Ada sebuah ungkapan yang amat mencerahkan seperti ini: Sebagian mahkluk hidup hanya dapat melihat pada siang hari. Sebagian lagi hanya dapat melihat pada malam hari. Tetapi, orang yang begitu kuat dikendalikan oleh amarah tidak dapat melihat siang maupun malam.
Dalam kehidupan keseharian kita menemukan berbagai cara bagaimana orang mengekspresikan amarahnya.
- Ada orang yang gampang sekali tersulut amarah dan meledakkannya kapan saja, di mana saja dan kepada siapa saja. Dengan meledakkan amarahnya, mungkin ia merasa lega untuk sementara. Tetapi, yang marah dan sasaran amarah biasanya sama-sama terluka. Sebab, orang yang marah menyemburkan ‘racun’ yang menyakiti dirinya sendiri dan orang lain.
- Ada yang suka menyimpan kemarahannya, tetapi mempengaruhi seluruh gerak hidupnya. Kata-katanya pahit dan sikapnya dingin. Dalam waktu yang lama tumpukan simpanan kemarahan bisa juga lebih dahsyat ‘ledakannya’.
- Ada pula yang tidak mau marah kepada orang lain melainkan selalu memarahi atau menyalahkan diri sendiri, hingga membuatnya ‘makan hati’ atau sengsara sendiri.
Dalam Amsal 20:3 dikatakan, "Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan,
tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak." Ini menegaskan sebuah perbedaan mencolok anatara ‘orang terhormat’ dan ‘orang bodoh’ berkaitan dengan penguasaan diri. Kiranya pilihan dan tekad kita sekarang menjadi orang terhormat (dengan menjauhi perbantahan) bukan orang bodoh (yang meledakkan amarah).
Jika ada yang marah kepada kita, kita perlu berusaha memahaminya sebaik-baiknya dan mengambil langkah bijaksana mengatasinya. Sedikitnya ada tiga kemungkinan penyulut amarah seseorang yang dapat kita sikapi dengan hati damai.
Pertama, mungkin kemarahan seseorang itu dipicu oleh kesalahan kita. Kita perlu memeriksa dengan seksama. Jika memang karena kesalahan kita, maka tugas kita untuk mengakuinya dan dengan kerelaan meminta maaf. Agar permintaan maaf kita sungguh-sungguh menyembuhkan, kita perlu mencari cara dan waktu terbaik untuk menyampaikan permintaan maaf. Ada kalanya seseorang itu tidak menerima permintaan maaf kita. Dalam keadaan seperti itu kita hendaknya memupuk kesabaran dalam suasana doa dan tidak jemu-jemunya mengusahakan perdamaian.
Kedua, mungkin kemarahan itu hanyalah akibat kesalah-pengertian. Dalam hal ini kita dapat memberi klarifikasi dengan cara-cara yang baik. Yang perlu diperhatikan dalam situasi ini, jangan sampai klarifikasi yang kita lakukan justru kian memperburuk keadaan.
Ketiga, mungkin kemarahan orang lain disebabkan oleh perasaan cemburu atau iri hati kepada kita. Tugas kita adalah menolong mereka dengan mengasihi mereka sepenuh hati. Kita tidak perlu membuktikan diri sebagai yang benar. Ada baiknya kita memeriksa sikap kita juga yang bisa saja membuat orang menjadi cemburu atau iri hati kepada kita. Jika kecemburuan dan iri hari tersebut sepenuhnya karena kelemahan seseorang itu (bukan karena kita sendiri), kita perlu menolongnya dalam berbagai cara yang dapat kita lakukan seperti mendoakan, menunjukkan sikap bersahabat, membantu mengembangkan talenta dan bakatnya, menghargai nilai-nilai positif dalam diri dan karyanya dan sebagainya.
Dengan sikap seperti itu kita sudah menghindari perpantahan tetapi mengusahakan persaudaraan yang diikat oleh kasih. Dunia ini dan hidup kita akan jauh lebih indah, bermartabat dan penuh damai ketika kemarahan digantikan dengan belas kasihan.
Bersyukur bisa menemukan Blog ini.
ReplyDeleteSangat indah dan menguatkan hati..... Trimakasih Amang........