RAPAT PENDETA HKBP 2009
.
“Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati" (Lukas 6:36). Inilah tema Rapat Pendeta HKBP (RPH) yang dimulai hari ini (03 Agustus) di Seminarium Sipoholon-Tarutung. Rapat kali ini dihadiri sekitar 1500 pendeta HKBP. Jumlah yang besar untuk menggumuli suatu tema akbar. Website HKBP menyebutkan ada beberapa topik pembahasan, di antaranya: penyeragaman teknis pelayanan pendeta HKBP, teologi persembahan, perkawinan, sakramen, pelayanan holistik dan transformatif. RPH juga akan memilih Ketua Rapat Pendeta (KRP) yang baru. (Melihat pengalaman sebelumnya, KRP menjadi tugas tambahan terhadap suatu tugas pokok, nampaknya sudah saatnya menjadi penuh waktu. Tugas pelayanannya begitu luas. Dan yang terpenting jabatan KRP adalah fungsi pelayanan gembala, bukan posisi atau jabatan bergengsi. Ia tidak terutama berkaitan dengan 'keahlian' melainkan 'keteguhan iman, integritas dan karakter kristiani).
.Akhir-akhir ini beberapa keprihatinan mengemuka dari beberapa warga jemaat dan pendeta, di antaranya ada yang mengatakan bahwa RPH tidak efektif karena jumlah peserta terlalu banyak, biaya terlalu besar --untuk biaya rapat saja memakan biaya 1.500.000.000 (satu setengah miliar rupiah). Ada pula yang menilai rapat ini menjadi ajang reuni dan sebagainya. Yang lain lagi melihat biaya perongkosan para pendeta ke Tapanuli dan biaya yang harus dikeluarkan mengundang pendeta gereja tetangga untuk pelayanan yang dibutuhkan selama pendeta HKBP berada di Tarutung membuat total pengeluaran RPH amat mahal. Itu sebanya ada beberapa yang mengusulkan agar rapat pendeta HKBP menjadi semacam “Rapat Utusan Pendeta”. (Dapat ditambahkan, barangkali salah satu keunikan HKBP adalah kebiasaannya yang tergolong 'repot rapat'. Di tingkat jemaat, ressort, distrik, pusat lumayan banyak rapat. Tapi, sejauh semua kerepotan rapat ini sebagai bagian dari kasih kita kepada Tuhan dan sesama atau bagian dari tugas panggilan kita sebagai gereja tidak ada masalah dengan rapat).
..
..
Perhitungan-perhitungan pengeluaran RPH di atas ada benarnya. Akan tetapi, dalam kehidupan bergereja bukan kalkulator yang paling penting. Sejauh RPH menjadi sarana di tangan Tuhan untuk memperlengkapi para pendeta, semakin meneguhkan komitmen para pendeta untuk melayani-Nya melalui pelayanan gereja-Nya yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan rasa kasih, hormat dan takut akan Tuhan, RPH sangat baik dipertahankan (apalagi sekarang sudah berubah menjadi sekali 4 tahun). Artinya, jangan karena pengalaman sebelumnya RPH kurang efektif maka jalan keluarnya ditiadakan atau diciutkan, tetapi dengan membuatnya lebih berkualitas. Mengenai RPH menjadi kesempatan ‘reuni’, sebagaimana sebagian orang memprihatinkannya, tidak ada yang salah di situ. Asal jangan sampai yang pokok menjadi sampingan dan yang sampingan menjadi yang pokok.
.
.
RPH kali ini merupakan bukti ‘kemurahan hati' Bapa. Kiranya kemurahan hati juga mewarnai seluruh proses rapat dan akan terpancar secara nyata dalam kehidupan dan pelayanan para pendeta sesudah rapat ditutup.
..
..
Kita doakan bersama kiranya Tuhan, Pemilik HKBP, menguatkan dan memperlengkapi seluruh peserta, panitia dan pemimpin RPH. Kiranya Ia menjauhkan segala ancaman teroris luar-dalam.
Horas amang Pdt,
ReplyDeleteSaya sangat sependapat dengan amang Pdt, bahwa "marhuria" tidak semata-mata mengedepankan 'kalkulator'. Yang menjadi soal adalah, bagi sebagian dari kami ruas melihat, bahwa setelah pelaksanaan rapat-rapat di HKBP (baik RPH, RPD, Konven dll) BELUM terdapat perubahan cara, metode, intensitas pelayanan yang dilakukan oleh utusan rapat.... Semua seperti biasa.
Sebagai informasi tambahan untuk melihat sisi lain dari permasalahan yang kita perbincangkan amang, bagi gereja dengan jumlah ruas yang banyak dan posisi keuangan yang lebih mapan, persoalan pembiayaan rapat-rapat di HKBP tidak menjadi soal, tapi bagi huria "pagaran" seperti huria di tempat kami beribadah --dengan keuangan yang tidak begitu baik-- jelas membutuhkan kalkulator amang.
Sebagai informasi saja amang, baru saja huria kami mengeluarkan biaya rapat pdt distrik (2 orang utusan), diikuti dengan konven (2 orang) dan akan memberangkatkan Cln Pendeta untuk LPP tahap akhir di bulan ini juga.... Seandainya dimungkinkan untuk subsidi silang (dalam arti gereja 'besar' membantu gereja pagaran) maka persoalan kalkulator itu mungkin bisa diminimalkan.
Kembali ke efektifitas RPH dan rapat-rapat lainnya amang, sebagian dari kami yang mencoba "mempertanyakan" efektifitas rapat di HKBP akan 'terobati' jika kami dapat melihat adanya perbaikan secara terus menerus dalam penatalayanan di gereja! Yang terjadi, jangankan implementasi pasca rapat, apa yang dibicarakan di rapat-rapat sajapun BELUM dikomunikasikan dengan baik oleh utusan rapat yang berangkat kepada ruas dan atau parhalado.
Sekian dulu amang, semoga klarifikasi ini bermanfaat.
Sahat tabe dohot tangiang nami tu keluarga.
Horas Amang Manalu. Sama sekali tidak ada perbedaan kita amang soal rapat ini. Saya melihat dua hal yang sama-sama kita tekankan. (1) Yang paling penting bagaimana rapat-rapat yang dilakukan termasuk RPH membuahkan perubahan yang baik, sehingga pengorbanan jemaat tidak sia-sia. (2) Kalkulator penting, walaupun bukan yang terpenting.
ReplyDeleteJadi, saya sepenuhnya sependapat dengan Amang. Salam
Sedikit lagi Amang Manalu, saya tidak bisa ikut rapat ada juga (bukan terutama) faktor 'kalkulator'. Panitia meminta sekian untuk biaya kebutuhan rapat, belum ongkos Singapura-Sipoholon PP, sulit bagi yang sedang sekolah sore :).
ReplyDelete