Satu di antara sekian banyak pemberian yang sangat berharga yang dapat kita berikan dalam hidup ini tanpa mengeluarkan biaya adalah 'kelemahlembutan'. Ia hanya membuthukan 'modal' kerelaan.
Kelemahlembutan kepada orang lain
Kita menemukan beberapa kali dalam Kejadian 1 yang mengatakan bahwa apa yang diciptakan Allah itu baik. Puncaknya, setelah semua diciptakan Allah, dikatakan dalam
Kej. 1:31: “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Dengan kelemahlembutan kita mengalami kembali betapa baiknya ciptaan dan rancangan Allah itu. Dunia ini menjadi kacau seiring dengan hilangnya kelemahlembutan dan digantikan dengan kekasaran dan kekerasan. Dunia ini akan kembali kepada keadaan ‘baik’ sebagaimana dikehendaki Allah sejak penciptaan ketika kelemahlembutan mewarnai kehidupan keseharian.
Lemah lembut tidak sama dengan ‘lembek’. Malahan, kelemahlembutan adalah merupakan kekuatan. Itu sebabnya Padovano dengan tepat berdoa, “Ya Tuhan, jadikanlah hati kami lemah lembut supaya kami dapat menjadi kuat.” Hanya dengan kelemahlembutan kita dapat memberi yang terbaik bagai orang lain. Bukan terutama melalui tekanan suara (walaupun itu penting) tetapi yang paling penting adalah kelemahlembutan ‘dari dalam’ –hati nurani yang murni. Lemah-lembut berarti kita tidak pernah memaksa orang lain termasuk pada hal-hal yang kelihatan mulia menurut ukuran kita sendiri. Kelemah-lembutan yang dimaksud di sini bukanlah terutama masalah ‘teknis’ atau ‘faktor luar’ (yang dapat dipelajari) seperti biasanya diterapkan oleh mereka-mereka yang mempromosikan produk tertentu yang hanya bertujuan untuk menjual produknya. Kelemahlembutan kristiani mengalir dari dalam hati, hati yang didiami oleh Roh Tuhan, yang ditujukan kepada semua orang dengan tulus.
Kelemahlembutan terhadap diri sendiri
Kelemahlembutan nampak melalui hidup yang bebas dari kekerasan (pikiran, perkataan dan perbuatan), tidak membalas kejahatan dengan kejahatan baru, meskipun kita mempunyai kesempatan dan kemampuan melakukan pembalasan. Kelemahlembutan adalah salah satu dari buah-buah Roh (Gal. 5:22-23).
Lemah lembut terhadap diri sendiri dapat juga kita artikan ‘ramah terhadap diri sendiri’.
Ada kesan bahwa pada umumnya budaya dan ajaran kekristenan lebih banyak menekankan keramahan kepada orang lain. Jarang sekali kita dengar nasihat untuk bersikap ramah terhadap diri sendiri. Ramah terhadap diri sendiri tidak sama dengan ’cinta diri’ atau 'pementingan diri'. Ramah terhadap diri sendiri adalah bagian dari ’mengasihi diri’. Bagi orang Kristen, ’mengasihi diri’ bukanlah sesuatu yang salah. Yang salah adalah self-pity (rasa kasihan terhadap diri sendiri, yang nampak misalnya dengan banyak mengeluh dan bersungut-sungut), selfishness (pementingan diri sendiri). Allah sendiri mengasihi kita, karenanya kita harus mengasihi apa yang Tuhan kasihi.
Keramahan terhadap diri sendiri mewujud dalam sikap menerima diri dengan segala keberadaannya, tidak memaksa diri menjadi seperti orang lain (karena kita akan stress dan bahkan frustrasi), mensyukuri apa yang Tuhan anugerahkan kepada kita, mensyukuri apa yang Tuhan anugerahkan kepada orang lain; tidak cemburu pada keberhasilan orang, tidak memendam dendam dalam hati. Jadi, ketika kita menerima segala sesuatu yang Tuhan anugerahkan dalam kehidupan di dunia ini dan bersikap serta berbuat sebagaimana Tuhan kehendaki dalam kehidupan keseharian, di situlah terjadi kebahagiaan sejati. Kebahagiaan seperti itu dapat kita peroleh saat ini juga dengan pertolongan Tuhan.
Sunday, November 16, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai komentar Anda yang membangun.