Iblis tidak takut kepada orang percaya. Iblis takut dan takluk kepada Kristus yang diam dalam diri orang percaya.
Ada satu pernyataan para murid yang diutus sebagaimana dikisahkan dalam Lukas 10:17-20 yang mudah terluput dari perhatian kita. Mari kita perhatikan isi ‘laporan’ mereka kepada Yesus. Para murid itu berkata, "Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu." Kata-kata: “takluk kepada kami demi nama-Mu” telah menggeser pelaku utama dari Yesus menjadi murid-murid. Mereka merasa berhasil ‘memakai’ nama Yesus. Mereka bergembira mengagumi keberhasilan mereka.
Yang indah dan meneguhkan dari cara Yesus ialah bahwa Ia tidak membiarkan mereka menjadi sombong. Yesus tidak membiarkan mereka fokus pada diri dan keberhasilan mereka. Yesus berkata, “Aku melihat Iblis jatuh dari langit”. Artinya: Yesus ada di situ. Ia tahu dan melihat persis apa yang terjadi. Dan, yang paling penting, yang melakukannya bukan murid-murid itu, tetapi Yesus sendiri. Dari pernyataan Yesus tersebut sudah seharusnya murid-murid itu mengubah pernyataan mereka menjadi, “juga setan-setan tunduk kepada-Mu”. Itulah kebenaran yang sesungguhnya. Sebab, Iblis tidak takut kepada orang percaya. Iblis takut dan takluk kepada Kristus yang diam dalam diri orang percaya.
Selanjutnya, Yesus mengarahkan para murid dan kita juga kepada yang bernilai kekal, bukan kegembiraan yang bersifat sementara saja. Murid-murid gembira karena keberhasilan mereka. Ini adalah semacam perasaan senang yang tidak bernilai kekal. Dalam hal ini Yesus mengatakan, “bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga" (ayat 21). Yesus menawarkan sukacita yang bernilai sorgawi atau bernilai kekal. Bukankah sesuatu pemberian yang luar biasa berharga bahwa kita satu kewargaan dengan Kritus sendiri? Kita hidup, bekerja dan melayani di dunia sebagai warga sorga. Anugerah yang luar biasa!
‘Status’ kita sebagai warga kerajaan sorga mengubah hidup kita, mengubah pemahaman kita akan pekerjaan dan pelayanan, mengubah cara kita memperlakukan dan menghadapi orang lain. Salah satu di antaranya adalah kuasa untuk “menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kita”. Ini adalah gambaran. Jangan kita coba-coba memegang kalajengking atau ular dan sejenisnya. (Ular dan kalajengking yang mau menggigit tidak pernah lebih dulu bertanya apakah seseorang itu Kristen atau bukan!). Ular dan kalajengking menggambarkan berbagai godaan licik dan bahaya-bahaya yang ditabur dan ditebarkan oleh Iblis dan orang-orang yang menyerahkan dirinya pada pekerjaan Iblis.
.
Hidup kita tidak lagi ditentukan oleh faktor-faktor luar, baik yang kelihatan seolah-olah baik dan menjanjikan seperti pujian, pengakuan, kesuksesan menurut ukuran dunia dan lain-lain maupun yang jelas-jelas menyesatkan seperti menyangkal dan meninggalkan Tuhan. Rekasi kita juga akan berbeda. Kita tidak begitu gampang tersulut amarah, tidak cepat menghakimi, tidak memendam dendam, tidak gampang bersungut-sungut, tidak suka mengeluh. Mengapa? Kerajaan sorga tidak memiliki itu semua. Karena itu, sebagai warga sorga kita hidup dan bekerja dalam sukacita sorgawi.
Sebagai warga kerajaan sorga kita akan memasuki kehidupan kita: pekerjaan dan pelayanan kita sehari-hari. Mari kita resapkan dalam hati kita:
(1) Tuhan sudah lebih dulu ada di tempat di mana kita berada. Bukan kita membawa Kristus atau membawa kuasaNya. KuasaNya lebih besar dari kita. Karenanya, kita tidak pergi ‘membawa’ kuasa Yesus, tetapi kita pergi, melayani, menjadi saksi oleh kuasaNya.
.
Sebagai warga kerajaan sorga kita akan memasuki kehidupan kita: pekerjaan dan pelayanan kita sehari-hari. Mari kita resapkan dalam hati kita:
(1) Tuhan sudah lebih dulu ada di tempat di mana kita berada. Bukan kita membawa Kristus atau membawa kuasaNya. KuasaNya lebih besar dari kita. Karenanya, kita tidak pergi ‘membawa’ kuasa Yesus, tetapi kita pergi, melayani, menjadi saksi oleh kuasaNya.
.
(2) Kita tidak menggunakan Tuhan untuk rencana-rencana kita, meskipun kelihatan sangat ‘rohani’. Tuhanlah yang memakai kita untuk pekerjaan-Nya. Tanpa kita pun sebenarnya kerajaan dan pekerjaan-Nya dapat berjalan terus. Dengan kerendahan hati kita bersyukur karena kita diiuktsertakan dalam pekerjaan-Nya.
.
.
(3) Setiap kali Tuhan mengutus Ia selalu menyertai. Ia yang mengutus kita menjadi saksi-Nya, Ia juga yang menyertai kita.
.
(4) Kita harus melepaskan ketergantungan kita pada indikator atau tolok ukur keberhasilan dengan prestasi yang kita capai.
(4) Kita harus melepaskan ketergantungan kita pada indikator atau tolok ukur keberhasilan dengan prestasi yang kita capai.
.
(5) Yang memenuhi visi kita bukanlah talenta, bakat, ketrampilan, kemampuan, materi, atau pemberian-Nya melainkan Kristus sang Pemberi itu. Zac Poonen benar ketika ia mengatakan, “Ketika sang Pemberi memenuhi hati kita dan visi kita, maka kita akan dapat menggunakan talenta, bakat dan milik kita dengan baik. Jika tidak, kita akan menyalahgunakannya untuk untuk pementingan dan pengagungan diri”.
(5) Yang memenuhi visi kita bukanlah talenta, bakat, ketrampilan, kemampuan, materi, atau pemberian-Nya melainkan Kristus sang Pemberi itu. Zac Poonen benar ketika ia mengatakan, “Ketika sang Pemberi memenuhi hati kita dan visi kita, maka kita akan dapat menggunakan talenta, bakat dan milik kita dengan baik. Jika tidak, kita akan menyalahgunakannya untuk untuk pementingan dan pengagungan diri”.
.
*) Rangkuman renungan yang saya sampaikan pada Penutupan Seminar Haggai Institute, Singapore, 15 Nopember 2008
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.