REFLEKSI MINGGU KE-28
13 JULI 2009
‘Penyedap rasa’ merupakan salah satu di antara yang paling diminati banyak orang saat ini. Tidak hanya dalam makanan, tetapi dalam hampir seluruh ranah kehidupan. TV untuk rasa bosan. Pil tidur untuk rasa ngantuk. Parfum, aksesori, dan pakaian bermerk untuk rasa percaya diri alias pede. Mengapa stimulan kian marak? Karena bagi banyak orang, hidup tidak punya rasa lagi.
Anthony de Mello membedakan dua macam perasaan. Pertama, feeling of the world (perasaan duniawi). Perasaan ini muncul ketika kita: dipuji, ditepuki, unggul dalam argumen, mencapai puncak karir, menjadi juara, menang taruhan, meraih sukses, menjadi bos, memiliki wewenang. Semua ini tidak alami, tetapi diciptakan oleh masyarakat dan ‘keakuan’ kita untuk mengontrol hidup kita. Ini berasal dari pengagungan diri dan promosi diri. Ujungnya adalah kehampaan. Dalam keadaan seperti ini kita mempunyai pilihan: (1) Berpaling ke berbagai ‘penyedap rasa’ yang juga akan berujung pada kesia-siaan dan kehampaan, atau (2) Fokus pada sang Pemberi hidup, yang tetap setia menjaga dan mengasihi kita. Sebab, fokus kita menentukan perasaan kita.
Kedua, feeling of the soul (perasaan jiwa) yaitu perasaan-perasaan ketika kita: menikmati indahnya matahari terbenam; alam yang sejuk dan indah; bunga yang harum dan menawan; sungguh-sungguh menikmati dan menghayati pekerjaan, hobi, membaca buku bagus, berada bersama teman yang kita kasihi, dan terutama menjalani hidup bersama Tuhan yang hidup.
Masih dalam kaiatan itu, pada kesempatan lain Mello mengatakan dengan amat meneguhkan demikian:
.Anthony de Mello membedakan dua macam perasaan. Pertama, feeling of the world (perasaan duniawi). Perasaan ini muncul ketika kita: dipuji, ditepuki, unggul dalam argumen, mencapai puncak karir, menjadi juara, menang taruhan, meraih sukses, menjadi bos, memiliki wewenang. Semua ini tidak alami, tetapi diciptakan oleh masyarakat dan ‘keakuan’ kita untuk mengontrol hidup kita. Ini berasal dari pengagungan diri dan promosi diri. Ujungnya adalah kehampaan. Dalam keadaan seperti ini kita mempunyai pilihan: (1) Berpaling ke berbagai ‘penyedap rasa’ yang juga akan berujung pada kesia-siaan dan kehampaan, atau (2) Fokus pada sang Pemberi hidup, yang tetap setia menjaga dan mengasihi kita. Sebab, fokus kita menentukan perasaan kita.
Kedua, feeling of the soul (perasaan jiwa) yaitu perasaan-perasaan ketika kita: menikmati indahnya matahari terbenam; alam yang sejuk dan indah; bunga yang harum dan menawan; sungguh-sungguh menikmati dan menghayati pekerjaan, hobi, membaca buku bagus, berada bersama teman yang kita kasihi, dan terutama menjalani hidup bersama Tuhan yang hidup.
Masih dalam kaiatan itu, pada kesempatan lain Mello mengatakan dengan amat meneguhkan demikian:
Hidup ini terlalu berharga diboroskan dalam pengejaran menjadi kaya, terkenal, berpenampilan ‘wah’, populer, kelihatan cantik/ ganteng atau kuatir menjadi miskin, tidak dikenal, dilupakan atau kelihatan berparas jelek. Apakah kita mau menggunakan naskah berharga untuk menyalakan api? Keinginan untuk ‘memberi kesan’ merupakan pemborosan kehidupan kita yang berharga. Sikap seperti inilah yang kebanyakan menyebabkan ketidakbahagiaan di dunia. Jadilah diri sendiri.
Kita dikondisikan oleh masyarakat, orang tua, keluarga untuk memainkan peran. Seolah hidup kita ini dekandilan oleh sebuah remote control: bagaimana kita harus bersikap, apa yang kita katakan, apa yang kita pakai ditentukan dari ‘luar’. Entah supaya kita diterima, disenangi, disanjung, diakui dan sebagainya. Hidup seperti ini adalah sebuah perbudakan. Kehidupan yang demikian biasanya membuat seseorang selalu membandingkan diri dengan orang lain. Kalau ia merasa lebih baik, ia merasa enak, bahkan bisa menjadi sombong dan gampang menghakimi. Kalau ia merasa lebih rendah dari orang lain, ia menjadi cemburu dan iri hati. Padahal, orang yang cemburu dan iri hati tidak mungkin bahagia.
Hidup yang merdeka adalah hidup yang dipimpin oleh suara hati --hati yang didiami oleh Tuhan sendiri. Hidup di dalam Tuhan memungkinkan kita untuk tidak dikendalikan oleh perasaan duniawi, tetapi sebaliknya hubungan kita dengan Tuhan menentukan perasaan kita. Kita tidak melihat peristiwa kehidupan secara sepotong-sepotong. Kita melihatnya secara utuh. Meyer menggambarkannya dengan baik melalui bahan-bahan kue: tepung, telor mentah, pengembang, garam, gula dan sebagainya, yang jika dimakan sendiri-sendiri rasanya tidak enak. Tetapi ketika semua bahan-bahan ini dicampur sedemikian dan dimasak menjadi kue, rasanya menjadi enak. Apakah Anda sedang mengalami rasa pahit, pedas, asam, hambar, manis saat ini? Anda dianugerahi hikmat untuk mengolahnya sedemikian rupa menjadi ‘kue’ kebahagiaan. Selamat mencoba.
Kita dikondisikan oleh masyarakat, orang tua, keluarga untuk memainkan peran. Seolah hidup kita ini dekandilan oleh sebuah remote control: bagaimana kita harus bersikap, apa yang kita katakan, apa yang kita pakai ditentukan dari ‘luar’. Entah supaya kita diterima, disenangi, disanjung, diakui dan sebagainya. Hidup seperti ini adalah sebuah perbudakan. Kehidupan yang demikian biasanya membuat seseorang selalu membandingkan diri dengan orang lain. Kalau ia merasa lebih baik, ia merasa enak, bahkan bisa menjadi sombong dan gampang menghakimi. Kalau ia merasa lebih rendah dari orang lain, ia menjadi cemburu dan iri hati. Padahal, orang yang cemburu dan iri hati tidak mungkin bahagia.
Hidup yang merdeka adalah hidup yang dipimpin oleh suara hati --hati yang didiami oleh Tuhan sendiri. Hidup di dalam Tuhan memungkinkan kita untuk tidak dikendalikan oleh perasaan duniawi, tetapi sebaliknya hubungan kita dengan Tuhan menentukan perasaan kita. Kita tidak melihat peristiwa kehidupan secara sepotong-sepotong. Kita melihatnya secara utuh. Meyer menggambarkannya dengan baik melalui bahan-bahan kue: tepung, telor mentah, pengembang, garam, gula dan sebagainya, yang jika dimakan sendiri-sendiri rasanya tidak enak. Tetapi ketika semua bahan-bahan ini dicampur sedemikian dan dimasak menjadi kue, rasanya menjadi enak. Apakah Anda sedang mengalami rasa pahit, pedas, asam, hambar, manis saat ini? Anda dianugerahi hikmat untuk mengolahnya sedemikian rupa menjadi ‘kue’ kebahagiaan. Selamat mencoba.
Hi…
ReplyDeleteAda info penting banget nih.. Tahun ini Jawaban.Com kembali mengadakan event gede-gedean untuk Para Bloger Kristen, yaitu Christian Indonesian Blogger Festival 2009 (CIBfest 2009). CIBfest kali ini bertema "Menjadi Jawaban Melalui Kreativitas Yang Berdampak". Ada hadiah berupa uang tunai Rp. 15 Juta Rupiah untuk 3 orang pemenang.Pastikan kamu ikutan juga Writing Competitionnya, siapa tahu hasil tulisan kamu terpilih untuk dibukukan! Yupz, Jawaban.Com bekerjasama dengan PT. Elex Media Komputindo akan menerbitkan buku kumpulan karya finalis CIBfest. Kamu ingin ikut terlibat dalam event ini? Caranya gampang dan Gratis!!! Ayo buruan daftar!! Pendaftaran terakhir tgl 30 Agustus 2009 loh.. Jadi log on langsung ke www.cibfest.jawaban.com
Di tunggu yaaa….. God Bless…