalaman hati kita.

1. Apakah bapak dan ibu pernah mengalami dalam kehidupan ini seolah-olah rahmat Allah tidak terjadi di dunia ini?
2. Apakah tanda bahwa rahmat Allah masih sedang berlangsung saat ini.
3. Pernahkah terjadi, bahwa bapak dan ibu begitu bergairah dan bersemangat menyuarakan atau melakukan pembaharuan tetapi jauh dari pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus? 4. Ketika kita terbuka pada pembaharuan yang dikerjakan Roh Kudus, secara serta merta kita menerima karunia Roh (bnd. 1 Kor 12)


---------------
Gereja mencari dan melaksanakan berbagai upaya sumber dana dan asset untuk dipergunakan melayani dirinya sendiri serta mengembangkan kehidupan warga dan pelayan jemaat, kesejahteraan para pensiunan di HKBP dan masyarakat melalui pengumpulan persembahan pada kebaktian Minggu maupun pada kebaktian-kebaktian doa yang dilaksanakan oleh jemaat, iuran, sumbangan, hibah, dan upaya-upaya yang dilakukan oleh Badan Usaha HKBP, yayasan, koperasi, dan lain sebagainya yang tidak bertentangan dengan firman Tuhan.

Pembinaan dan Pengembangan HKBP dilaksanakan untuk mewujudkan jemaat yang dewasa iman dan pengetahuannya akan kasih Allah Bapa, anugerah anakNya Yesus Kristus dan persekutuan Roh Kudus (Eph 4:13-16). Jemaat yang demikian adalah jemaat yang memenuhi tri tugas panggilannya dan sadar akan perlunya membina dan mengembangkan seluruh ciptaan Tuhan secara terpadu dan pengupayakan agar selalu berada dalam kedamaian, kesejahteraan, dan keadilan kehidupan yang seimbang, selaras dan serasi (Mrk 16:15; Gen. 1:28).

Keseimbangan, keutuhan dan keterpaduan seluruh ciptaan Allah harus terus dijaga dan dipelihara. Karena itu, dalam usaha-usaha pembinaan dan pengembangan, pemeliharaan keindahan, kesegaran, kebersihan, kesehatan, kesuburan, kelestarian dan produktivitas lingkungan harus terus ditingkatkan dan dimantapkan.
-----------------------


[1] Sebelumnya pernah disampaikan pada Rapat Pendeta HKBP, Agustus 2005 di Seminarium Sipoholon, Tarutung.
[2] Belakangan ini di lingkungan HKBP muncul masalah siapa yang seharusnya menandatangani akte baptis, sebelumnya Pendeta Ressort dan Guru Jemaat, sekarang hanya Pendeta Ressort.
[3] Dalam Didache disebutkan bahwa yang akan melayankan baptisan harus terlebih dahulu melakukan puasa. Tidak dimaksudkan pendeta HKBP harus berpuasa dulu (walaupun jika memungkinkan alangkah baiknya), tetapi yang jelas perlu ada persiapan yang sungguh-sungguh dalam pelaksanaannya.

ShoutMix chat widget